Im Seul menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari Jeno setelah sampai di tempat janjian mereka. Getaran ponsel membuat Im Seul merogoh sakunya tanpa lepas pandang ke berbagai sudut arah. Sekilas matanya melihat layar ponsel untuk menerima sebuah panggilan telepon, setelah itu matanya kembali mencari Jeno yang tak kunjung ketemu.
"Halo, siapa?" Im Seul membuka pembicaraan.
"Menoleh ke belakang."
Tanpa sadar, Im Seul membalikkan tubuhnya dan langsung terkejut karena keberadaan tubuh Jeno yang tinggi ada di belakangnya.
"Astaga, kau hampir membuatku jantungan," keluh Im Seul dengan raut wajah yang masih terkejut.
"Dari mana saja?" tanya Jeno dingin.
"Ya jelas dari rumah, kau pikir aku dari mana, huh?" Im Seul bertanya balik sambil berkacak pinggang. Suaranya yang sedikit naik, menarik perhatian para pengunjung kedai.
Jeno langsung merasa malu karena menjadi pusat perhatian, lalu ia menarik lengan Im Seul untuk masuk ke dalam.
"Ya, pelan-pelan. Aku kan tidak telat, lihatlah jam di ponselmu. Aku tidak telat. Kau jangan menarikku seperti ini," protes Im Seul.
"Bisa diam tidak," bisik Jeno sedikit menekankan setiap kata.
Im Seul langsung mengatupkan bibirnya setelah mendapat teguran dari Jeno. Ia hanya pasrah tubuhnya ditarik oleh Jeno.
Sesampainya di salah satu meja yang kosong, Jeno langsung melepaskan lengan Im Seul sambil berpikir.
Jantungku, batinnya ketika merasakan detakan yang terbilang cepat tapi tak secepat ia mengalami phobia.
Jeno melihat kedua telapak tangannya bingung. Ia juga memeriksa lengan dan tengkuknya. Tetapi masih normal, berbeda dengan sebelumnya. Jeno berpikir phobianya mulai menghilang. Hingga ia tak sadar ditatap Im Seul kebingungan.
"Kenapa?"
Jeno langsung tersadar dan menggeleng kaku. "Tidak. Kenapa memang?"
"Aish aneh sekali kau ini. Kenapa aku punya senior yang aneh sepertimu?" Im Seul mengambil posisi duduk terlebih dahulu.
"Jangan asal bicara ya," ketus Jeno yang ikut mengambil posisi duduk. Kini kedua remaja itu duduk berhadapan.
Astaga, ada apa ya? Kenapa tiba-tiba dia mengajakku bertemu? Apa dia? Apa kami berkencan? Astaga, benarkah? Batin Im Seul.
"Ekhem.... khm...." Im Seul berdehem untuk menghilangkan kecanggungan.
"Ada ap-"
"Paman, Ramyeon pedas dua." Jeno berteriak memotong pertanyaan Im Seul yang baru saja akan ia ajukan kepada Jeno.
"Ada ap-"
"Lemon tea dua paman!" teriaknya lagi.
"Kenapa kau memesan dua?"
"Memangnya kau tidak mau?" tanya Jeno.
"Aku tidak membawa uang, memangnya kau mau membayarnya?"
"Memang aku yang akan membayar," ucap Jeno sedikit angkuh untuk membungkam pertanyaan Im Seul.
"Eo?" Mata Im Seul melihat wajah Jeno dengan intens, sampai-sampai ia tak sadar wajahnya sedikit maju dan mulai dekat, jaraknya sekitar panjang satu penggaris.
"Woahhh!"
Kedatangan Jaemin membuat Im Seul dan Jeno terlonjak kaget. Jaemin mengamati dan menunjuk keduanya secara bergantian. Tak lupa, wajah tampannya yang seketika berubah menjadi raut ledekan bagi kedua remaja itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMINISCE : LAST LOVE
Fanfic【Lee Jeno】 "Takdir itu indah, ya. Bisa-bisanya mempertemukan dua keistimewaan menjadi sebuah perasaan tanpa kepastian"