Nino duduk merenung di meja kerjanya, pria itu kembali mengingat pertemuannya dengan pelayan resto tadi siang, wajah perempuan itu tidak asing tapi dia lupa pernah melihatnya di mana.
Dering telepon di atas meja, membuat Nino yang semula menopang dagu kemudian menoleh pada benda itu. Panggilan dari Bima asisten pribadinya, dia mengangkatnya.
"Maaf, Pak Nino. Ada yang ingin menemui anda," ucap Bima yang meja kerjanya berada persis di depan ruangannya.
Nino bertanya siapa, karena seingatnya dia tidak ada janji dengan siapapun hari ini. Beberapa saat setelah pertanyaannya itu, sebuah suara yang teramat ia kenali terdengar di balik telepon.
"Bep! Aku datang."
"Haiis." Nino menjauhkan telepon dari telinganya. "Kupikir kau sudah mati!"
"Iya aku juga sangat merindukanmu."
Jawaban ngawur itu membuat Nino mengernyit geli, namun kemudian tertawa. "Dasar gila," umpatnya.
Nino meletakan gagang telepon setelah mengatakan pada Bima untuk membiarkan tamunya masuk, tidak lama setelah itu seorang pemuda melewati pintu dan tertawa puas saat menutupnya.
"Bep! Aku datang!" Pemuda itu menyapa, lalu kembali tertawa. Nino hanya berdecak malas menanggapinya.
"Mau apa?" Nino bertanya, pemuda itu adalah Arjuna, sahabat yang menemaninya bertahun-tahun kuliah di luar negri dan dengan pria itu juga dia digosipkan tidak normal sampai saat ini.
"Aku suka melihat wajah syok asistenmu," tutur pria itu dengan geli, kemudian mendekati Nino dan menyodorkan tinju pada dirinya.
"Jadi kamu memutuskan untuk pulang?" Setelah membalas tinju pria itu dengan kepalan tangannya, Nino beranjak berdiri, memutari meja kemudian bersandar pada tepiannya.
Pria yang biasa disapa Arju itu menduduki sofa, bersandar di sana, "negara ini adalah tempatku kembali, meski semuanya tidak lagi sama tapi aku nyaman di sini."
Nino yang masih bersandar pada meja melipat lengannya di depan dada. Arju adalah teman seperjuangan, pemuda itu juga memikul beban sebagai penerus dan pewaris utama di keluarganya. Yang membuat keduanya berbeda, Arju berasal dari keluarga yang tidak sempurna.
"Jadi?" Nino yang tidak suka akan basa-basi menanyakan langsung pada maksud pemuda itu datang kemari.
"Aku butuh tumpangan."
Sesaat Nino terdiam, Arju adalah temannya yang paling baik, terlepas dari gosip yang membuat namanya menjadi buruk. Pemuda itu adalah orang pertama yang selalu menolongnya saat dia berada jauh dari keluarga. "Kau diusir?" Pria itu kemudian bertanya.
"Tinggal satu atap dengan mantan kekasih yang sekarang menjadi ibu tiriku, kau pikir aku mampu?" Arju tampak mengadu.
Nino tertawa keras mendengar itu, alih-alih merasa iba, keduanya kerap kali saling mencela jika salah satu dari mereka tengah menderita.
Arju berdecak sebal. "Sepertinya deritaku adalah bahagiamu," sindir pria itu.
"Jadi, gosip bahwa papamu menikah lagi dengan perempuan yang jauh lebih muda itu, benar?" Nino kemudian bertanya, masih tersisa sedikit tawa yang sesekali keluar dari mulutnya.
Arju beranjak berdiri. "Tidak masalah jika dia menikahi gadis di bawah umur sekalipun, aku juga tidak peduli, tapi ini mantanku," ucap pria itu lagi.
Nino terdiam, senyumnya tampak tertahan. "Ya, baiklah," ucapnya. Dia mengizinkan jika sesekali pria itu menjadikan rumahnya tempat untuk pulang, tidak lupa juga dia menceritakan perihal seseorang yang menempati kediamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap (Tamat Di KbmApp)
RomansaSejak dikabarkan gagal menikah, Nino Nakula Adley tidak pernah lagi berhubungan dengan seorang wanita. Hingga berita bahwa dia menyukai sesama jenis membuat keluarga pria itu tidak terima. Nino tidak merasa terganggu akan berita itu, hidupnya normal...