Rasa

1.5K 288 37
                                    

Yara cukup waspada saat pria bernama Arjuna  kemudian ikut menumpang di rumah itu, benarkah di antara mereka tidak ada apa-apa?

Hari minggu ini Yara mengambil jatah libur, dia menyesal kenapa harus mengambil jatah hari minggu, karena pria si pemilik rumah itu dan temannya sudah pasti libur juga.

Yara membuatkan sarapan untuk mereka. Dilihat dari baju yang sedikit lepek juga keringat yang bercucuran, tampaknya mereka baru selesai berolah raga.

"Kamu nggak kerja?" Nino bertanya saat seseorang yang ia tahu bernama Yayan mengantarkan dia sarapan. Mereka tengah duduk di kursi depan yang terletak di teras rumahnya.

"Nggak, Bang. Aku libur." Yara membalas canggung.

"Terimakasih, Yayan." Arju mengucapkan itu dengan ceria,  langsung mengambil jatah sarapannya.

"Kamu sudah sarapan?" Nino kembali bertanya setelah Yayan menjawab ucapan terimakasih dari temannya.

"Udah, Bang. Aku ke belakang dulu." Setelah pria itu mengangguk, Yara pun beranjak masuk.

Dia sebenarnya belum sarapan, tapi terlalu malas jika harus bergabung dengan mereka, obrolan yang tidak nyambung membuat dia menjadi bingung dan lebih banyak bengong, jadi lebih baik menghindar saja untuk saat ini.

Yara yang curiga akan kedekatan mereka penasaran dengan apa yang tengah keduanya bicarakan, bukan bermaksud menguping. Dia hanya ingin tahu adakah tanda-tanda ketidak normalan di antara mereka berdua.

"Memangnya kamu masih cinta?"

Yara yang berdiri di balik pintu menangkap kalimat yang ia yakini terlontar dari Nino Nakula, sepertinya mereka tengah membahas seseorang.

"Aku masih sayang banget sama dia, biar gimanapun, dia adalah perempuan pertama yang buat aku jatuh cinta."

Itu jawaban dari pria bernama Arjuna, Yara merasa lega saat mereka ternyata tengah membahas seorang wanita, mungkin kekasih Arju, setelah itu percakapan kembali dilanjutkan dengan nasihat dari Nino dan sepertinya Arju benar-benar mencintai mantannya.

Yara memilih untuk pergi ke dapur, ternyata mereka normal dan itu yang paling penting bagi dirinya, sekarang dia tidak perlu takut lagi pada si pemilik rumah ini.

Beralih pada Nino yang menertawakan kebucinan sahabatnya, pria itu memberi nasihat agar Arju tidak terlalu dalam menaruh perasaan.

Arju tampak tidak terima. "Kamu mungkin belum pernah merasakan jatuh cinta yang sebenar-benarnya, sesekali buka hati lah, Bro," sarannya.

Nino tertawa kecil, mengambil jus buah di mejanya kemudian ia minum. "Buat apa, jatuh cinta bikin ribet, perempuan yang deketin aku motivasinya karena aku kaya, tidak ada yang benar-benar tulus," curhatnya.

"Akan selalu ada pria yang lebih kaya dari kamu, dan tugas kamu cuma cari perempuan yang nggak peduli akan hal itu." Arju memberi saran, tidak mungkin dari sekian banyak wanita tidak ada yang tulus perasaannya.

"Dan sayangnya nggak ada." Nino membalasnya.

Arju mengibaskan tangan. "Terserahlah, sesulit-sulitnya ngobrol dengan orang bucin, lebih sulit ngobrol sama orang yang belum pernah ngerasain," ucapnya.

"Sialan!" Umpat Nino.

Arju beranjak berdiri. Dia berkata ada janji siang ini, jadi setelah mandi dia akan pergi. "Terimakasih atas tumpangannya," ucap pria itu.

"Bentar-bentar! Sewa kamar, ditambah makan malam totalnya sejumlah saham yang kaumiliki di perusahaan keluargamu, sarapan pagi ini free." Kalimat itu mendapatkan tendangan di kaki dari sahabatnya, dia tertawa.

Satu Atap (Tamat Di KbmApp)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang