16 |

1 1 0
                                    

Assalamu'alaikum temen-temen ^^

SELAMAT MEMBACA

SEMOGA SUKA, YA ^^

--- >•< ---

She mempercepat jalannya menuju kelas. Tatapan dari siswa-siswi di koridor sangat menyeramkan menurutnya. Ah, tidak, hari-hari juga menyeramkan menurut She. Tapi kali ini dua kali lipat lebih menyeramkan. Ditambah lagi dengan mulut pedas yang melontarkan kalimat pedas yang terdengar di telinga She.

She sebenarnya merasa agak aneh. Tidak biasanya dia menjadi sorotan publik seperti ini. Bukan begitu maksudnya, hanya saja setelah ia berteman dengan Sava waktu itu, ia sudah tidak menjadi sorotan dan yang mengejeknya pun berkurang. Sebesar itukah pengaruh Sava untuknya? Ia jadi curiga bahwa Sava punya peran besar di sekolah ini.

Tapi sepertinya itu tidak berpengaruh untuknya hari ini. Tatapan mengintimidasi itu terus berlanjut hingga ia sampai di kelas. She tetap berjalan untuk segera duduk di tampatnya. Meski ia sendiri masih binggung letak kesalahannya dimana.

"Nah pelakunya udah dateng tuh," ucap seorang siswa lali-laki yag masih satu seklas dengan She.

"Enggak tahu malu banget masih berani berangkat sekolah."

"Mana wajahnya enggak ngerasa bersalah sama sekali."

She terdiam di tempat. Wajahnya melirik kanan dan kirinya binggung ingin meminta penjelasan.

Seorang siswa laki-laki yang sering membullynya mendekati She. Langkahnya berlagak sombong seperti seorang penguasa kelas.

"Lo kemana aja kemarin enggak ikut acara kelas dirumah gue? Satu kelas kumpul bareng lo malah enggak ada."

"Emang ada acara apa?"

"Halah pura-pura enggak tahu ya, lo?"

"Gue emang beneran enggak tahu. Di grup kelas aja enggak bahas apa-apa?"

"Emang enggak di bahas di grup. Udah di bahas sepulang sekolah kemarin. Lo aja yang langsung pulang."

Ah, ya, She ingat. Ia memang sengaja pulang lebih awal agar bisa berkunjung ke panti dan membantu ibunya untuk mengurus toko.

"Iya, emang sengaja gue enggak ikut."

"Jujur lo kemana aja kemarin?"

"Gue ke panti sama Sava habis itu pulang bantuin ibu gue."

"Enggak usah bohong! Jawab yang jujur!"

"Gue enggak bohong! Lo bisa tanya ke ibu gue kalau enggak percaya. Ada masalah?"

"Ada. Gue lihat lo ciuman sama cowok di ruko kosong dekat toko roti milik orang tua lo."

She terkejut mendengarnya. Otak She tiba-tiba lambat untuk berfikir. Ciuman? Dengan cowok? Dekat dengan cowok saja tidak! Apalagi melakukan hal menjijikkan seperti dugaan temannya ini.

"Hah?" hanya itu kata yang keluar dari mulut She. Mulut She masih kaku. She masih mencoba mencerna apa yang ia dengar. Ah iya, bisa saja ini prank, bukan? Prank kalau mereka semua mengerjainya dan mau berteman dengannya mulai sekarang.

"Hah heh hah heh! Jadi ini alasan lo enggak ikut kumpul sama teman sekelas?"

She menggeleng "Gue ke panti, bukan pergi sama cowok."

"Halah bohong lo! Mana ada maling yang ngaku."

She sudah menjadi perhatian teman-teman sekelasnya. She menahan air matanya sekuat mungkin agar tidak jatuh.

"Sekarang gue tanya sama lo semua. Apa kalau gue ikut, lo semua bakal peduli sama gue? Apa lo semua anggep keberadaan gue?" She tersenyum meremehkan.

"Tiga tahun gue jadi siswi di kelas ini, gue enggak pernah punya temen. Terus untuk apa gue masuk ke pertemanan kalian kalau gue aja enggak lo semua enggak anggep keberadaan gue? Enggak ada gunanya!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senja di Ujung KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang