Nino tidak merasa terganggu saat karyawan perempuan di restoran tadi menggunjingkan tentang dirinya, dia juga sudah sering mendapat berita sedemikian rupa, pria itu tidak peduli selagi dia merasa baik-baik saja.
"Om Ni? Apa kita mau pulang, Cila nggak mau pulang."
Nino tengah mengendarai mobil, saat keponakan kecilnya itu mencondongkan kepala dari kursi di belakangnya. "Kamu mau ke mana?" tanya pria itu.
"Beli eskim?"
"Memangnya boleh?"
"Kata mami boleh, kan Cila udah makan tadi, kalo udah makan Cila boleh, emm apa ya?" Gadis itu tampak kesulitan memilih kalimat apa yang ingin dia lontarkan. "Boleh apa, Mbak?" tanyanya pada perempuan muda berseragam putih yang selalu mengikutinya.
"Boleh makan eskrim."
"Iya, kata mami boleh makan eskim kalo aku udah makan nasi," ucap gadis kecil itu lagi, namun kemudian berpikir. "Eh, nggak jadi deh, Om?"
Jino yang mengerutkan dahi tampak menahan senyum, "kenapa nggak jadi?"
"Soalnya tadi Cila nggak makan nasi, makan cpategi," ucapnya, kemudian duduk di kursi dan melipat lengannya di depan dada, dari kaca spion dalam yang terpasang di mobilnya Nino dapat melihat bocah itu memberenggut kecewa.
"Spageti," ralat suster yang menjaga Jira, perempuan itu sedikit tertawa.
"Spategi?"
Nino tertawa mendengar bocah itu berdebat masalah nama makanan yang ia konsumsi di restoran tadi, pria itu kemudian membelokan mobilnya menuju restoran cepat saji.
Jira, keponakan kecilnya itu tampak senang. "Om Ni, mau beliin Cila eskim?" tanyanya bersemangat. Beranjak berdiri dan menghampiri kursi depan yang diduduki omnya.
Nino mengangguk, setelah menghentikan laju kendaraannya di parkiran, dia kemudian melepaskan sabuk pengaman. "Tapi Loly jangan bilang sama papi ya, nanti omnya apa?"
"Dimomelin sama papi Jio!" Jira menjawab dengan semangat. Dia menyodorkan kelingkingnya untuk berjanji pada pria itu.
Nino pun keluar dari mobil, menuntun gadis kecil yang begitu riang melangkahkan kakinya memasuki restoran cepat saji, tempat yang terkenal dengan ayam gorengnya itu tampak ramai oleh pengunjung siang ini.
Dering ponsel di saku jasnya membuat Nino menghentikan langkah, setelah menyuruh baby sister keponakannya itu untuk menjaga Jira, dia pun mengangkat panggilan telepon dari asisten pribadinya.
"Kenapa, Bim?" Tanya Nino, dan kemudian mengerutkan dahi saat asistennya itu berkata, ada masalah kecil menyangkut rumah tempat tinggal yang sang papi beli untuk dirinya. "Jadi orang yang dipercaya papi untuk mengurus rumah itu malah menjualnya pada orang lain, dengan surat-surat palsu?"
Nino mematikan ponselnya saat sambungan telepon dari Bima, asisten pribadinya itu sudah berakhir. Dia tidak habis pikir, mengapa seseorang begitu ceroboh membeli sesuatu dengan iming-iming harga murah, tanpa mencari tahu dulu penipuan atau tidak.
"Om Ni? Ayo masuk, Cila mau beli eskim." Jira mengguncang lengan sang om agar pria itu menoleh.
Nino berjongkok di hadapan keponakannya, mensejajari tinggi bocah kecil itu. "Beli es krim aja yah, abis itu langsung pulang. Om ada perlu."
Jira memanyunkan bibirnya. "Tadi bilangnya Om Ni udah nggak ada keljaan, Om Ni boong. Cila mau main plosotan." Bocah kecil itu menunjuk permainan anak yang memang tersedia di sana.
"Yaudah besok om janji bawa Loly ke tempat ini lagi, sekarang om ditungguin orang, Sayang."
Jira yang semula melipat kedua lengannya di depan dada, menghentakan kakinya kesal, gadis kecil itu merajuk. Dengan wajah cemberut dia berjalan ke arah mobil.
![](https://img.wattpad.com/cover/257794608-288-k588343.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap (Tamat Di KbmApp)
RomanceSejak dikabarkan gagal menikah, Nino Nakula Adley tidak pernah lagi berhubungan dengan seorang wanita. Hingga berita bahwa dia menyukai sesama jenis membuat keluarga pria itu tidak terima. Nino tidak merasa terganggu akan berita itu, hidupnya normal...