Epilog: Mode Nyaman

73 10 0
                                    

Naufal menyapa Euis dan Fany yang berbincang banyak hal sejak tadi. Kolam renang Sport Garden sudah bertambah luas dan omset semakin membludak, bahkan hari esok akan dibangun taman di belakang, di sebelah kolam renang anak. Suasana asyik membalut ketenteraman untuk ibu-ibu yang menunggu. Kebijakan hakiki, kata Mang Juned.  Bapak-bapak itu sudah menikahkan anaknya yang pertama.

"Oh, halo Bos!" balas Euis semangat, mata wanita itu kembali ke depan laptopnya untuk membuat rancangan wallpaper baru yang akan di pasang di taman nanti.

Fany hanya menyapa lewat senyum seraya menggeleng dengan tingkah Euis yang masih kekanak-kanakan. Mereka masih memberi jarak selepas badai menghantam begitu kuat dalam kehidupan mereka.

"Euis pengen tanya Kang?" Euis menghentikan kegiatannya untuk menghadap pada laki-laki di sebelahnya.

Naufal tersenyum. "Marwan dituntut tujuh tahun penjara karena membunuh Herman." Laki-laki yang tampak segar padahal matahari sudah bersembunyi entah di mana itu mendahului Euis yang padahal—

"Tahu, kok, sebenarnya yang Euis mau tanya itu–" Euis memberi jarak pada pertanyaan selanjutnya dengan menelan saliva. "Kang Naufal yang sengaja nyuruh Herman buat ngebut karena tahu Marwan bakalan datang."

Mata Fany membulat, Mang Juned pun terkejut karena pertanyaan tak bermoral yang menuduh anak bosnya sendiri. Euis menatap penuh kecam pada bola mata hitam yang pernah menghanyutkan.

"Is—"

"Sangkal jika bukan." Euis memotongnya cepat. Mang Juned menghindari para pemuda yang menjadi serius itu. Satu bulan telah berlalu, saatnya Euis tahu kebenarannya.

"Bukan. Kami memang merencanakan untuk menghukum Marwan di tempat kerjanya agar bisa mengganti uang yang hilang. Dia satpam bank dan mudah mengeluarkan dia dari sana." Naufal menjelaskan sambil menatap mata Euis.

Euis mengangguk. Tidak ada alasan lain kenapa dia harus bertanya lebih jauh untuk mengetahui yang sudah menjadi takdir.

"Tapi Herman," lanjut Naufal. "Dia memang berniat menjatuhkan diri, dia kasih tahu akunya telat. Makanya aku datang pas kejadiannya udah terjadi."

Euis menatap Fany yang tertunduk. "Chh. Jangan mikirin masa lalu," canda Euis. "Naufal masih bujang."

Fany langsung menatap Euis tajam dan mendelik. "Dia udah move on ke kamu, bukan aku," balasnya lembut. Fany mengusap pipi Euis. Lalu beranjak meninggalkan sejoli itu.

Naufal menggenggam tangan Euis lalu berucap, "Fany bener."

"Aku tahu," timpal Euis sambil tersenyum. "Siapa coba yang suka ngirim makan sama hadiah permintaan maaf setiap hari."

"Kamu—"

"Iya, aku!" balas Euis semangat. Mereka berdua tersenyum menyambut malam yang hangat.

Mode 15% ✓ [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang