22. Berakhir Sebelum Dimulai

603 45 0
                                    

Sudah dua hari sejak kejadian pengakuan tentang calon istri Arza, Chacha masih berusaha untuk tidak berrtemu dengan Arza terlebih dahulu.

Memang Arza sudah menjelaskan semuanya, tapi tidak mudah bagi Chacha untuk menghilangkan kata-kata yang keluar dari Mulut Bunda Nisa. Jika saja kata-kata itu tidak keluar dari mulut Bunda Nisa, maka kemungkinan Chacha tidak akan sememikirkan ini.

Penjelasan yang kemarin di katakan Arza tidak membuat Chacha lega sepenuhnya, walaupun ada ketulusan disetiap kata yang diucapkan oleh Arza.

Di kampus pun hanya bertemu saat Arza mengisi mata kuliah di kelas Chacha, setelah itu Chacha langsung pergi kemanapun agar tidak bertemu dengan Arza.

Walaupun Arza masih tetap menghubungi Chacha dan sesekali meminta Chacha untuk datang ke ruangannya. Chacha membalas pesan Arza saat sudah berada di kontrakannya dengan alasan tidak sempat membuka ponselnya dan sudah pulang ke kontrakan. Jika sudah begini, tentu saja Arza tak akan memaksa Chacha.
Hal ini dilakukan Chacha hanya untuk berfkir sejenak, langkah apa yang nantinya harus Chacha ambil.

Drrt drrtt

Bunyi ponsel Chacha menyadarkan Chacha dari lamunannnya memikirkan Arza.

Segera Chacha megambil ponselnya di atas nakas samping tempat tidur Chacha. Tertera nama Mama, wanita yang sangat Chacha rindukan. Tidak lama Chacha langsung mengangkat panggilan tersebut dengan mengucapkan salam dan dibalas oleh Mamanya.

“Kamu tuh ya, lama ndak telpon Mama, ndak kangen Mama kamu ya?” suara wanita yang sangat Chacha rinduan ini tidak pernah berubah, selalu saja cerewet, tapi Chacha sayang.

“Suudzon mulu Mama ih” jawab Chacha dengan mengerucutkan bibirnya. Dengan posisi rebahan, kedua kakinya ia angkat dan diletakkan di tembok kamarnya.

“Ya abisnya kamu ndak pernah ngabarin Mama”

“Ya kan bisa Mama dulu yang telfon Marsha”

“Hmm, kamu gimana kabarnya, sehat dong?”

“Alhamdulillah sehat sentosa, kan transferan lancar Ma” kekeh Chacha, selalu saja bercanda untuk menggoda Mama nya.

“Yaudah besok Mama ndak usah transfer lagi”

“Heh, Mama mau Marsha sakit?” Chacha melotot mendengar ucapan horor sang Mama.

“Iya, biar kamu pulang ke Jogja temuin Mama”

“astaghfirullah Ma, kalau ngomong bener-bener ya”

Chacha merasa bahagia mendapatkan sosok seorang Mama yang selalu bisa menjadi tempat berkeluh kesahnya, tempat berbagi cerita yang tidak pernah menuntut apapun darinya.

Mama yang selalu asik diajak untuk bercerita, bertukar cerita. Tidak ada kata segan diantara mereka. Kelak jika Chacha menjadi sorang Ibu, Chacha akan bercermin dengan Mama nya, membuat anaknya nyaman, agar anaknya nanti selalu bercerita tentang apapun padanya.

Satu hal yang tidak pernah Chacha bisa jauh dari Mamanya, yaitu jika Chacha sakit, pastilah Chacha akan meminta pulang bertemu Mama nya walaupun keadaannya sedang tidak baik-baik saja.

Bagi Chacha melihat seorang Mama dan bisa memeluknya itu bisa membuat rasa sakit hilang seketika. Itulah kebiasaan Chacha yang tak banyak orang tau.

“Ya kamu nya si merantau tapi ndak inget balik, ndak lupa jalan pulang kan?”

“Nggak usah disumpahi sakit juga nanti Marsha pulang Ma”

“Kamu pulang kan karna lusa Zahra nikah, coba kalau ndak, Mama jamin kamu ndak bakal pulang”

Wujud Impian (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang