08 | Rindu

14 4 0
                                    

Assalamu'alaikum temen-temen ^^

Selamat membaca
Semoga suka, ya ^^

--- >•< ---

She menyandarkan sepedanya di tembok dekat pagar pintu masuk. Matanya kembali menatap secarik kertas yang terukir alamat tempat ia mengantarkan pesanan roti. Setelah dirasa tidak salah, ia mengangkat kardus yang berisi pesanan pemilik rumah itu.

She masuk ke dalam, cukup luas halaman rumah itu dengan taman dan kolam ikan dengan ukuran kecil, namun cukup bersih menurut She. Langkah kakinya terus berjalan sesekali melihat kanan kiri mengagumi desain rumah itu. Tidak mewah tapi cukup elegan.

Di tatapnya pintu berbentuk persegi panjang itu dengan ragu. Rumah itu terlihat cukup besar, namun sepi. Masih dengan perasaan ragunya, She mengetuk pintu itu. Sambil mengucapkan salam dengan keras agar pemilik rumah segera membuka dan She bisa segera pulang.

Tiga menit She menunggu, pintu itu akhirnya terbuka. She sedikit terkejut melihat siapa yang membuka pintu itu. Seorang remaja perempuan yang She sendiri tak asing, Sava. She sekarang jadi tahu, pemilik rumah yang bagus ini adalah Sava. Em, bukan-bukan. Maksud She orang tua Sava.

"E-eh l-lo Sav?" ucap She menutupi canggungnya.

"Kenapa?" tanya Sava.

"E-enggak. Ini gue mau nganterin pesanan lo."

"Pesanan Mama gue kali."

"Ah iya, itu maksud gue."

"Udah di bayar belum?" tanya Sava mengambil alih kardus itu dari tangan She.

"Udah. Kalau gitu gue pamit. Bilangin makasih buat Mama lo udah bantu larisin toko Ibu gue, ya."

"Udah kehendak Allah."

She mengangguk, "Iya."

"Assalamualaikum," pamit She.

"Wa'alaikumussalam."

Save berbalik masuk ke dalam rumah bersamaan dengan She yang melangkah menuju sepeda birunya.

Sava meletakkan kardus itu di atas meja. Lalu mengintip She dari jendela memastikan bahwa She baik-baik saja.

Pandangan Sava masih mengarah ke She, tapi pikirannya berkelana entah kemana. Dia menatap She nanar. Ingatannya kembali pada sahabat kecilnya.

"Gue kangen lo, Si..." ucapnya lirih.

===

Bian menghentikan motornya di depan panti asuhan sering ia kunjungi. Dia menatap bangunan itu, panti ini menjadi saksi ia pernah berada dalam masa sulit. Dia masih ingat saat ayahnya meninggalkan ia dan Ibunya kala itu.

Juga rumahnya menjadi korban kebakaran yang mengharuskan ia dan Ibunya meninggalkan rumah lamanya. Beruntunglah ia bertemu dengan sosok wanita yang baik hati yang menawarkan ia dan Ibunya tinggal di panti ini. Bian menggelengkan kepalanya berusaha melupakan masa pahit itu. Kakinya membawa langkahnya untuk masuk ke dalam.

"Assalamualaikum, ibu," ucapnya seraya mencium tangan ibu pemilik panti itu, yang juga ia anggap sebagai ibunya sendiri.

"Wa'alaikumussalam."

Senja di Ujung KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang