21. Hirate Yurina

135 15 2
                                    

"Yurina mau apa?" tanya pria paruh baya lembut sambil mengemudikan mobilnya.

"Yurina mau kue yang besar. Biar bisa makan banyak-banyak" ujar polos Yurina kecil. Hari ini adalah hari ulang tahun Yurina dan kedua orang tuanya berencana merayakannya.

Kedua orangtuanya terkekeh geli "Nanti sakit gigi gimana?"

"Kan ada Bu dokter" jawabnya.

"Yurina gak takut giginya nanti dicabut" ujar sang mama.

Gadis kecil itu menggeleng "Yurina kuat. Kata papa kalau Yurina pengen jadi papa gak boleh takut" jawabnya polos. Papanya tertawa kecil.

Yurina kecil tak sengaja menjatuhkan gelang pemberian sang Papa.

"Papa ambilin" pinta Yurina. Papa Yurina mengambilkan gelang itu. Ia sedikit kesusahan mencapai gelang tersebut.

"PAPA" pekik Yurina. Papanya menegakkan kepalanya dan langsung membanting setir begitu melihat truk yang melintas. Namun sayangnya mobil itu terguling hingga jatuh ke jurang.

Papa Yurina yang masih setengah sadar menatap istrinya yang sudah tak bernyawa lagi. Lalu ia menatap anak kesayangannya.

"Yurina anak yang kuatkan" ucap Papa Yurina sedikit meringis. Yurina yang masih setengah sadar mengangguk pelan.

"Setelah ini... Yurina gak boleh nangis. Papa dan mama....akan selalu...ada di dekat Yurina" setelah mengatakan itu papa Yurina pun kehilangan kesadaran.

"Papa" lirih Yurina.

Yurina masih bisa mendengar teriakan-teriakan orang-orang yang menolongnya meskipun matanya perlahan terpejam.

***

Yurina terduduk di kursi. Kerabat jauhnya sedang berada di dalam ruangan kedua orangtuanya. Ia hanya diam.

"Kau mau" sebuah tangan kecil mengambang didepannya dengan permen di tangan kecil itu.

Yurina kecil hanya menatap permen itu.

"Ambillah" tatapan beralih pada gadis kecil yang menawarkan permen itu.

"Aku tidak butuh" balasnya cuek.

Gadis kecil itu duduk disamping Yurina sambil memajukan bibirnya.

"Kau kenapa?" tanya gadis itu. Yurina tak menggubris pertanyaan gadis itu.

Tanpa aba-aba gadis kecil itu menggenggam tangan kecil Yurina untuk bersalaman "Aku Miyu" ucapnya dengan senyum polosnya.

Yurina menarik tangannya sehingga terlepas dari tangan Miyu. Miyu cemberut.

"Miyu ayo!" panggil wanita paruh baya.

Miyu tiba-tiba saja memeluk Yurina "Aku yakin kita ketemu lagi. Sampai jumpa" Yurina menatap kepergian Miyu dan ibunya.

"Yurina" Yurina menatap ke sumber suara.

Paman Yurina berjongkok di depannya. Ia tersenyum getir "Setelah pemakaman Papa dan Mama Yurina. Yurina ikut Paman ya" Yurina hanya mengangguk saja. Paman Yurina mengusap rambut Yurina lembut.

***

Kaki kecil Yurina mengikuti pamannya. Tapi begitu di pintu rumah pamannya seseorang memanggil namanya.

"Hei Kau"

Yurina mencari suara yang memanggilnya "Kau...Miyu"

Miyu berlari kecil ke arah Yurina "Kau mengingat ku" ujar Miyu senang.

"Tapi aku tidak tahu namamu" cemberut Miyu.

"Kau bisa memanggilku Techi" senyum diwajah Miyu mengembang.

"Mulai dari sekarang kau adalah temanku" tukas Miyu senang. Yurina tersenyum tipis.

"Yurina eh ada Miyu" kaget paman Yurina.

"Halo paman"

"Kalian sudah saling kenal"

Miyu merangkul Yurina "Sudah paman. Dan sekarang kami adalah teman" ujarnya dengan senyum lebarnya. Paman Yurina mengelus rambut Miyu lembut.

"Miyu mau masuk" tawarnya

"Aku mau paman. Tapi aku lagi bersembunyi dari mama. Aku pergi dulu paman. Dah Techi"

Semenjak itu Yurina dan Miyu menjadi akrab. Miyu selalu menemani Yurina. Begitu pun dengan Yurina, ia melindungi Miyu dari seseorang yang berniat jahat kepada Miyu. Miyu juga sering menginap di rumah paman Yurina. Dan Yurina juga seringkali menginap dirumah Miyu. Kehadiran Yurina disambut hangat oleh kedua orang tua Miyu.

Tapi semenjak kematian Pamannya Yurina memutuskan untuk tinggal di apartemen.

"Techi"

Techi menatap Neru yang menyuapinya. Techi sudah sadar beberapa jam yang lalu. Sekarang ia masih di rumah sakit Okinawa. Karena hanya boleh satu orang saja yang menemaninya, jadi Neru menawarkan dirinya.

"Kau baik-baik saja?" Techi mengangguk.

"Dari tadi aku perhatikan kau melamun saja. Kau yakin baik-baik saja?" tanya Neru khawatir.

"Aku baik-baik saja Neru" balas Techi yakin. Neru manggut-manggut, ia kembali menyuapi Techi.

KataomoiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang