16. Setitik Perhatian kecil

613 61 0
                                    

Pagi ini Chacha dan kedua shabatnya pergi ke kampus bersama, karena ada jadwal kuliah pagi. Chacha terlihat lebih fresh dari kemarin, benjolan di kepalanya pun  sudah tidak terlihat, namun masih berbekas berwarna biru kehijauan.

Chacha dan kedua sahabatnya menyusuri koridor kampus untuk sampai di kelasnya, karena jadwal kelas hari ini ada di lantai dua.

“lo bisa naik tangga Cha?” tanya Anita khawatir.

Chacha menaikkan sebelah alisnya “terus kalo gue nggak bisa lo bakal gendong gue gitu” jawab Chacha.

“ehe, yaa kagak sih, cuman biar dikata peduli aja”

Anita menonyor dahi Rein “Chacha yang kejedot, kok malah lo yang bego?” gemes Anita.

Chacha terkekeh.

“yailah orang nanya doang”

“lagian pertanyaan lu kagak ada mutunya, si Chacha tuh cuma lecet doang, kagak patah tulang” geram Anita. Rein hanya meringis tak berdosa.

“astaghfirullah, nauzubillah”sambung Chacha.

“udah lah buru, ngapa jadi ngeributin gue sih?” ujar Chacha jengah.

“PD lo” Ucap Anita dan Rein barengan. Chacha terkekeh.

Mereka bertiga akhirnya melanjutkan langkahnya untuk menuju ke kelas. sesampainya di kelas, Chacha langsung menuju tempat duduknya dekat dengan kedua sahabatnya dan manusia 4D.

Selang beberapa menit, dosen pun masuk ke kelas. Dosen yang di tunggu-tunggu oleh kaum hawa, siapa lagi jika bukan Arza.

“selamat pagi” ucap Arza melayangkan pandangan ke seluruh mahasiswanya dengan muka datar miliknya.

Namun, pandangan Arza sempat terhenti saat melihat Chacha duduk di bangku baris ke tiga, Arza kaget dengan kehadiran Chacha, Arza mengira Chacha tidak akan mengikuti kelasnya pagi ini dikarenakan kejadian kemarin yang menimpanya.

“selamat pagi Pak” ucap seluruh mahasiswa di kelas.

“kita lanjutkan materi minggu kemarin” ujar Arza mulai menerangkan materi-materi kepada mahasiswanya dengan fokus.

***

“baiklah, sampai disini ada yang mau ditanyakan?”  ujar Arza menatap mahasiswanya.

Seluruh mahasiswanya hanya diam, kemudian menggeleng pelan. Arza tau, tidak semua mahasiswanya mendengarkan materi yang disampaikannya.

“jika tidak ada, saya yang akan bertanya” semua mahasiswa di dalam kelas menegang mendengar ucapan Arza barusan, terkecuali Chacha yang memasang wajah santai sambil memainkan kepalanya yang seperti ubun-ubun bayi. Bagi Chacha memainkan kepala yang lembek itu menyenangkan.

“Chacha, jika kamu masih pusing, silahkan ke UKS” ujar Arza datar.

“ehh enggak kok Pak, udah nggak pusing” jawab Chacha gugup.

“emang Chacha kenapa Pak?” pertanyaan Arul membuat Chacha membelalakkan matanya.

Kedua sahabatnya beserta manusia 4D hanya terkekeh. Sedangkan Arza tetap dengan muka datarnya.

Chacha tidak sadar, dengan jawaban yang sudah di lontarkan barusan. Chacha kaget tentunya, takut jika Arza akan berkata jujur.

Tentunya semua teman-teman Chacha bergantian menatap Arza dan Chacha seraya menunggu jawaban.

“kamu tidak lihat kepala Chacha memar begitu?” ucap Arza sesantai mungkin, tidak ingin menampilkan rasa gugupnya. Chacha akhirnya bernafas lega mendengar jawaban Arza.

Wujud Impian (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang