Jimin kembali mengambil kayu bakar untuk acara berkemah hari ini, awalnya ia tidak ingin melakukannya tapi agar dia dapat tidur di ranjang dengan hangat terpaksa ia harus melakukannya. Jika saja wanita itu tidak meminta apapun, sekarang dia sudah duduk dan bersantai di bawah pohon. Sungguh nasib buruk bagi Jimin.
"Dasar wanita," gumamnya kesal, dari pagi selalu disuruh melakukan tugas yang jarang dilakukan. Setidaknya dia memiliki sayap untuk terbang, jadi tidak terlalu lelah untuk membawa barang-barang aneh ini.
"Park Jimin!" Teriak wanita yang kini tengah menunggunya jauh di rumah kecil milik mereka. Di balik wanita itu seorang gadis melesat cepat ke arahnya. Gadis berparas cantik itu terlihat lebih bebas dibandingkan dulu, lebih cantik, dan sehat. Tubuhnya tidak sekurus dulu disaat penderitaan datang bertubi-tubi padanya, sayap putih itu bergerak cepat menembus awan sebelum akhirnya menabrak pria di depannya. "Park Jieun, berhentilah bermain! Bantu aku! Ibumu tidak akan menyukai hal ini."
"Kau pria kuat, kenapa harus meminta bantuanku?" Tanya Jieun yang berdiri di depan Jimin yang sedang mengangkat kayu kayu dengan kekuatannya. "Jika tidak ada ibumu disini, aku sudah membasmimu sekarang juga." Tawa kecil keluar dari mulut Jieun. "Kau tidak bisa membasmiku! Kita satu nyawa Jim, jika aku mati kau juga akan punah."
Jimin tersenyum melihat Jieun yang begitu ceria saat ini, kebahagiaan itu mudah didapat bukan? Kini mereka berdua berdampingan menuju rumah dimana mereka bisa melindungi dan melengkapi satu sama lain. Gadis itu membantu Jimin sambil terus bersenandung.
"Jieun, kau akan pergi nanti malam?" Tanya Yoora pada putrinya. Jieun tersenyum tipis padanya dan menatap Jimin. "Jika mahluk ini mengijinkan, aku akan pergi. Sudah lama aku tidak bertemu dengan adikku yang satu itu." Jimin membalas dengan anggukan kepalanya. Sudah 6 tahun setelah kejadian itu mereka bersama, Jimin menyelamatkan Jieun dua kali. Pria itu meminta atasannya untuk membagi nyawa itu pada Jieun, walaupun sedikit tidak masalah asalkan gadis itu kembali padanya.
Jieun kembali dengan selamat, di minggu pertama gadis itu marah dan tidak mau bertemu dengan Jimin. Tapi, dia bukan pendendam. Jieun keluar dari kamar sembari memeluk Jimin yang menunggu di depan pintu kamarnya. Satu nyawa dibagi untuk dua mahluk tidak terlihat itu, mereka tidak dapat dipisahkan hingga hari dimana Jieun berganti marga menjadi Park. Mereka hidup berdua, terkadang Taehyung dan Sohyun juga menghampiri mereka untuk sekedar menanyakan kabar dan kembali ke tempat mereka sebelum nantinya akan lahir ke bumi lagi.
"Apa kau merindukannya?" Jieun tersadar dari lamunannya saat Jimin memeluknya dari belakang. "Apa dia akan baik-baik saja?" Tanya Jieun yang masih takut untuk menemui Jungkook. "Percayalah padaku, dia akan senang melihatmu." Jieun menidurkan kepalanya di pundak Jimin sembari menutup mata menikmati angin yang membelai pipinya.
"Kau terlalu baik untukku, Jim. Terima kasih," Jimin tersenyum mendengar kata-kata itu, tidak masalah dengan perasaannya. Jika Jieun merasa bahagia maka semuanya akan sama baginya. Matahari tenggelam menjadi pemandangan terindah yang pernah dilihat oleh Jieun, bersama dengan orang yang selalu ada untuknya.
Di sebuah ruangan tampak mempelai pria sedang merapikan pakaiannya, wajahnya yang tampan membuat pesonanya tidak pernah berkurang. "Jungkook-ah, apa kau ada di dalam?" Tanya Namjoon yang kini mengurusi acara pernikahan adik kecilnya.
"Aku sudah siap hyung." Balas Jungkook sebelum bangkit berdiri menghadap pintu yang terbuka untuknya. Semua kenangan bersama wanita itu kembali terbang bebas di dalam benaknya. Namjoon yang menyadari akan hal itu menepuk pundak Jungkook dan mengelusnya "Kau harus terus maju Jungkook, Semua yang ada di masa lalu akan menjadi pelajaran bagimu. Lepaskan semuanya, Yeri menunggumu."
Jungkook menghembuskan napas dengan keras, benar pikirnya dengan apa yang diucapkan Namjoon, setidaknya ia harus mengabulkan permintaan wanita itu untuk hidup dengan harapan yang baru. Dengan langkah tegas dia keluar dari ruangan untuk menjemput sang mempelai wanita.
