"Aku penasaran kalian tuh cowok-cowok kalo pacaran ngapain aja si?"
Pertanyaan itu membuat Yara membulatkan mata, dengan susah payah dia menelan makanan di mulutnya. "Nggak!" Sangkalnya dengan kembali menggeleng. "Bang Nino normal kok, Mbak. Aku saksinya."
Sila mengernyit semakin heran. "Saksi apa?" tanyanya.
Sepertinya Yara membuat perempuan di sebelahnya itu semakin salah paham. "Maksudnya aku yakin bahwa Bang Nino itu pria yang normal," ucapnya kemudian mengangguk, wajahnya dibuat seserius mungkin agar wanita itu dapat percaya, namun Sila malah tertawa.
"Kamu dibayar berapa sama Nino?" Perempuan itu bertanya curiga.
Yara kembali menggeleng. "Berita tentang Bang Nino yang gay itu cuma gosip kok, Mbak. Nggak bener," ucapnya, kemudian kembali memasukkan sepotong kue dan berusaha untuk menghabiskannya.
Sesaat Sila terdiam, pandangannya tampak menerawang. Apakah yang dikatakan pemuda itu adalah benar? Tapi, selama ini Nino sama sekali tidak menyangkal saat dirinya digosipkan tidak normal.
Sila menolehkan kembali kepalanya pada pria bernama Yayan. Dia menopang dagu, memandang pemuda itu yang terus mengunyah kue dan berusaha menghabiskannya, dia jadi menahan tawa.
Yara menoleh dengan mulut penuh. "Mbak, ini kuenya boleh nggak buat ntar sore aja sambil ngopi-ngopi, aku gasanggup ngabisin sekaligus sendiri," pinta perempuan itu.
Dan Sila kemudian tertawa, "lagian kamu tuh nurut banget sih."
Komentar itu membuat Yara terdiam, dia hanya mencoba untuk membantu perempuan itu, dia kemudian tersenyum. "Kan aku lagi usaha buat bantu mbaknya," ucap Yara.
Menyamar sebagai Yayan dia sering merasa aneh, terkadang para wanita memandangnya dengan penuh minat. Dan tatapan seperti itu juga ia dapat tangkap dari perempuan di sebelahnya. Yara pun bergeser menjauh.
"Yan? Kamu cowok kan?" Sila yang semula terus memandang laki-laki di sebelahnya itu kemudian bertanya, dia penasaran kenapa pria ini terlihat berbeda.
"Iya, Mbak. Mau liat buktinya?" Yara sempat merasa terkejut akan pertanyaan itu, tapi sebisa mungkin dia berusaha untuk meyakinkan Sila bahwa dia adalah seorang pria.
Sila tertawa saat dia pikir pria bernama Yayan itu tengah bercanda. "Mau, kalo boleh," godanya.
Tentu saja hal itu membuat Yara sedikit terlonjak, dia kembali menjauhkan duduknya. Perempuan itu ternyata sudah gila.
Sila tertawa lagi, "lucu banget sih kamu," komentarnya.
Yara tersenyum canggung saat Sila mengatakan bahwa dirinya tengah bercanda dan dia pun mencoba untuk memakluminya.
Sila menoleh pada jam tangan yang melingkar pada pergelangannya. "Aku sudah cukup lama di sini, aku mau pulang."
Mendengar itu Yara merasa lega, kemudian beranjak berdiri. "Bentar, Mbak," pesannya.
Setelah berlari ke arah dapur, Yara kembali dengan membawa kotak plastik dan memindahkan kue dalam wadah, kemudian menyerahkan tempat yang sudah kosong pada Sila. "Ini katanya tadi tempatnya mau dibawa."
Sila tertegun, "kalo nggak suka nggak apa-apa, nanti aku buang aja," ucapnya.
"Jangan, Mbak. Ini enak kok, lumayan buat cemilan. Lagian kasian ibunya Mbak pasti bikin kue ini pake hati, jadi harus dinikmati."
Sila benar-benar terharu atas perkataan pria itu, "nanti pasti aku ke sini lagi, bawa kue yang lebih enak," ucapnya.
Yara menoleh pada telapak tangan perempuan itu yang tiba-tiba saja menempel di pahanya, dia mendongak. "Buat Bang Nino, Mbak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap (Tamat Di KbmApp)
RomanceSejak dikabarkan gagal menikah, Nino Nakula Adley tidak pernah lagi berhubungan dengan seorang wanita. Hingga berita bahwa dia menyukai sesama jenis membuat keluarga pria itu tidak terima. Nino tidak merasa terganggu akan berita itu, hidupnya normal...