18.

624 111 2
                                    

Hari menjelang sore, dan keduanya masih asyik bermain di Timezone. Saat ini, Byanel menarik tangan Tondi memasuki photo booth, pada akhirnya Tondi hanya menurut.

"Sebelum pulang, ayo kita buat kenangan di sini." Ucap Byanel, Tondi terkekeh pelan.

Pada saat sesi foto, mereka membuat beberapa ekspresi lucu, bahkan Byanel sempat-sempatnya membuat pose akan mencium Tondi, tapi tangan Tondi menepuk bibir Byanel.

"Gue mau liat hasilnya!" Seru Byanel dengan antusias. Tondi menghela napasnya sambil menyerahkan hasil potretan.

"Kok lu gak mau sih gue cium?" Tanya Byanel, sorotnya memperhatikan foto tersebut.

"Ya lo nya waras dikit kek."

"Loh, wajar kan?"

"Gila aja!"

Byanel menoleh, "kok lu sewot gini sih?"

Tondi mengerjap beberapa kali.

" ... Gak tuh." Lalu mengambil  foto di tangan Byanel, kemudian berjalan keluar photo booth mendahuluinya.

Saat ini keduanya berada di parkiran, dengan Byanel yang duduk di boncengan sedangkan Tondi siap untuk menjalankan motornya.

"Pegangan, Yan."

"Yo," jawab Byanel singkat.

Selama di perjalanan pulang, mereka tidak mengobrol. Langit sore tampak berwarna jingga, lampu-lampu jalan pun mulai menyala.

"Yan ... "

Tidak ada jawaban, Tondi melihat spion motor dan melihat Byanel sedang memejamkan matanya.

"Yan? Hey? Jangan tidur."

"Hm?" Cowok manis itu kembali membuka kelopak matanya. "Enggak kok, gak tidur," lanjut Byanel. Namun, matanya kembali tertutup. sesekali Tondi dapat merasakan helm Byanel beradu dengan helm miliknya.

"Yan, jangan tidur!"

"Eurghh ... Ngantuk atuh!"

"Masalahnya nanti kamu jatuh, Yan."

"Hah?"

"Maksud gua nanti elu jatuh, denger gak sih?"

"Iya-iya denger."

Namun Tondi tak tega ketika melihat Byanel yang menahan kantuk sebisa mungkin.

"Peluk aja, biar gak jatuh."

Mendengar itu, lantas tanpa ragu Byanel melingkarkan tangannya di perut Tondi, pipinya bersandar di bahu milik Tondi. Dapat Tondi lihat pipi gembil itu seolah akan tumpah, bibir mungilnya mengerucut lucu. Ah, gila lucu banget.

"Jangan ngiler."

"Uhum~"

Ini pertama kalinya Byanel bertingkah seperti itu. Tangan mungilnya melingkar erat di perut Tondi, hangat. Sesekali dapat Tondi rasakan kalau telapak tangan itu mengusap perutnya.

Gila. Perut Tondi seakan ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan bebas. Lantas ia menggigit pipi dalamnya, berusaha menyembunyikan senyuman sebisa mungkin.

"Jangan baper."

Seketika Tondi mengerjapkan matanya, pupilnya bergerak ke segala arah. Dia salah tingkah, karena mendengar Byanel bergumam barusan.

"Gak. Ngapain gua baper sama lu, lu kan adek gua."

"Uhum~ baper juga gapapa, gue tanggung jawab nih."

"Tch! Tidur mah tidur aja, Yan."

Lalu, hening.

Byanel tak menjawab, dia tak tidur tapi matanya masih terpejam, entah kenapa ia malah mengendurkan pelukan di perut Tondi. Tondi yang menyadarinya langsung memegang kedua punggung tangan Byanel. Dia pikir, adiknya itu sudah terlelap. Tondi takut Byanel jatuh.

__________

Langit malam dengan bulan purnama. Langitnya menjadi lebih cerah, sesekali terdengar suara binatang malam, ditambah angin dingin yang tak terlalu kencang.

Byanel berdiri di depan gerbang, masih dengan helmnya yang masih terpasang di kepala. Sedangkan Tondi bersiap untuk berangkat lagi menuju Bogor.

"Gak nginep di sini aja gitu?"

Tondi tersenyum, lalu menggeleng pelan. "Gua gak bawa perlengkapan, buat kelas besok."

"Ya udah. Hati-hati di jalan, jangan ngebut. Ah sia mah ketang sok ngebut, teu meunang di omongan."

"Iya-iya, gak ngebut. Salam buat orang-orang di rumah. Gua berangkat, ya?"

Byanel mengangguk.

Tondi masih diam.

"Loh, katanya berangkat? Ada yang mau diomongin lagi kah?"

"Dompet gua mana?"

Byanel auto membulatkan bola matanya. "Anjir iya! Duh, untung lu inget. Bentar, gue ambil dulu ... "

"Gak usah. Simpen aja, gak ada apa-apa di dalemnya."

"Yang boong lu?"

"Bener."

"Okay, thanks bro. Lumayan."

Tondi kembali terkekeh, "see you tomorrow, Janardana." Setelah mengatakan kalimat itu, ia mengambil tangan Byanel dan mengecup punggung tangan itu dengan cepat.

Byanel syok.

"Barusan salim dulu. Hehe, gua berangkat. Assalamualaikum."

Vespa biru itu mulai melaju bergerak menjauh, yang tertinggal hanya jejak asapnya. Kini, suasana menjadi hening.

Byanel sibuk menatap punggung tangan dengan pandangan kosong.

"Wa'alaikumsalam," gumamnya nyaris tanpa suara.

Malam ini, tepatnya di hari rabu. Byanel mulai meragukan dirinya sendiri. Lagi.








××

Huge Mood - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang