"Yayan?" Yara bertanya tidak percaya, daripada memikirkan dirinya yang harus menyamar jadi seorang pria, gadis itu malah lebih merisaukan namanya yang berganti jadi Yayan. "Kenapa nggak Dayat aja sekalian," omelnya.
Sigit yang tengah mengeluarkan baju-bajunya dari lemari, kemudian mendekati sang adik yang duduk di tepi ranjang. Mereka masih berada di rumah lama yang besok pagi harus segera dikosongkan.
"Iya, Maaf. Aa nggak kepikiran yang lain soalnya tadi aa keceplosan ngomong Ya, jadinya Yayan. Nggak apa-apa buat sementara aja, kamu tinggal di sana." Sigit berucap panjang lebar, membuka sleting tas besar adiknya yang terletak di atas kasur, mereka sedang berkemas.
"Aku nggak mau, A. Aku nggak mau tinggal sama orang asing, apalagi harus nyamar jadi cowok, kalo ketauan gimana?" Yara menahan airmatanya untuk tidak jatuh. Teringat kembali kenapa nasibnya harus seperti ini, gadis itu selalu saja menangis meskipun tidak ingin.
Sigit menghela napas. "Buat sementara aja, Dek. Aa nggak mau kamu tinggal di luar, aa juga blom punya duit buat sewa kamar kos," bujuk Sigit pada adiknya, dia benar-benar merasa bersalah pada gadis itu. Semua ini terjadi karena kebodohannya, bahkan jika harus berlutut di kaki siapapun dia rela.
"Aku nggak mau." Yara tetap kekeh dengan pendiriannya, "kalo aku ketauan gimana, A? Aku bakal dipenjara."
Sigit menggeleng, memegang kedua tangan adiknya untuk meyakinkan gadis itu. "Kalo nanti kamu ketauan biar aa yang nanggung semuanya, kan aa yang bohongin dia, jadi biar nanti aa aja yang dipenjara," ucapnya.
Yara membuka mulutnya lagi untuk mengelak, memberikan alasan apapun untuk menolak, tapi melihat wajah khawatir sang kakak dia kembali menutup rapat mulutnya.
"Tapi setidaknya kamu harus bertahan sebulan ini, nanti gaji aa biar dipake buat kamu sewa kos-kosan." Sigit kembali merapikan baju-bajunya.
Yara masih diam, dia belum bisa mengambil keputusan apa yang akan dia buat ke depannya, haruskah dia menjalankan ide gila sang kakak, dengan menyamar menjadi seorang pria.
"Emang aa pikir dia bakal percaya kalo aku jadi cowok?"
"Pasti percaya, aa udah pinjemin rambut palsu sama temen aa. Kamu kan kurus, tinggal pake kaos cowok aja sama celana." Sigit mengambil rambut palsu dan ia pasangkan ke kepala adiknya.
Yara yang benar-benar sudah habis kesabaran mengambil benda itu kemudian ia lempar. "Aku nggak mau ngikutin saran bodoh aa, aku nggak mau," sentaknya.
Sigit terdiam, dia juga bingung harus bagaimana. Yara adalah satu-satunya keluarga yang ia punya di ibu kota. Ayah dan ibunya menitipkan gadis itu saat mereka memutuskan untuk pulang kampung. Dan Yara memilih ikut dengan dirinya. Tapi sekarang apa, dia bahkan telah menghancurkan impian mereka.
Pria itu berlutut di depan adiknya yang duduk di tepi ranjang. Kemudian memukul kepalanya sendiri. "Aa emang bodoh! Nggak berguna, nggak bisa diandelin."
Yara menangkap kedua tangan pria itu yang terus memukul kepalanya sendiri. Melihat sang kakak seputus asa ini dia benar-benar merasa kasihan.
"Tapi aku nggak punya baju cowok," ucap Yara, akhirnya mengalah.
Sigit segera mengambil tas yang berisi baju-bajunya, "kamu pake baju aa aja, ini buat kamu, ini juga. Biar aa pake baju yang di badan aja."
Yara terdiam. Gadis itu lalu memeluk kakaknya, dia menangis.
Sigit lebih merasa bersalah akan hal itu, "maaf, Dek. Tapi aa janji di rumah itu kamu nggak akan lama, aa bakal cepet cari uang buat sewa. Aa janji," ucapnya.
Di tempat berbeda, Nino yang pulang ke rumah orang tuanya langsung mencari gadis kecil yang siang tadi marah kepadanya. Dan menemukan bocah itu tengah bermain hape di sofa ruang keluarga.
![](https://img.wattpad.com/cover/257794608-288-k588343.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap (Tamat Di KbmApp)
Storie d'amoreSejak dikabarkan gagal menikah, Nino Nakula Adley tidak pernah lagi berhubungan dengan seorang wanita. Hingga berita bahwa dia menyukai sesama jenis membuat keluarga pria itu tidak terima. Nino tidak merasa terganggu akan berita itu, hidupnya normal...