01.

2.3K 194 23
                                    

Knock!
Knock!
Knock!

Pintu kayu jati itu terbuka, memperlihatkan sosok tampan dengan kaus putih dan celana training. Surai legamnya mencuat serupa sarang burung, sesekali menguap dan menggaruk pinggangnya.

"Bang, aing tebak pasti maneh baru bangun tidur?" Byanel mencoba menebak hal yang bahkan anak kecil pun tahu.

Di sisi lain, Tondi menatap Byanel dari atas sampai bawah. Sorotnya tampak kebingungan.

"Lo mau kemana, Yan? Bawa koper segala."
Byanel kembali memasang raut sedih. "Gue kabur dari rumah," jawabnya, lesu.

Tondi diam sejenak, kemudian menghela napas panjang. "Bahkan rumah lo di sebelah."

"Gue males di rumah, bang. Tolong angkut gue beberapa hari doang."

"Yaudah, masuk."

Byanel mengulas cengiran lebar, menggeret kopernya memasuki rumah.

"Tutup pintunya," perintah Tondi. Byanel menggerutu, "Baru juga masuk, udah jadi babu."

"Bawel, hoodie gua udah lo cuci belum?"

"Belum," jawab Byanel santai.

Tondi berhenti melangkahkan kaki di anak tangga, lantas berbalik menatap Byanel yang baru saja duduk di sofa.

"Cuci, Besok mau gua pake."

"Kemana?"

"Kepo lo," ucap Tondi, "nongkrong," lanjutnya.

Byanel beranjak sambil memasang raut antusias. "Ikut!"

"Jangan."

"Kenapa?" Rautnya kembali sedih. Karena tak tega, Tondi menghembuskan napas pasrah lalu mengangguk.

_____

Ponsel milik Byanel beberapa kali berdering, tapi langsung ia silent. Kemudian cowok berpipi gembil itu kembali melanjutkan aksinya berkutat dengan makanan.

Tondi yang duduk di samping Byanel mengernyit. "Angkat atuh, siapa tau penting."

"Mama tiri gue paling, biarin lah. Males."

"Kunaon? Kalau mau cerita gua siap dengerin."
(Kenapa)

Byanel menjawabnya dengan kekehan. "Teu nanaon, bro. Masalah kecil doang."
(Gapapa)

"Kangen Bunda?" Tanya Tondi, Byanel tersenyum kecil. "Samperin, dia juga pasti kangen maneh, Yan," lanjutnya.

"Jauh euy, di Solo."

"Rek di anteur ku urang?"
(Mau gue anter?)

"Sok-sokan sia, boga duit kitu?"
(Sok-sokan lo, emang punya duit?)

"Boga, gocap."
(Punya, gocap.)

"Moal mahi atuh kehed, hereuy sugan."
(Gak cukup lah, becanda lu.)

Tondi tergelak.

"Abis makan mau ikut gak?"

Byanel menelan makanannya, kembali menatap Tondi dan bertanya-tanya, "Ke mana? Udah malem juga."

_____

Angin berhembus lumayan kencang, menghasilkan suara gesekan antara ranting di pohon nangka di belakang mereka. Sedikit membuat bulu kuduk berdiri, tapi gakpapa.

"Males, ekspektasi gue nongkrong di warkop padahal." Byanel memeluk kedua lututnya semakin erat.

Di sisi lain Tondi terkikik geli. "Nongkrong di atas genteng lebih asoy, bro."

"Gigi sia asoy, dingin euy!"

Tondi menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Byanel, kemudian merangkulnya erat. "Lebay, Bandung kan emang dingin, kayak gak terbiasa aja."

"Yang orang Bandung siapa, sih?"

"Iya-iya, gua di Bogor."

"Tau, bang."

Setelah itu hening. Tondi sibuk dengan pikirannya, sedangkan Byanel sibuk menghitung bintang.

"Bang Tonduy?"

Tondi menoleh, bergumam sambil mengangkat dagunya. "Hm?" Netranya fokus menatap Byanel yang masih mendongak menatap langit.

"Bintang maneh apa?"

"Scorpio."

"Gue virgo."

"Teu nanya, sih."
(Gak nanya, sih)

"Oh, iya juga. Tapi bang, lu tau gak? Scorpio ada di rasi orion. Bintang yang paling terang di rasi orion itu rigel. Tapi gue lebih suka polaris di rasi ursa minor."

Tondi mendengarkan penuturan Byanel dengan seksama, sesekali mengangguk dan mengerjapkan matanya sebagai respon. Meskipun Byanel tak melihat, karena pemuda manis itu tak henti menatap bentangan langit dengan kedua maniknya yang berbinar.

"Polaris itu bintang utara, bintang paling bersinar ke-48, dia juga bintang petunjuk arah. Katanya, kalau kita tersesat, kita bisa cari polaris. Karena polaris gak pernah hilang. Dia selalu ada siang maupun malam, kecuali kalau ada awan hitam."

Detik kemudian, pandangan mereka bertemu. "Polaris menarik, dulu gue denger cerita ini dari seseorang, dulu gue juga tertarik banget sama dongeng yang gak pernah gue denger sebelumnya dari orang itu. Dan lo tau, bintang paling bersinar nomor satu itu bintang apa?"

Tondi menggeleng pelan, menatap lembut kedua pupil itu sebelum dirinya berdecak sebal dan membuang tatapannya ke arah lain karena mendengar lanjutan kalimat dari Byanel.

"Yang lagi gue tatap."

"Najis, geli. Aing merinding sekujur tubuh."

"HAHAHAHAHAHAHAHA!"

Byanel tergelak keras sambil sesekali memukul bahu Tondi.

"Berisik, anjir! Yan! Udah malem ieu teh euy."
















××

Huge Mood - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang