03 | Panti

19 9 0
                                    

Assalamu'alaikum temen-temen ^^

SELAMAT MEMBACA

SEMOGA SUKA, YA ^^

--- >•< ---

Penderitaan Shezan sepertinya tidak hanya sampai terguyur air mineral saja. Perihal perkataan siswa yang menjabat teman teman sekelasnya -status maksud Shezan- yang mengancam dirinya itu benar-benar direalisasikan.

Kali ini semakin membuat Shezan geram. Bagaimana tidak? Rencananya yang keluar kelas lebih cepat dari biasanya, rencana untuk menghindari stres harus ia kubur dalam-dalam.

Setelah ia sampai di tempat parkir, She melihat sepedanya dalam keadaan mengenaskan. Ban belakang yang bocor dan tampilan sepeda yang penuh coretan spidol permanen.

Sungguh, She ingin marah pada siswa yang menjadi dalang keadaan sepedanya ini. Bukan berprasangka buruk lagi She kini. Ini memang benar-benar ulah siswa tak punya adab yang berdebat dengan dirinya tadi.

Lihatlah bagaimana wajah mengejeknya itu. Dengan dua teman siswa itu -yang juga menjadi teman kelasnya- tertawa mengejek di ujung parkiran dengan melihat kearahnya.

She memilih mengambil sepedanya dan bergegas untuk pulang. Cukup, ia tak ingin lagi melihat kearah gerombolan siswa itu lagi. Sungguh, She muak dengan gerombolan siswa yang sayangnya menjadi teman kelasnya itu.

She menuntun sepedanya keluar dari halaman sekolah. Ternyata tidak sampai di situ saja. Ada siswa lain yabg terang-terangan mengejek sepeda miliknya. Iya She tahu memang hanya itu yang She punya. Bukan kendaraan mewah berupa motor maupun mobil yang She bawa. Pantas saja dia selalu dihina, pikirnya.

She terus melanjutkan berjalannya dengan menuntun sepeda miliknya itu. Tujuannya kini adalah bengkel. Sepengetahuannya, arah belokan dekat masjid ada bengkel kecil. Senyum She sangat merekah kini, mengingat dia akan kembali mengendarai sepedanya setelah memperbaiki ke bengkel nanti.

Lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak padanya. She kecewa melihat bengkel -yang dia andalkan saat ini- ternyata tutup. Benar memang, berharap kepada selain Allah adalah menyakiti diri dengan seni.

She melihat keadaan sekitarnya yang mulai gelap. Lalu mendongak dan beranggapan pantas saja bengkel itu tutup, sepertinya mendung menjadi alasan utama bengkel itu tutup lebih awal.

She memarkirkan sepedanya di halaman masjid. Dia memutuskan untuk beristirahat sebentar di masjid. Dia melirik jam yang menempel di dinding masjid, jam menunjukkan hampir mendekati waktu Ashar. Sepertinya dia harus segera sampai rumah agar bisa menunaikan sholat Ashar awal waktu.

Dia melihat dirinya sendiri. Baju yang basah karena guyuran air mineral, belum lagi keringat yang berpadu pada seragam yang ia kenakan. Sungguh, dia merasa harus mandi terlebih dahulu sebelum sholat.

Dengan terpaksa She meninggalkan masjid itu untuk segera pulang agar bisa menunaikan sholat awal waktu. Tanggannya mengusap bulir keringat yang keluar di wajahnya. Belum lama dia melangkah dari masjid, hujan mengguyurnya.

She memilih meneduh di depan ruko yang sudah tutup. Jika ditanya dia kesal atau tidak, jawaban She sudah pasti iya. Namun She tak ingin mengeluh. She mengambil sisi positif dari turunnya hujan sore itu.

She mengangkat tangannya untuk berdoa. Hujan turun, salah satu waktu mustajab terkabulnya doa. She hanga ingin pulang lebih awal, hanya itu, tidak lebih.

Senja di Ujung KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang