21.

667 116 12
                                    

warn! nsfw
lil bit.






"With my pleasure."

Byanel membelalakkan matanya, tubuhnya berusaha untuk keluar dari kurungan Tondi. "Sia gelo?! Jangan bercanda! Gak lucu!"

"Yang bercanda siapa? Gua serius mau perkosa lo," jawab Tondi dengan santai.

Jantung Byanel berdetak dua kali lebih cepat ketika melihat Tondi di atasnya sedang tersenyum, senyum di bibirnya sedikit terbuka, di sela senyuman itu ia melihat Tondi menjilat bibir bawahnya.

Sial! Kayaknya cowok bebal itu serius.

Lantas Byanel mencengkeram bisep Tondi, matanya melotot, serta pipi gembilnya bersemu.

"Lo gak inget kalau kita sepupu, hah?!"

"Sepupu jauh, aman kok."

"Aman?!" Byanel berseru dengan emosi.

Sementara itu, Tondi terkekeh. Ia menumpu tubuhnya dengan siku, tangan yang satunya mengelus surai Byanel, menelusuri pipi hingga leher.

Byanel gemetar, matanya terpejam merasakan sentuhan sensual yang kakak sepupunya itu berikan.

"Kalau gua sentuh ini, apa yang lo rasain?" Tangan milik Tondi bergerak turun menyentuh dada Byanel, telunjuknya menekan nipple yang masih terbungkus kain tersebut.

"Gue gak ngerasain apa-apa." Byanel menjawab dengan intonasi rendah.

Tondi beralih menelusupkan tangannya ke dalam, memainkan telunjuknya di sana. Gerakan memutar, menekan, serta bergerak acak yang membuat napas Byanel tercekat.

"Ha—— shit!"

Tondi melihat perut Byanel bergetar, dadanya bergerak naik turun mengatur napas.

"Lo sensitif banget ternyata," ucapnya pada Byanel.

"Makanya berhenti! Ahmph--"

"Gimana gua bisa berhenti kalau suara lo bikin candu." Tondi menyingkap hoodie tersebut sampai memperlihatkan setengah tubuh mulus milik Byanel. Ia mendekatkan wajahnya dan tak segan-segan untuk menggigit nipple Byanel hingga tubuh mungil itu mengejang melengkungkan punggungnya.

"Argh–— stop tondi, hiks lo bercandanya keterlaluan! Gue takut!"

Mendengar isakan itu, Tondi terdiam. Ia sadar, apa yang ia lakukan adalah salah. Niat awalnya memang bercanda, tapi setelah mendengar rintihan serta melihat tubuh sensitif Byanel, birahinya terpancing. Di sisi lain ia telah berhasil, untuk tidak mencium Byanel.

Setelah itu, Tondi berhenti mengungkungnya. Ia bergerak ke samping Byanel dan segera memeluk tubuh mungil itu dengan erat.

"Maaf, Yan. Maaf."

Byanel menahan tangisan di dekapan Tondi.

"Gua gak bakal ulangin kesalahan ini lagi," lanjutnya.

"Bercanda lo kelewatan, gue takut sama lo." Byanel segera melepas paksa pelukan Tondi, lalu beranjak duduk. "Gue mau pulang."

Tondi menarik tangan Byanel sampai ia telentang kembali. Mengunci tubuh Byanel dengan pelukan lembut namun mendominasi sehingga Byanel mau tak mau berada di posisinya.

"Kalau lo pergi sekarang, gua semakin bersalah. Jadi, diem. Diem di sini. Okay? Diem."

Byanel menciut, pandangannya mendongak menatap wajah Tondi, alisnya bertaut sedikit terangkat di ujung.

Tondi menunduk, menatap balik tatapan Byanel.

"Kenapa, Yan?" Tondi menyisir rambut Byanel menggunakan jemarinya dengan lembut. "Mau nonjok gua? Gapapa, ayo. Asal itu bikin lo gak marah lagi."

"Gue gak marah lagi," sela Byanel dengan cepat. Ia luluh, luluh ketika melihat tatapan yang Tondi berikan padanya. Ada kehangatan di sana, nyaris seperti tatapan sosok Ayah. Begitu tulus dan menenangkan.

Tondi tersenyum manis, mengusap surai belakang Byanel. "Makasih, Yan. Jangan takut sama gua, ya? Gua mohon."

Setelah itu Byanel mengangguk, lalu menelusupkan wajahnya di dada bidang milik Tondi.

"Yan?"

"Hm?"

"Geli ya, jarang banget kita ngeliatin rasa sayang secara langsung."

Byanel kembali mendongak, kemudian memukul pinggang Tondi. "Tsundere ah lo."

"Maen pukul aja ni, sakit tau."

"Lagian lo aneh, geli tapi gigit gue. Lo gak geli apa ngelakuin itu?"

Tondi menggeleng pelan. "Enggak, yang harusnya geli kan elu."

"Iya sih, geli geli sedep."

"Mau lagi gak?"

"Gak ah, ntar lo ketagihan."

"Salah, yang ketagihan pastinya lo."

"Lo juga."

"Kaga."

"Iya!"

"Yaudah iya-iya."

Byanel terkekeh, mencubit hidung bangir milik Tondi sampai sang empunya mengaduh.

"Udah ah, geli gue dipeluk lu." Byanel membalikan badannya.

"Ah gak usah boong lu." Lantas Tondi menggeser untuk memeluk Byanel dari belakang.

"Kampret," umpat yang lebih muda.

Tondi hanya tertawa sebagai responnya. Detik kemudian ia memejamkan mata, menghirup aroma vanilla di ceruk leher Byanel. Menghirupnya dalam-dalam, lalu menghembuskan napas panjang, setelah itu menghirupnya lagi.

"Geli, bang Tonduy."

Tondi tak peduli, ia melingkarkan tangannya di pinggang ramping Byanel sampai ke perut.

Byanel hanya diam. Pikirannya kosong, namun jantungnya berdetak kencang, lagi-lagi kupu-kupu di perutnya berterbangan bebas tak tentu arah.

Sudah berhari-hari dia bertarung dengan pikirannya sendiri, tapi sampai sekarang ia masih ragu. Ia pikir, perasaan ini cuma hanya datang sementara. Mungkin beberapa hari kemudian akan hilang.

Tapi nyatanya, ini sudah berminggu-minggu. Tapi setiap kali dekat dengan Tondi, kupu-kupu itu datang lagi.

Lalu Byanel kembali tenggelam dalam ketakutan, mengingat beberapa jam yang lalu ketika sang Ayah memukul wajahnya menggunakan buku besar berkali-kali.

Sekarang kalau dia mengelak pun, rasanya percuma. Ayah sudah terlanjur tahu tentang rumor itu. Kalau sudah begitu, kenapa tidak sekalian saja ia meng-iya-kan perkataan Ayah?































"Byanel ... Lo tumbuh jadi sosok manis yang berhasil bikin gua kacau."

Damn!

××

Huge Mood - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang