20.

662 109 11
                                    

Tondi berdiri di ambang pintu, menatap seseorang di hadapannya dengan wajah yang penuh lebam dan beberapa plester. Lukanya bertambah, sobek di sudut bibirnya masih basah. Bukankah harusnya sudah kering?

Masih tidak percaya kalau Byanel datang ke Bogor. Saat ini, di hadapannya. Dengan senyum di balik luka menyedihkan itu.

"Hai?" sapanya.

Tondi menatap lekat wajah adik sepupunya, tak ada niat untuk menjawab sapaan atau bahkan bertanya.

"Hey, kok diem?" Byanel kembali bertanya, melambaikan kelima jarinya di depan wajah Tondi.

"Kata kak Abin, lo gak ada kelas. Makanya gue ke sini buat samperin lo." Karena Tondi tak kunjung mengeluarkan suaranya, Byanel menghela napas panjang. "Okay, gue ke sini ada maksud tertentu."

Kemudian Tondi mengangkat sebelah alis, menunggu Byanel melanjutkan perkataannya.

"Mau menagih janji, traktir eskrim goreng. Hahahaha!" Byanel tertawa, tapi setelah itu ia meringis memegang sudut bibir.

Tondi berdecak. "Sengaja dateng ke sini buat eskrim goreng, atau mau tunjukin luka itu?" ucapnya, "masuk, ceritain di dalem."

Di sini lah keduanya, duduk berhadapan di atas ranjang milik Tondi. sesekali ia mengobati luka di sudut bibir Byanel menggunakan alkohol dan kapas.

"Shh— perih," ringis Byanel.

Lantas Tondi mendekat, meniup sudut bibir Byanel dengan perlahan. Byanel yang mendapat perlakuan seperti itu mematung, tubuhnya membeku. Ia memilih untuk mengalihkan pandangannya, tidak berani menatap wajah Tondi sedekat itu. Tondi yang menyadari tingkah Byanel kemudian terdiam, lantas melihat kedua netra itu dan ranumnya bergantian.

"Kali ini berantem sama siapa?" tanya Tondi dengan intonasi rendah.

Byanel menundukan pandangannya.

"Yan, sejak hari itu lo jadi menutup diri, lo gak mau cerita sama gua. Dan setiap kali kita ketemu, luka di wajah lo baru lagi. Siapa yang buat lo kayak gini, hm?"

Cowok berpipi gembil itu lagi-lagi tak menjawab, namun Tondi dapat melihat Byanel perlahan meremat bantal di sampingnya.

"I-itu, gue ... " Byanel menggigit bibir dalamnya, terlihat jelas pupilnya yang bergerak gusar menahan air mata.

Tondi bingung, ia tak tahu apa-apa. Melihat Byanel seperti ini ternyata membuat hatinya terluka. Pada akhirnya, Tondi menarik kepala Byanel secara perlahan, dan menyatukan dahi mereka.

"Cerita kalau lu udah siap buat cerita, Ya? Gua bisa nunggu."

Detik berikutnya, hati Tondi terasa diremat setelah mendengar isakan kecil yang keluar di ranum Byanel. Isakan tertahan yang berusaha Byanel hentikan.

Tondi beralih memeluknya. "Hey, jangan ditahan," bisiknya sambil sesekali mengusap surai belakang Byanel.

"Bang tondi ... "

"Hm?"

"Ayah udah tau, dan gue gak tau siapa yang berani bilang ke ayah soal rumor di kampus." Ucap Byanel disela isakannya. "Terus, terus gue dipukul. Katanya, dia kecewa ... Kecewa sama gue, kecewa katanya." Byanel menyembunyikan wajahnya di ceruk leher milik Tondi. "Kata ayah, kalau bunda tau, bunda juga kecewa ... "

Hening sesaat. Rematan di punggung Tondi saat ini menandakan bahwa Byanel sedang terluka. Isakannya semakin ia tahan, air matanya pun semakin membasahi leher Tondi.

