"Sudah nggak ada yang ketinggalan?" tanya Ummi saat aku dan Mas Bram datang untuk pamitan, sekaligus nitip kunci rumah, supaya bisa dibersihkan Mbak Tatik sewaktu-waktu.
"Nggak ada Mi." aku membetulkan ujung pasmina yang kukenakan dan menyampirkannya ke bahu. Hari ini, aku dan Mas Bram akan honeymoon untuk kedua kalinya. Kali ini honeymoon yang sesungguhnya, bukan pulang ke Pacet seperti waktu itu.
Sudah dua bulan masa pemulihan rahim paska kuret, mens pertamaku datang di awal bulan ketiga, dokter Nila bilang, Rahimku pulih dengan cepat. Kami sudah boleh program hamil lagi setelah datang bulanku selesai.
Dan Mas Bram memberi kejutan, tiba-tiba saja dia sudah membeli tiket liburan ke Labuan Bajo, tempat yang dulu pernah ingin kukunjungi.
Kali ini, tentu aku tak menolak seperti dulu dong, aku juga butuh waktu piknik setelah apa yang baru saja menimpa kami.
"Udah siap Mbak?" Mey turun dari lantai atas, dengan setelan pant jumbo dan atasan kaos rajut yang longgar, sebuah slingbag kecil tersampir di bahunya, dia cantik dengan jilbab voal warna kuning. Senyumnya sumringah menatapku yang ada di ruang tengah.
"Siap Mey."
"Yuk cap cuz, Mas Dipta udah di depan kan?"
"Iya, lagi ngobrol sama Mas Bram. " aku memeluk Ummi, "Berangkat ya Mi." kucium tangannya takzim,lalu mencium kedua pipinya, "Doa-kan selamat pulang dan pergi ya."
"Selalu Ummi doakan." Wanita dengan gurat tua di ujung mata itu tersenyum mengusap-usap bahuku, "Abahmu iki endi to, kok belum pulang." (Abahmu ini mana kok belum pulang)
Kami berjalan keluar rumah. Di teras sudah menanti Mas Bram dan Dipta. Iya ya, Abah mana? Tadi katanya keluar sebentar sama Pak Lek Nur, masih ada yang mau dicari buat sangu katanya, masa iya aku sama Mas Bram disangoni lele? (sangu = bekal)
" itu Abah." Suara Dipta membuat kami menoleh ke arah luar pagar. Abah dengan sarung dan koko biru muda, turun dari motor dan jalan tergopoh-gopoh membawa satu plastik bening berisi telur ayam kampung. Mendekati Mas Bram.
"Ini di untal ya, biar makin kuat, kuning telurnya aja," tutur Abah, diantara napasnya yang ngos-ngosan. (diuntal = dimakan langsung mentah-mentah)
Aku, Mas Bram dan Dipta terpaku, lalu tertawa kecil. Ummi juga tertawa geli, hanya Mey yang tidak paham.
Aduh Abah-Abah. Masa iya naik pesawat bawa telur ayam kampung. Astaga. Mana di kresekin doang nggak pakai wadah telur yang anti goyang. Meski geli, kami menerima juga telur ayam kampung itu. Abah bisa kecewa kan kalau gak diterima?
"Abah rupanya meragukan kemampuanku." Mas Bram berbisik pelan saat kami hendak masuk ke dalam mobil. Refleks, aku memukul lengannya sampai dia mengaduh. Lalu meringis pada Abah dan Ummi yang berdiri mengantar kepergian kami.
**"Emang buat apa telur ayam kampung dibawa honeymoon?" tanya Mey saat mobil sudah melaju meninggalkan rumah. "Emang di hotel gak bisa pesen telur ceplok ayam kampung?"
"Di Labuan bajo gak ada telur Ayam, adanya telur komodo." Dipta dari belakang kemudi menjawab asal.
Kemarin, dia menawarkan diri mengantar kami, memakai mobil Mas Bram supaya tidak parkir terlalu lama di bandara.
"Serius Mas Dipta!" protes Mey kesal. Aku hanya menahan senyum geli, sementara Mas Bram yang duduk di depan hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Ya biar Mas sama Mbak kamu gak gampang pilek, Crit. Ke Labuan Bajo kan jauh." Lagi-lagi Dipta menjawab asal. Aku dan Mas Bram tertawa terbahak-bahak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Marriage (JPB Sesi 2) [TERBIT]
General Fiction"Telat lagi kan Mas jadinya, beberapa hari ini kita telat terus lho Mas, kan gak enak sama Bu Titi. Kenapa Mas suka pagi sih, jadinya ketiduran lagi kan??" -Karin- "Pengennya pagi Rin, mau gimana lagi." -Bram- Ada yang bilang, ISTRI seperti Kota de...