"Ada yang bisa dibantu, Kang?" tanya Euis saat jam makan siang.
Naufal hampir saja menjatuhkan pulpen yang jarinya mainkan sedari tadi. Laki-laki yang ternyata memakai baju kaus hitam polos setelah jaketnya ditanggalkan itu hanya tersenyum dan menggeleng. Mata Naufal tak berkedip saat melihat Euis tersenyum, lalu menggeleng lagi untuk menyadarkan dirinya sendiri.
"Oh, yaudah. Euis makan siang dulu."
Tadi pagi, Mang Juned meminta Euis untuk menjadi pemandu, bahasa lebih baik dari pada jadi pembantu yang sebenarnya memang sama arti, keduanya sama-sama melayani. Euis menolak, tetapi karena Mang Juned memaksa dan akhirnya dia menurut juga. Ya, setidaknya Euis punya alasan kenapa harus tersenyum meski keadaannya sangat terpaksa. Begitulah kebijakan Mang Juned.
Euis bersyukur sebab beberapa saat lalu dirinya tidak terlalu memikirkan hari kemarin. Seharusnya dia sudah sadar saat Marwan selalu meminta uang padanya dengan berbagai alasan. Cinta membuat buta itu adalah hal nyata, Euis membatin.
"Jangan banyak ngelamun! Makan aja makan, sedih juga butuh tenaga!" cerocos Fany yang berada di hadapan Euis, memakan makanan yang sama, minuman yang sama, tetapi merasakannya dengan cara berbeda. Makanan Fany seolah-olah makanan terenak di dunia, sedangkan semangkuk mie ayam bakso milik Euis sangat hambar.
Euis mendelikkan matanya sebelum menjawab, "Tenang, tenagaku lebih gede dari Teh Fany malah!"
Ck, bibir tipis Fany manyun, wajahnya kembali menatap mie ayamnya yang tinggal sesuap. "Iya aku tua!" katanya sambil mengunyah.
Dasar jorok! Euis memperhatikan orang yang ada di sudut sana, laki-laki yang sedang menikmati roti isi kejunya. Mata Euis beralih pada sahabatnya yang kini terfokus pada layar gawainya. "Ekhem!"
"Apa?" ketus Fany masih sambil menatap layar. "Naufal enggak punya pacar, dia mau fokus buat bangun Sport Garden biar lebih maju."
Mata yang tidak seberapa bulat itu terbelalak, seakan-akan didorong untuk mencuat. Kok, si Fany tahu? pikir Euis ngeri.
"Eh, mungkin kalau dirimu udah bisa move on, kamu mau sama dia. Single!" Fany menambahkan detailnya seraya tersenyum puas karena ekspresi Euis. "Atau, dirimu udah bisa move on, Yung? Ahahah."
"Apaan, sih? Teh Fany tebakannya salah." Euis mendelik dan Fany kembali menunduk. Euis buru-buru memajukan tempat duduknya dan bertanya lebih lanjut, "Kok, dirimu enggak mau sama dia?"
"Ck, parah. Enggaklah! Dia itu temenku waktu SMA, ngapain sama dia? A–" Fany ingin menambahkan kata-kata yang lain, tetapi tak patut diungkap pada sahabatnya ini.
"Dia bukan mantanmu yang nyakitin itu?" tanya Euis khawatir.
"Jelas bukan. Wkwk, enggak ada hubungannya, kok. Pokoknya, dia salah satu anak rajin pas dulu sekolah, pernah juara, terus enggak nakal, sih, menurut guru-guru."
Euis memikirkan kata-kata Fany yang selanjutnya saat mereka akan kembali ke tempat masing-masing. Euis kembali duduk bersama Naufal untuk membahas perihal masalah kerjaan lebih lanjut. Naufal menyusun rencana pembangunan, Euis menyusun rencana agar bisa mendekati laki-laki ini untuk menyerang balik Marwan. Namun, apa ia Naufal mau sama dirinya? Ck! Euis tak percaya diri.
Tangan Euis yang berada di atas meja memainkan kertas dengan menyobeknya menjadi beberapa bagian, bisa dibilang kertas itu dikoyak sampai benar-benar tak berbentuk. Mata Euis memandang ke arah Naufal, lalu kembali pada sobekan kertas, terus menatap lagi sampa seseorang merasa risi. Ketukan di meja menyadarkannya.
"Kunaon?" tanya Mang Juned. "Kang Naufal jadi malu diliatin gitu sama Euis! Ah—"
Naufal menyikut Mang Juned karena kata-katanya membuat Euis makin salah tingkah. Mang Juned hanya mengelus sikunya sambil cekikikan karena dapat pelototan dari anak bos.
"Ada apa? Enggak nyaman?" tanya Naufal setelah beberapa saat Euis tak kunjung menjawab.
"Maaf ... bukan mau ngeliatin. Ehm ... ehm, Euis ...," ucap Euis terbata, tetapi sedetik kemudian suaranya menghilang bersama tatapannya yang beralih ke arah kolam renang yang mulai sepi. Euis bangkit, lalu buru-buru berbalik ke arah Fany yang menatapnya iba. Beruntung hari ini Euis tidak menjaga tempat pendaftaran atau penerimaan karcis.
Mang Juned dan Naufal pun mengikuti ke mana mata itu memandang tanpa berbalik. Siluet yang sangat Mang Juned kenali tengah saling merangkul dengan pasangan, laki-laki yang sangat dikenali pun terlihat menjinjing tas di pundak. Sialnya, mereka mendapat sudut bagus di tempat duduk untuk bersantai tepat di bawah payung pelangi.
Hati Euis seakan-akan teriris, perihnya bukan kepalang saat melihat mereka bersama. Bahagia dengan uangku! Euis memejamkan mata mengembuskan napas dan menariknya panjang, lalu kembali duduk dengan tenang di hadapan Naufal dan Mang Juned. Naufal menatap geram.
Euis menatap tenang, meski tangan dan jarinya tak mau diam. Mang Juned juga kembali duduk lalu memulai percakapan dengan Naufal. Tidak ingin memperkeruh suasana Naufal meminta istri Mang Juned membawa sebotol air mineral. Mang Juned yang berterima kasih hanya tersenyum tanpa suara. Tatapan Euis kosong.
Teriakan manja dari Dewi di kolam renang membuat Euis menggigit bibir atasnya. Kalut. Mang Juned tak mengindahkan teriakan menjijikan itu, dia membawa Euis untuk keluar dari sana. Naufal juga ikut serta melangkah keluar dan mengabaikan sejoli itu.
Euis menangis, dadanya terasa sesak sampai tubuhnya limbung saat melangkah keluar. Beruntung tangan-tangan kekar itu sigap untuk menahannya jika dia terjatuh. Euis meneguhkan hatinya setelah menggenggam tangan hangat yang baru ini ditemuinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/254476105-288-k15774.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mode 15% ✓ [Revisi]
Romance"Cinta kalian sudah memasuki masa darurat, hanya tersisa 15%. Aktifkan mode daya rendah untuk memperlambat berakhirnya hubungan. Segera!" [Diikutsertakan dalam perlombaan Primrose Media] [Diikutsertakan dalam AnFight Batch 7]