Yeri berada tepat di depan Jungkook, saat ini bahkan detik ini mimpinya terwujud. Teman masa kecil yang selalu ia dambakan sekarang menjadi pasangan hidupnya. Kebahagian tidak harus datang secepat itu, tidak perlu memakai cara yang licik karena pada saatnya hal itu akan datang dengan sendirinya. Tidak ada yang mengetahui hal ini akan terjadi, pengkhianatan yang dilakukannya diampuni begitu saja oleh Jungkook dan pria itu membantunya untuk kembali ke titik ini. Hari dimana semua kembali normal, mereka saling membantu untuk berdiri kembali menatap dunia yang sangat luas.
"Jeon Jungkook," lirih Yeri yang tidak bisa membendung air matanya setelah pengucapan janji mereka. Jungkook melebarkan senyumannya sembari menggandeng tangan wanita yang kini menjadi istrinya. "Kau sudah lama menantikan ini, aku akan mengabulkannya untukmu. Jeon Yeri." Bisik Jungkook.
Para tamu undangan berfoto bersama dengan kedua mempelai itu, dari mulai orangtua, keluarga, sahabat, dan teman-teman. Hanya saja seorang kakak yang ditunggunya tidak datang. Dia benar-benar merindukannya. "Yeri, ayo kita berfoto!" Ucap salah satu teman Yeri, gadis itu menoleh menatap suaminya untuk meminta jawaban. "Pergilah, aku menunggu disini." Balasnya, lalu gadis itu pergi berfoto bersama sahabatnya.
Jungkook berdiri di tengah tengah ruangan membayangkan orang yang ditunggunya hadir. Namun, matanya tidak bisa berbohong saat Jieun terlihat sedang tersenyum ke arahnya. "Noona..." gumamnya, wanita itu tersenyum bahagia melihat adiknya kini sudah menjalani hidup dengan lebih baik. "Jungkook, kau terlihat sehat. Aku hanya bisa mengucapkan selamat untukmu, dan ini adalah ucapan perpisahan kami." Disusul dengan Jimin yang berdiri di sebelah Jieun, menggenggam tangannya dan membungkukan badannya sebagai tanda penghormatan.
Jungkook benar-benar akan meninggalkan wanita yang pernah ada di hatinya, dan pergi bersama pasangan hidupnya. "Kupikir kau akan senang jika aku membawa saudaramu ke sini. Kim Taehyung sapa adikmu!" Perintah Sohyun yang muncul entah darimana. Sosok pria jangkung itu kembali dilihatnya setelah 6 tahun lamanya, seorang kakak yang selalu melindungi dan mendampinginya.
"Hyung, aku merindukanmu. Maafkan aku, kau harus pergi awal karenaku." Jungkook mengeluarkan kata maafnya setelah sekian lama ia pendam sendiri. "Jungkook, ini bukan salahmu. Aku memang memilih jalan ini, kau selalu menjadi adikku yang paling kucintai. Jadi, jangan khawatirkan diriku dan jalani hidupmu dengan baik."
Satu tetes demi tetes air mata mulai membasuhi wajahnya. Jungkook benar-benar bahagia, mereka semua ada di sini menyaksikan pernikahannya. Setelah semua yang telah mereka jalani kini waktunya mereka mengambil jalan masing-masing. "Kami tidak bisa lama-lama disini. Jungkook, jangan terlalu asik dengan dirimu sendiri, Yeri bukan tipe wanita yang senang didiamkan." Jimin membuka suaranya. Jungkook hanya mengangguk selalu saja Jimin yang tahu segalanya tentang wanita.
"Bukan segakanya, hanya beberapa yang pernah bersamaku. Kau tetap iri, padahal Yeri sudah menjadi milikmu." Ucap Jimin membuat perdebatan yang tidak akan usai ini terjadi lagi. "Hentikan, waktu kita hanya 20 menit. Jadi, Jungkook jadilah pria dewasa dan terima kasih untuk semuanya." Hal terakhir yang diucapkan Jieun sebelum semuanya lenyap begitu saja dari hadapan Jungkook.
"Kook, kau tidak apa-apa?" Tanya Yeri yang panik karena melihat Jungkook uang menangis sendirian. Jungkook memeluk erat Yeri dan menghapus air matanya "Tidak apa-apa, aku hanya merasa sangat bahagia hari ini." Jungkook hanya akan merahasiakan pertemuan ini untuk dirinya sendiri.
Jieun melihat mereka dari jauh, sayapnya sudah bebas bergerak di atas sana. Air matanya akan selalu tersimpan untuknya, pria yang pernah membantunya, bahkan memiliki tempat yang lama di hatinya. Hingga ia merasa ada sebuah tangan menarik tubuhnya, "Ji, mari kita pergi." Bisik Jimin yang tidak tega melihat wanitanya menangis.
"Ayo, kita pulang." Jieun menjauh dari jendela dan segera terbang menyusul Jimin ke angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Us √
Fanfiction"Jika kau melihatku, tersenyumlah" "Jika kau mendengar suaraku, berbaliklah" "Jika ada kesempatan kedua, berjanjilah kita akan tetap bersama" Jika kau dilahirkan karena ketidaksengajaan, apa dosamu di masa lalu? Bahkan orang-orang akan menatapmu ren...