Tajuk 4: Arti Selamat Datang!

26 9 0
                                    

Euis merasakan kerongkongannya kering. Kata-kata Marwan barusan membuat dirinya tak bisa berpikir, terlintas kata apa maksudnya, tapi tak juga Euis kemukakan. Euis hanya menatap Marwan yang berdiri di seberangnya dengan jarak mungkin selangkah dari Fany.

"Maaf, Is!" Marwan melangkah menghampiri wanita di sebelah Fany. Dewi tengah tersenyum manis yang mempertontonkan gigi kelincinya, versi Maudy Ayunda kawe sebelas. Pokoknya memang enggak mirip selain giginya di mata Euis.

"Maaf untuk?" tanya Euis akhirnya setelah tepat laki-laki itu berdiri di belakang Dewi.

"Marwan mau balikan sama Dewi!" tegasnya.

Euis ingin menangis. Jadi, tadi sore laki-laki ini berbohong sambil merayu-memohon-untuk dimaafkan lalu setelahnya?

Euis berdiri meski dia ingin tertidur, tetapi dia sadar ini di mana dan berapa banyak orang yang mungkin memperhatikan mereka. Bagaimana jika ada yang kenal atau pelanggan yang suka les di Sport Garden? Euis enggak mau mencoreng namanya sendiri.

Air dari dalam gelas pindah ke wajah Marwan dan Dewi membuat Euis terhenyak. Pasalnya, dia tidak berniat menyerang siapa-siapa di sini saat itu juga. Euis hanya ingin menangis, dia ingin pulang ke indekos lalu memandang poster besar di dinding kamarnya, itu lebih dari cukup. Namun, tidak dengan Fany yang wajahnya sudah memerah.

"Ish!" Dewi langsung berdiri saat air itu lebih banyak mengarah padanya. Dalam hati Euis ingin berteriak syukurin, tetapi kembali redam saat sahabatnya membuka suara.

"Jadi maneh ngajakan urang kadieu arek kikieuan, hungkul?¹" sentak Fany seraya tangannya naik ke arah pipi Marwan. "Goblok!"

"Heh! Mikir kalau ngomong, teh. Yang goblok tuh dia," sungut Dewi. "Yang ngerebut pacar orang, tuh, dia! Deket-deketin Marwan pas lagi jadian sama aku tuh siapa? Si Euis!"

Euis ingin mengungkapkan pada wajah sialan yang sok cantik itu, bahwa dirinya bersih dari kata pelakor. Laki-laki goblok itu yang mendekatinya dan dengan bego Euis menerimanya. Iya, aku nerima laki-laki yang ninggalin pacarnya yang katanya, selingkuh! Air mata Euis terjun juga dari tebingnya, dia ingin berdiri dan pergi meninggalkan mereka tanpa penjelasan. Namun, hatinya menahan diri untuk kabur tanpa menjelaskan apa pun. Terlebih Marwan hanya diam saja saat Euis dicemooh Dewi, padahal kenyataannya berkebalikan.

Tolong! Beri petunjuk, siapa saja tolong hamba yang lemah ini, batin Euis memohon.

"Malu-maluin banget, sih." Terdengar ucapan laki-laki di seberang. Euis bersyukur, dia hanya ingin pulang bersama Fany. Meninggalkan makhluk sialan itu yang kini hanya diam saja.

"Cewek urat malunya udah putus," ucap seseorang lagi. Euis melihat Fany yang tersenyum. "Udah, Teh, pulang aja. Ngapain debat sama cewek yang enggak tahu diri."

"Heh! Seenaknya lo kalo ngomong. Cewek ini yang enggak tahu diri!" cerca Dewi yang melotot ke arah pojok dengan telunjuk mengarah pada Euis.

"Oh gitu." Nada suaranya dipanjangkan seakan-akan meledek. "Biasanya yang koar-koar kepemilikan itu, ya, dia yang rebut. Wkwkwk."

"Ngapain juga ngeributin cowok di depan umum? Kayak cowoknya setampan Morgan Oey aja!"

Tawa serentak dari para pemuda itu membuat Euis sedikit tersenyum, itu pertanda bahwa dia tidak rendah karena mempertahankan Marwan. Beruntung lagi, Fany menggaet tangan Euis yang bergetar menahan tangis dan mungkin sesak. Dunia menghancurkan kepercayaannya pada laki-laki di dunia ini. Khusus laki-laki seperti Marwan.

Mereka keluar dari kedai Bakso Mangkok, tetapi saat di ambang pintu masuk.

"Bayar dulu baksonya, Goblok!" teriak Dewi.

Euis menghentikan langkah dan menatap bakso yang ada di meja yang masih tersisa tiga perempat karena lebih memuja Marwan dari pada bakso itu. Fany mengambil inisiatif untuk membayar dengan mengeluarkan dompet dari dalam slingbag-nya. Seperti yang ia tahu, gadis lugu seperti Euis masih syok atas apa yang terjadi.

"Harga bakso ini, seharga sama harga diri maneh!" Skakmat. Teriakan kemenangan bersorak di atas kata-kata mencekam itu membuat Dewi ternganga dan ingin berjalan mengejar Fany yang mendekat lagi pada Euis.

Umpatan yang masih terngiang saat Euis berhasil meninggalkan kedai itu, dua puluh lima ribu harganya, Bro.

®®®

"Gitu, Mang. Hehe, mungkin tiga harian!" kata Fany sambil membersihkan meja yang biasa dipakai Euis.

"Pan mamang bilang juga naon? Kalau si Marwan itu, ya, teu cocok sama si Euis yang polosnya kebangetan." Cekikikan. Begitu penggambaran terakhir yang dilakukan Mang Juned pada Fany. Wanita yang kini mengenakan khimar polos hitam itu ikut cekikikan juga.

"Si Marwan beneran keluar sendiri, Mang?" tanya Fany tiba-tiba.

"Eh, mamang kasih tahu enggak, ya?" canda Mang Juned sambil memainkan kartu karcis, lalu tangannya menutup mulut yang menguap. "Lain kali, deh." Mang Juned menelengkan kepalanya ke arah pria tampan yang baru saja tiba.

Nah, ini baru mirip Morgan Smash, pikir Fany. Fany mengangguk memberi hormat pada Naufal yang hari ini mulai memperhatikan Sport Garden, menggantikan sang ayah yang akan pergi ke luar kota selama beberapa hari.

Laki-laki itu meminta Mang Juned menjelaskan protokol yang tersedia di Sport Garden lalu membahas stan-stan. Sport Garden juga akan membeli tanah yang ada di belakang untuk meluaskan wilayah.

Fany hanya menatap keduanya dari tempat Euis. Enggak salah, kan, kalau misalnya curi-curi pandang sama bos sendiri, Fany membatin. Fany membuka buku agenda untuk melihat jadwal les renang privat dan sesekali melirik. Pantes si Euis suka banget bersihin kaca bagian sini, beneran mencrang!

Mode 15% ✓ [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang