Double up
*****
“Lho??Kok Onde-onde Mbak?”
Nungky dan Sandra menatap bengong kotak Onde-onde Bo Liem yang ada di hadapannya.
“Mbak Karin bukannya ke Yogya?” Tanya Sandra heran, “emang Bakpia disana sudah jadi onde-onde?” meski heran, tangannya tetap mengambil satu buah onde-onde bulat yang kubeli di outlet Empunala-Mojokerto, dekat rumah, karena outlet disana bisa dibeli pagi jam enam, fresh jadi nggak atos (keras) ketika kubawa sampai kantor.
“Aku gak ke Yogya kok,” jawabku enteng, duduk di kursi kerjaku dengan cengiran saat keduanya menatap heran.
“Jadi?babydoll batik khas malioboro pesanan ku gak ada?” tanya Nungky tak percaya.
“Daster doang beli di DTC banyak Nung.”
“Yah Mbaaaaaaak, kan rasanya beda.”
Aku tertawa melihat wajahnya yang kecewa. Beda dimananya coba, sama-sama baju tidur, paling enak kalau sudah lama pemakaian, warna agak bulak malah makin bikin bobok lelap. itu kalau aku sih, tapi semua daster dan piyama tidurku yang tipis semriwing dengan warna mulai memudar sudah jadi gombal semua, kena sweeping Nana sebelum akad nikah.
Sepupu gesrek ku itu memaksa beli koleksi lingerie yang aduhai, liatnya aja ngeri. Meski ngeri kubeli juga sih, dan belum pernah kupakai. Isin rasane pakai gituan depan Suami. Mana kemarin dapat tambahan dari Linda pula. Aku belum siap mental pakai gituan di depan Mas Bram. Iya kalau dia suka? kalau nggak? atau malah berpikir yang aneh-aneh. Nggak deh.
“Meeting all tim jam dua siang kan ya?” tanyaku memastikan, dua stafku mengangguk.
“Mbak Karin jadi mengajukan resign bulan ini?” tanya Sandra, ganti aku yang mengangguk, kulihat keduanya mendesah bersamaan.
Sandra terlihat lebih gelisah, aku sudah ngobrol secara pribadi dengannya sebelum cuti. Kemungkinan terbesarnya, dialah yang akan menggantikan, setelah melihat kinerja dan kemampuannya selama ini sebagai media buyer, Management setuju dengan rekomendasiku.
***
“Mbak yakin aku bisa?" tanya Sandra ragu, jari lentiknya mengetuk-ngetuk gelas es teh yang ada di hadapannya. Kami makan siang berdua di foodcourt kantor. Mas Bram ada meeting dengan Malik di luar sejak pagi tadi, jadi kami tidak makan siang bersama, sementara Nungky entah ada dimana, kabur duluan begitu jam menunjukkan pukul dua belas siang,
"Aku baru empat tahun tahun di sini, beda jauh dengan Mbak Karin yang sudah sepuluh tahun."
“Kamu nggak percaya dengan kemampuanmu?” tanyaku balik.
Dia mendesah, mengaduk-aduk es teh yang tinggal setengah dengan sedotan bebek, lalu menatapku, “kalau Johan yang di sini? dia sudah tujuh tahun di Actamedia,”usulnya pelan.
“Johan memang punya kemampuan, tapi Bidang Kreatif butuh banyak orang seperti Johan San.” Aku menyesap teh hangat pesananku, rasanya lega sekali di tenggorokan dan dada,“Lagipula apa kata karyawan lain, kalau kamu dan Johan satu bidang? bisa pada iri tuh.”
“Aku yang pindah bidang.”
“Mau bikin Pak Syahran minum bodrex? Management dan HRD menempatkan SDM itu nggak asal naruh lho San,” tuturku tegas, berharap dia paham, “Semua sudah ada tolak ukur, berdasarkan evaluasi kinerja dan diputuskan di meeting management, sudah di ukur dan dipertimbangkan A,B,C,D nya.”
Sandra terdiam, menatap gelas es tehnya, kuhela napas dalam-dalam, sebelum melanjutkan bicara.
“Kita tidak akan pernah tahu seperti apa puncak gunung ketika belum mendaki kan San?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Marriage (JPB Sesi 2) [TERBIT]
Fiksi Umum"Telat lagi kan Mas jadinya, beberapa hari ini kita telat terus lho Mas, kan gak enak sama Bu Titi. Kenapa Mas suka pagi sih, jadinya ketiduran lagi kan??" -Karin- "Pengennya pagi Rin, mau gimana lagi." -Bram- Ada yang bilang, ISTRI seperti Kota de...