"Khh— g-gue bahkan belum cerita, tapi ayah gak mau dengerin gue. Ayah pukul gue tadi, gue takut. Huuuuu ... "

"Ssstt ... Jangan takut, gua di sini. Gua udah peluk lu, lu aman sekarang." Tondi mengusap punggung Byanel penuh sayang.

"Ayah kecewa sama gue. Tapi dia kecewa buat apa? Itu bahkan cuma rumor. Kenyataannya, kita cuma temen, gak ada hubungan apa-apa. Gimana biar ayah percaya? Atau ... Atau lo jelasin ke ayah langsung, siapa tau dia percaya! Iya, bener!" Byanel melepas pelukan, dia menggenggam kedua tangan Tondi dengan erat. Kedua netra yang dipenuhi air mata itu menatap Tondi.

"Ayo! Ayo jelasin ke ayah, Ayo! Gue bawa motor sendiri kok, kita harus cepet sebelum bunda tau."

Tondi yang mendengar keputus asaan Byanel hanya diam tak bergeming, membiarkan Byanel mengoceh tanpa memberi perlawanan.

"Bang! Jangan diem aja! Ayo!"

"Yan, tenang, tenang dulu."

"Gak bisa!"

"Byanel."

"Makanya ayo! Bang Tondi!"

"Byanel!"

Byanel tersentak mendengar Tondi membentak begitu keras, dan ini pertama kalinya ia menatap raut kesal Tondi padanya.

"Lo bisa diem gak? Gua gak paham sama lo! Lo itu terlalu buru-buru, Yan!"

Mendengar itu, Byanel menautkan alisnya menatap Tondi. "Lo marah sama gue? Okay, lo gak mau bantuin gue. gue paham."

"Bukan itu yang gua maksud!"

"Terus apa?!"

"Kalau gua jelasin pun lo gak bakal paham!"

"Makanya bilang! Lo belum jelasin makanya gue gak paham, sialan!"

"Byan!" Tondi mendorong Byanel sampai telentang, lantas ia mengungkungnya. "Jaga bahasa lo."

Byanel berusaha keluar dari kungkungan itu. "Minggir, lo berat!"

Mendapat perlawanan, Tondi meraih kedua tangan Byanel dan menguncinya di kedua sisi.

"Gimana gua bisa jelasin ke Ayah lo, sementara lo masih ngeraguin diri sendiri! Apa yang lo pikirin, sih?" Tondi meremat pelan pergelangan tangan Byanel. "Yan ... Waktu itu, kenapa lo gak jawab pertanyaan dari Lia?" Lanjutnya.

Byanel berdecak malas. "Pertanyaan apa?"

"Lo pikir gua gak tau? Gua denger semuanya! Lo bahkan rela dipukul daripada jawab. Ini gua gak yakin, tapi kayaknya lo masih gak terima kenyataan kalau lo suka sama cowok, apalagi cowok itu adalah gua sendiri."

Mendengar rentetan kalimat itu, Byanel bergerak gusar di bawah Tondi. "Ngomong apa sih!"

"Gak usah pura-pura gak tau. Dari tingkah lo, udah ketauan."

Byanel mengernyitkan dahinya. "Dengerin ya, gue masih suka cewek!"

"Gua juga masih suka cewek! Meskipun akhir-akhir ini suka sama cowok."

"Karena lo bisex!"

"Lo juga!"

"Gue nggak!"

"Iya!"

"Gak!"

Tondi menghela napas kasar. "Sekarang jawab, lo suka sama gua atau gak?"

"Apa sih?!"

"Jujur!"

"Cih, penting?!"

"Penting lah!"

"Untungnya apa?"

"Biar gua tau."

"Kalau gak mau jawab, apa yang bakal lo lakuin?"

"Gua bakal perkosa lo."

"Gue bilangin bokap lo ya?!"

"Silakan, di rumah ini cuma ada kita berdua. Dan ketiga anak kucing."

"Bang Tondi!"

"Apa sayang?"

"ARGHHHH SIALAN, GUE GAK MAU JAWAB!"





























Senyuman terpatri di wajah Tondi, "with my pleasure."

××

Huge Mood - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang