Tajuk 16: Anti Virus

16 5 0
                                    

Ada hati yang sedih, tetapi pura-pura bahagia untuk membuat orang di sekitarnya tak khawatir. Ada yang dengan malu-malu mengakui kebahagiaannya dari mimik wajah. Pun, ad wajah dengan rasa bersalah meski membuat orang lain merasa bahagia.

***

"Enggak ada kesempatan? Sama sekali?" Remaja yang menenteng tas ransel di bahu kanannya sedang menatap penuh harap pada gadis di hadapannya.

"Sori! Orang lain lebih pantas, toh!" Gadis yang rambut gelombangnya bergoyang karena terbawa angin itu membalikkan badan. "Aku pulang!"

"Semudah itu?" desak remaja yang mengambil langkah lebar dengan kaki panjangnya, mengejar si gadis. Hari mulai mendekati malam, tetapi begitu cerah sampai menyilaukan mata. Remaja itu menarik lengang gadis yang sudah pergi menjauh. "Kenapa bisa?"

"Aku suka sama orang lain, Fal!" Gadis itu melepaskan pegangan temannya dengan kasar. Sayangnya, itu membuat dirinya lebih sakit.

"Ta-"

"Aku mau pulang!" teriak si gadis yang membuat orang-orang sibuk memperhatikan mereka. "Aku benci-"

"Kang, awas!" teriak suara di belakang Naufal, menyadarkan laki-laki yang sedang melamun itu. Beruntung, Euis mengingatkannya tepat waktu, tak ada yang terluka.

Naufal dan Euis diam saja setelah kunjungan dari rumah Fany selesai. Entah kenapa suasana menjadi tidak terkondisi dan membuat rasa tidak nyaman mengganggu sejoli itu. Apa lagi Naufal, gelagat aneh tertangkap mata Euis, wanita itu tidak bisa berhenti membuat prasangka padanya.

Naufal membawa diri mereka ke arah indekos Euis. Lagi-lagi, Naufal enggan mendengarkan Euis karena pikirannya dalam kondisi yang sangat kacau. Wanita itu meminta Naufal untuk berhenti di warung dan mereka hanya lewat begitu saja. Euis menjadi muram dan enggan untuk berbicara.

"Makasih, Kang!"

"Aku langsung pulang!" Suara becek Naufal terdengar segar di telinga Euis, tetapi karena nadanya yang menjengkelkan Euis menolak untuk suka. Itu menyeramkan!

"Monggo, Kang. Hati-hati," pamit Euis. Tanpa menjawab Naufal melajukan motornya, pergi begitu saja.

Ada yang salah, kayaknya? Euis mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Ah! Ayo Euis, semangat! Tujuan awal kamu itu ngambil uang lima juta dari si bajingan Marwan, kenapa mikirin emosinya anak si Bos! Euis buru-buru masuk karena kakinya sudah lelah.

Semua badannya terasa pegal, setiap satu jengkal di mulai dari tumit kakinya terasa nyeri. Euis langsung masuk ke kamar dan mendidihkan air untuk mandi malamnya. Euis memikirkan hari-hari tadi saat dia bersama dengan Fany dan Naufal. Euis buru-buru menggeleng, berharap berhenti memikirkan hal aneh yang akan membuat dirinya semakin lelah. Saatnya memeluk bantal, memandangi Morgan, lalu terlelap dalam buaian mimpi. Euis merenggangkan tubuh kakunya dan tiba saatnya untuk menjatuhkan diri pada dunia khayalnya.

Berhubung Sport Garden sedang mengadakan perbaikan, maka Euis akan menyusun jadwal agar dirinya dapat pulang ke rumah orang tuanya. Euis tersenyum lalu matanya sudah tak tahan lama untuk terbuka, tetapi sebuah panggilan mengejutkannya.

"Halo?"

"Ehm, teman Fany?" tanya laki-laki yang meneleponnya.

"Siapa ini?" Euis memberi pertanyaan yang seharusnya. Namun, wanita yang rambutnya masih terbalut handuk itu mengerutkan kening. "Ketawa?"

"Oh, maaf." Laki-laki itu menghentikan tawanya. "Kalian mirip! Ah, mungkin gara-gara sering tinggal bareng, ya?"

"Siapa!" bentak Euis, alih-alih menjawab pertanyaan konyol itu.

"Oh, aku? Yang buat Fany jadi begitu! Haha!"

"Huh?"

Mode 15% ✓ [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang