6. PHILOPHOBIA

27 6 1
                                    

Happy Reading
🌼
🌼
🌼

Ting tong!

Tit.. Ceklek

"Ya! Jeno-ya" sapaan itu keluar setelah Jeno membuka pintu apartemen.

"Eo! Wajahmu?" Gadis itu panik saat melihat Jeno dengan wajah lebam sisa semalam. Dengan agresifnya, Kim Nari mendekat dan memegangi wajah Jeno.

"Ya! Menjauhlah!" teriak Jeno dengan ekspresi ketakutan. Tangannya pun sedikit mendorong Nari agar lebih berjarak dengannya. Gadis itu terkejut.

"K-kenapa?" tanya Nari yang tidak mengerti.

"Hh hh hh...." nafas Jeno terengah-engah.

"Keluar dan pergilah!" bentak Jeno menunjuk keluar untuk mengisyaratkan kepada Nari agar pergi dari apartemennya.

"Tapi Jeno?"

"Pergi!"

Nari memilih mengalah untuk pergi karena tak mengerti dengan keadaan yang baru saja ia alami. Jeno langsung menutup pintu apartemen dan berjalan ke dapur. Ia mengambil air putih, lalu menuangnya di gelas bening.

Jeno duduk di salah satu kursi makan. Pikirannya kembali terngiang-ngiang ucapan psikiater yang ia datangi.


"Philophobia?"

Jung Hoseok, seorang psikiater muda yang baru-baru ini tengah naik daun karena berhasil menghilangkan fobia yang di miliki seseorang.

"Iya. Dengan gejala-gejala yang kau alami saat ini, persis dengan pasien yang mengidap philophobia." Hoseok

"Aku baru mendengarnya. Apa itu philophobia?"

"Philophobia adalah fobia seseorang pada cinta. Maksudku seperti ini," Hoseok kembali duduk di hadapan Jeno setelah ia berjalan-jalan ke sekitar ruangan pribadinya. "Jadi kau ini takut untuk jatuh cinta."

"Hah? Bagaimana bisa?" Tanya Jeno terkejut.

"Tidak, ini tidak mungkin. Aku tidak punya fobia apapun selama ini, apalagi fobia aneh seperti itu."

"Tenang Jeno, tenangkan dirimu," ucap Hoseok yang sedikit panik karena Jeno terlihat syok saat mendengar penjelasannya.

"Ini bisa diatasi, kau jangan takut."

Jeno menatap Hoseok dengan cemas. Terlihat dari dua bola matanya, Jeno sedikit ketakutan dengan kabar buruk ini.

"Bagaimana mengatasinya? Beritahu aku." Jeno memegang lengan Hoseok yang tak kalah kekar dengan tangannya.

"Kau bisa menjalankan terapi, minum obat yang aku berikan, dan mengubah gaya hidupmu," jawab Hoseok seramah mungkin.

"Untuk waktu penyembuhan tidak bisa di prediksi. Kembali lagi pada semangatmu untuk sembuh dari fobia ini."

"Sebentar, maksud mengubah gaya hidup itu bagaimana?" Tanya Jeno yang sedikit kurang mengerti dengan penjelasan Hoseok.

"Jadi, kau harus mengubah kebiasaan-kebiasaanmu yang membuat kau terdorong ke fobia ini. Kau juga harus sering berolahraga."

Jeno mengangguk-anggukan kepalanya. "Kalau begitu, bantu aku untuk keluar dari fobia ini," pinta Jeno.

"Dengan senang hati," jawab Hoseok.

Setelah konsultasinya selesai, dua laki-laki itu lanjut mengobrol santai. Keduanya saling menceritakan aktivitas yang mereka jalani agar bisa lebih akrab dan nyaman saat Hoseok membantu Jeno untuk keluar dari fobianya.

REMINISCE : LAST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang