"Ante Yaya?" Jira berlari dan melompat ke atas kasur.
Mendengar itu tentu saja Yara terkejut, ingatan bocah kecil bernama Jira sungguh kuat sekali. Dia pun mengambil kacamata dari tangan Nino kemudian mengenakannya.
"Eh, Om Yayan?" Jira meralatnya. Anak itu bergelayut pada tubuh Nino dan duduk di pangkuannya. "Kok, Om YaYan disini?"
"Ante Yaya siapa?" Nino bertanya dengan mengangkat alis saat keponakannya yang lucu itu menoleh.
Yara menahan napas. Sepertinya kali ini penyamarannya akan terbongkar, dia sudah membayangkan keluarga ini akan mengusirnya dan akhirnya terlunta-lunta di jalanan. Yang lebih mengenaskan, kuota ponselnya habis, dia tidak akan bisa menghubungi Sigit untuk meminta bantuannya.
"Ante Yaya temen Cila," ucap anak itu, "tapi Ante Yaya tantik," imbuhnya.
"Jiraa! Ayo bobo lagi, Sayang." Nara, ibu dari anak itu melongokkan kepalanya dari pintu. Tersenyum canggung pada penghuni kamar yang mungkin saja terganggu. "Ayo Sayang, omnya mau istirahat."
Jira menggeleng. "Cila mau bobo sama Om Ni," rengeknya.
Yara dapat bernapas lega saat perhatian Nino teralihkan oleh rengekan keponakannya. Pria itu tidak lagi membahas tentang Yaya.
"Besok aja main lagi sama om, sekarang bobo dulu, ayo." Nara mencoba membujuk putri kecilnya dengan menyodorkan botol susu pada anak itu.
Jira tetap menggeleng, semakin mengeratkan pelukannya pada leher Nino. "Cila mau sama Om Ni!"
"Yaudah nggak apa-apa, Ra. Biar Loly tidur di sini, besok mungkin aku nggak nginep lagi." Nino tampak mengizinkan. Dengan adanya Jira, dia sedikit merasa tenang berada satu ruangan dengan Yayan.
Nara menoleh pada teman abang iparnya yang hanya tersenyum, sepertinya dia juga tidak keberatan. "Maaf, ya. Jadi ganggu kalian. Eh?"
Kalimat itu membuat Nino dan seseorang yang ia bawa itu saling berpandangan. Keduanya tampak canggung.
Nara sepertinya sadar telah salah berbicara, dia kemudian meralatnya. "Maksudnya jadi ganggu istirahat kalian," ucap perempuan itu.
Nino tertawa kecil. "Nggak apa-apa kok, dia nggak rewel juga," ucapnya. Kemudian menyuruh keponakannya untuk mengambil botol susu dari ibunya.
"Jangan nakal ya, Sayang."
"Iya, Mami Nala."
Percakapan ibu dan anak itu menjadi kalimat terakhir yang terdengar di ruangan kamar itu, Jira tampak sibuk meminum susu. Yara sudah kembali merebahkan tubuhnya, begitu juga dengan Nino yang berbaring miring ke arah keponakannya yang berada di tengah mereka, tangannya ia lipat untuk menyangga kepala.
"Loly udah pipis blom, jangan ngompol ya." Nino bertanya menggoda, membuat sang keponakan melepaskan botol susu dari mulutnya.
"Cila udah pipis Om Ni, jadi gamungkin ompol, Cila udah gaompol lagi doong."
Nino tertawa kecil. "Pake pempes nggak?" tanyanya.
Jira yang kembali melepaskan botol dari mulutnya itu menggeleng. "Udah gapake empes dong Cila, kan Cila pitel," ucapnya, dengan cepat kembali meminum susu dalam botol dan berusaha menghabiskannya.
Mendengar Nino kembali tertawa, Yara menoleh. Interaksi om dan keponakannya itu terdengar begitu hangat, sepertinya mereka sangat dekat.
Nino mengambil botol kosong yang Jira berikan dan meletakannya di atas meja, pria itu menyelimuti tubuh keponakannya. "Udah sekarang bobo ya, udah malem."
Jira mengangguk, tapi bukannya tidur dia justru menoleh pada teman sang om yang sedari tadi diam saja. "Om Yayan tau gak, maminya Cila lagi amil loh."
Mendengar bocah itu mengajaknya berbicara, Yara kemudian menoleh. "Oyah?" tanyanya antusias, dia berpura-pura tidak tahu. Sempat melihat ibu dari anak itu yang sedikit membuncit bagian perutnya, tentu saja dia bisa menebak bahwa wanita itu tengah hamil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap (Tamat Di KbmApp)
RomansaSejak dikabarkan gagal menikah, Nino Nakula Adley tidak pernah lagi berhubungan dengan seorang wanita. Hingga berita bahwa dia menyukai sesama jenis membuat keluarga pria itu tidak terima. Nino tidak merasa terganggu akan berita itu, hidupnya normal...