“Lo berdua beneran nggak ada yang mau ikut sama gue?”
Tanya Chacha untuk yang ke tujuh kalinya pada kedua sahabatnya itu. Anita dan Rein kompak menggeleng. Mereka bertiga sedang berada di stasiun mengantar kepulangan Chacha ke Yogya. Liburan semester kali ini Chacha memilih untuk pulang ke Yogya atas desakan dari Mamanya.
Mamanya meminta Chacha untuk pulang ke Yogya dikarenakan seluruh keluarganya banyak yang berkunjung ke Yogya, bisa dibilang edisi pulang kampung.
“Ish, kemaren-kemaren bilang katanya kalo libur semester pada mo liburan ke Yogya” ujar Chacha sembari memutar bola matanya malas.“Nanti deh Cha kita jadwal ulang, ini bener-bener gue nggak bisa ke Yogya, masih ada acara disini yang belum gue selesein” ujar Rein dengan tatapan merasa bersalahnya.
“Sebenernya gue juga pengen banget ikut lo Cha, cuman ya sory aja belum bisa. Gue mau temenin Fandi ikut sidang putusan buat kasus Mama nya dia, doain ya semoga bisa bebas dalam waktu dekat”
Chacha tersenyum haru melihat kesetiaan Anita. Sahabatnya ini benar-benar mendampingi Fandi dalam masa susahnya. Kesetiaan Anita patut diacungi jempol.“Hmm, semangat ya Ta, gue percaya setitik kebaikan pun pasti akan terbalas. Gue yakin dibalik kesalahan Mamanya Fandi, pasti dihati terdalamnya beliau mempunyai segudang kebaikan hati. Gue doain yang terbaik buat lo” ujar Chacha menepuk bahu Anita menguatkan.
“Yaudah, lo hati-hati ya Cha, kabarin kita kalo udah nyampe Yogya, salam buat Mama Rumi sama Om Bima”
“Sip, InshaAllah nanti gue salamin” Anita dan Rein pun akhirnya pergi dari stasiun.
Pandangan Chacha mengarah ke sekitar stasiun, menantikan seseorang yang sedari tadi malam sulit ia hubungi. Bolehkah Chacha sekarang mengharap kehadiran Arza yang tiba-tiba datang ke stasiun? Chacha tersenyum kecut , lima belas menit lagi keretanya datang, namun hatinya masih saja ragu untuk meninggalkan Jakarta sebelum menemui Arza. Akhirnya Chacha memilih masuk dan mulai menyerahkan tiket dan KTP nya kepada petugas untuk masuk ke dalam stasiun.
Chacha duduk di kursi tunggu, mengecek kembali ponselnya, sinyal penuh namun tak ada notifikasi apapun yang ia dapatkan, Chacha menepuk dahinya pelan, ia lupa tidak mengisi paket kuota, karna selalu menggunakan WiFi yang dipasang dikontrakannya.
Chacha menghembuskan nafasnya pasrah, sudahlah, toh jika memang masih diizinkan berbicara dengan Arza, bagaimanapun nanti pasti akan bertemu.
“CHAA” tepat dimenit ke tujuh sebelum keberangkatan Chacha mendengarkan suara seseorang yang memanggil namanya. Ia mengalihkan pandangannya, melihat seorang pria dengan kemeja putih yang digulung sampai lengan, dengan dipadukan celana bahan hitam berlari ke arah Chacha.
Arza menetralkan deru nafasnya.
“Maaf” satu kata meluncur dari mulut Arza. Chacha tersenyum kemudian mengangguk.
“Chacha pamit ya, sampai ketemu lagi” ujar Chacha pelan. Arza berdiri dihadapan Chacha sambil membawa sebungkus roti dan satu minuman dingin, kemudian ia serahkan pada Chacha.
“Buat bekel diperjalanan, hati-hati ya. Kabarin saya kalau sudah sampai”
“Maaf untuk akhir-akhir ini, saya jarang menghubungi kamu. Mungkin setelah semuanya stabil, komunikasi kita akan membaik”
“Chacha tau, dan Bapak nggak perlu minta maaf. Sehat-sehat terus ya, semoga segala urusannya dimudahkan, kerjain pelan-pelan aja, yang penting hasilnya baik. Jangan bergadang cuman hanya kejar biar cepet selese” tutur Chacha, Arza tersenyum bahagia melihat sikap dewasa Chacha.
“Kamu perhatian gini aja saya udah seneng. Kamu jangan ngomong panjang lebar ya, nanti saya makin susah ngelepas kamu ke Yogya. Di jakarta yang deket aja kita udah jarang ketemu, apalagi mau ke Yogya”
KAMU SEDANG MEMBACA
Wujud Impian (REVISI)
Fiksi RemajaMarsha Shaqueena atau yang sering di panggil Chacha, merupakan seorang gadis yang mempunyai sebuah impian bertemu dengan sesosok pria yang bahkan tak pernah ia lihat wujudnya. Namun saat kampusnya kedatangan dosen baru, ia merasakan suatu hal aneh d...