25. HAPPY OR SAD?

1.7K 364 112
                                    

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN SHARE CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN.

Lili mengacungkan spatula ke arah Awan, Langit, dan Gerhana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lili mengacungkan spatula ke arah Awan, Langit, dan Gerhana. Di sampingnya, Melodi membawa timun untuk melindungi dirinya dan Lili dari ketiga laki-laki itu. Dua lawan tiga itu tidak buruk, Lili dan Melodi bisa mengatasinya.

"Dasar tukang fitnah," tunjuk Awan pada Lili.

"Saya Tuan Putri, bukan tukang fitnah," sahut Lili tak terima.

"Diam!" bentak Langit sambil menunjuk Lili dengan sumpit ditangannya.

"Hey! Jangan melewati batas, ya!" Melodi mengacungkan timun di tangannya ke arah Langit.

"Langit, Gara! Cepat pegangi mereka!" titah Awan yang langsung diangguki kedua laki-laki tersebut. Lili dan Melodi seketika meronta-ronta, ketika Langit dan Gara sekarang memegangi tangan mereka.

"Lepaskan mereka!" Pandangan kelimanya sontak menatap ke ambang pintu dapur, di sana, berdiri sosok Angkasa dengan ujung sarung yang terikat di lehernya. Panci terpasang di kepalanya dan wajan di pegangan tangannya yang ia gunakan sebagai tameng.

"Jangan sakiti mereka," sambung Angkasa sambil membusungkan dadanya.

"Cut!" sela Galaksi tiba-tiba. Hal itu seketika membuat semua pandangan menatap ke arah laki-laki itu, yang sedari tadi duduk di atas meja pantry.

"Kak Angkasa jadi apa?" tanya Galaksi heran.

"Gue jadi kesatria yang nolongin mereka berdua, kan!" tunjuk Angkasa ke arah Lili dan Melodi bergantian.

Galaksi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Kak Angkasa nggak jadi kesatria, tapi jadi dayang."

"Lah-lah, kok gitu?!" tanya Angkasa tak terima.

"Itu kan kesepakatan kita tadi, Kak. Gimana, sih!" sahut Lili menatap sebal ke arah kakak kelasnya itu.

"Gue nggak jadi ikut main, deh. Mana mungkin cogan kayak gue jadi dayang. Apa kata mantan-mantan gue nanti!" Angkasa dengan wajah dongkolnya, melepas properti yang terpasang di tubuhnya tadi.

"Yah ... dasar ngambekan. Yuk, jangan ditemenin!" cibir Lili yang membuat yang lainnya tertawa kecil, kecuali Angkasa yang menatap gadis itu dengan raut sebal.

"Udah bubar-bubar, kita lanjutin buat samyang aja." Awan menengahi pembicaraan mereka. Besok adalah tanggal merah, ketujuh remaja itu berniat menghabiskan malam ini dengan bersenang-senang.

"Yaudah, Bang Awan yang buat Lili sama yang lainnya nonton televisi, gimana?" tawar Lili dengan semangat.

Awan yang mendengarnya, membalasnya dengan senyum tipis.

"Ayo, sifat tidak tahu dirinya dikurangin dikit." Kedua tangan Awan terulur mencubit gemas  pipi adiknya itu, kalau bukan Lili adik tersayangnya, sudah Awan jual di shopee gadis itu dari dulu.

Infinite Feelings [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang