Pagi-pagi sekali, Nino menghubungi Bima untuk menanyakan bagaimana kondisi di sekitar rumahnya, apakah masih ada para wartawan yang menunggu di sana.
Pria itu melangkah ke pintu depan kemudian membukanya. Bersamaan dengan itu sebuah kendaraan mobil yang ia kenali siapa pemiliknya, masuk melewati gerbang dan berhenti di halaman rumah.
"Pokoknya kamu atur aja ya, Bim. Aku mau hari ini semua beres dan nggak ada lagi wartawan yang sibuk cari berita sampai kejar-kejar Yayan." Nino memberi perintah pada Bima, sebelum akhirnya pria itu menutup ponselnya dan menghentikan percakapan mereka.
Sila turun dari mobil, dengan kotak berisi makanan di tangannya gadis itu menaiki undakan anak tangga menuju teras depan rumah, di sana sudah ada Nino, yang kemudian menoleh setelah mematikan sambungan telepon di tangannya.
"Rajin banget pagi-pagi udah namu," sindir Nino saat gadis itu sudah berdiri di hadapannya.
Sila berdecak sebal. Setelah sempat melengos, gadis itu kembali menatap pria di hadapannya. "Yayan masih di sini kan?" tanyanya.
Sejenak Nino terdiam. Tatapannya lembut mengarah pada gadis itu. "Sepagi ini, calon tunangan aku datang cuma buat nyari cowok lain?" tanyanya dengan nada menggoda. "Aku jadi cemburu."
Mendengar itu Sila berdecak meremehkan. "Mana mungkin kamu bisa cemburu? Memangnya masih normal?" tantangnya.
Nino perlahan mendekat, tatapannya tampak aneh. Sila yang tiba-tiba saja merasa terancam, memundurkan kakinya hingga menabrak kursi yang terletak di teras rumah, dia jatuh terduduk di sana.
Nino semakin merapat, menaruh kedua tangannya pada lengan kursi dan mengurung gadis itu di dalamnya. "Bagian mana dari diri aku yang kamu anggap tidak normal, Sila?"
Sila memundurkan kepala, saat pria di hadapannya itu semakin mencondongkan wajahnya. Dia ingin beranjak dan mendorong tubuh Nino untuk menjauh, tapi melihat tatapannya yang begitu teduh, dia justru berubah luluh.
Tidak ada debaran juga rasa hangat di ruang hatinya saat pandangan mereka saling bertemu. Nino terus mendekat, mencari keanehan dalam dirinya. Dan semakin resah saat dia tidak merasakan apa-apa pada gadis itu.
"Eh, maaf."
Suara itu membuat keduanya menoleh. Nino menegakkan tubuhnya, begitu juga Sila yang ikut berdiri dan langsung mencegah seseorang itu untuk pergi.
"Yayan? Tunggu."
Yara yang sudah berbalik dan nyaris melangkah, seketika berhenti. Cangkir kopi di tangannya sedikit bergetar. Melihat kedekatan mereka entah kenapa hatinya berubah gusar. Tidak mungkin dia berani untuk cemburu pada keduanya.
"Aku tadi mau nganterin kopi," ucap Yara saat kembali berbalik, menyodorkan secangkir kopi untuk Nino yang tidak langsung menerimanya.
"Taruh saja di atas meja." Nino memberikan perintah, mulai saat ini dia tidak akan terlalu dekat dengan pemuda di hadapannya. Dia ingin kembali normal.
Yara sedikit terhenyak, pria yang selalu menerima uluran cangkir kopi dari tangannya kini tidak lagi bersikap sama, kenapa dia merasa kecewa?
"Yayan, aku bawain kue buat kamu."
Yara menoleh pada Sila yang mengulurkan sekotak kue di hadapannya. Setelah melirik sekilas pada Nino, dia mengambil benda itu dan menerimanya. "Makasih, Mbak."
"Jangan panggil mbak dong, panggil Sila aja." Sila tersenyum manis.
Yara sejenak terdiam. Belum sempat menanggapi, Nino yang kembali bersuara membuat dia kemudian menoleh.
![](https://img.wattpad.com/cover/257794608-288-k588343.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap (Tamat Di KbmApp)
RomanceSejak dikabarkan gagal menikah, Nino Nakula Adley tidak pernah lagi berhubungan dengan seorang wanita. Hingga berita bahwa dia menyukai sesama jenis membuat keluarga pria itu tidak terima. Nino tidak merasa terganggu akan berita itu, hidupnya normal...