Waktu berlalu, kini hubungan Arza dan Chacha semakin membaik. Walaupun sekarang intensitas komunikasi mereka berkurang, namun sekalinya bertemu mereka selalu membahas hal-hal yang serius, seperti Arza yang menanyakan kesiapan Chacha untuk menjalani hubungan serius, dan Arza yang menanyakan rencana Chacha setelah lulus nanti.
Karna seperti yang Arza tahu, semester depan Chacha sudah akan menyusun skripsi, dan seminggu kedepan Chacha akan akan sibuk untuk menyiapkan laporan hasil magangnya, maka dari itu, pertemuan mereka pun terbilang berkurang akhir-akhir ini, Chacha yang sibuk membuat laporan dan mulai mengumpulkan bahan untuk skirpsinya, sedangkan Arza sibuk untuk membuat beberapa soal untuk UAS para mahasiswanya, dan mengurus perusahaan yang sedang membutuhkan perhatian lebih dari Arza.
Chacha memaklumi itu, Arza sudah tidak pernah menjanjikan sesuatu lagi untuk Chacha, walaupun itu hal-hal kecil seperti berjanji mengajaknya makan bersama atau pulang bersama, karna Chacha sendiri yang menantang keras, ia masih sedikit trauma dengan kejadian beberapa bulan yang lalu, dimana Arza melamar perempuan lain saat hubungannya dan Arza sedang sama-sama berjalan.
“Jangan pernah berjanji jika masih ada kesempatan untuk mengingkarinya” ujar Chacha pada Arza, saat Arza akan mengajak Chacha ke coffee shop miliknya.
“Mengingkari? Kenapa? Saya juga kan nggak berniat untuk mengingkarinya” sela Arza.
“Karna seiring dengan berjalannya waktu, semua janji bisa teringkari, tidak ada yang bisa menjamin sebuah janji akan datang seperti waktu yang diucapkan. Jalani saja dulu apa yang ada”
Chacha memang sangat tidak menyukai orang yang selalu ingkar dengan janjinya, sudah diberi kepercayaan, tapi malah ingkar.
“Jika mau berjanji, berjanjilah pada diri sendiri, simpan janji itu dalam hati dan ingatan, sampai janji itu sampai pada sang pemilik janji dan sosok yang diberi janji” sambung Chacha. Arza tersenyum penuh arti.
Bagi Arza, Chacha merupakan sosok perempuan yang tak pernah menuntut lebih, baik itu pada dirinya, maupun yang lainnya. Chacha itu tipe orang yang selalu mensyukuri apa yang ia dapat. Yang terpenting jangan sampai putus dalam berusaha.
Bolehkan Arza bersyukur sekarang karna telah mengenal sosok Chacha? Arza akan merasa sangat beruntung jika ia benar-benar memiliki Chacha dalam suatu ikatan yang halal.
Perihal coffee shop milik Arza, Chacha sudah tahu mengenai itu. Arza yang menceritakannya sendiri bahwa selaras coffee merupakan usaha yang dibangun bersama Kayla. Chacha turut senang mendengarnya, memang yang ia tahu dari Zahra dulu, Arza merupakan sosok seorang pria yang selalu memperbesar peluang, ia menyukai kopi, makanya ia membuka kedai kopi.
Persis seperti pertanyaan Chacha waktu itu “Kenapa buka kedai kopi?”
“Selain karna ajakan Kayla, saya juga suka kopi, makanya saya buka kedai kopi buat penghasilan saya, selagi ada peluang jangan pernah diabaikan”
Chacha mengangguk paham, bisa dilihat kan? Arza ini selalu memanfaatkan hobinya untuk menghasilkann keuntungan, selagi itu baik kenapa tidak.
“Chacha suka bikin kue, apa Chacha juga harus buka bakery? Toko Chacha kan masih kecil” iseng Chacha bertanya.
“Boleh juga ide kamu, nanti kita kembangkan setelah kita menikah nanti”
Bukan janji, hanya sebuah harapan yang ingin dicapai secara bersamaan kelak. Bukan hanya itu, masing-masing dari mereka juga diam-diam membuat sebuah list impian yang ingin mereka raih bersama nantinya. Apakah list impian yang mereka catat akan semuanya terwujudkan?“Anita kemana Cha?” tanya Rein yang baru saja duduk disebelah Chacha. Chacha langsung sadar dari lamunannya saat Rein menepuk pundaknya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wujud Impian (REVISI)
Teen FictionMarsha Shaqueena atau yang sering di panggil Chacha, merupakan seorang gadis yang mempunyai sebuah impian bertemu dengan sesosok pria yang bahkan tak pernah ia lihat wujudnya. Namun saat kampusnya kedatangan dosen baru, ia merasakan suatu hal aneh d...