Dear Surga part 14 - How to be Happy?

43 9 3
                                    

DS 14. How to be Happy?

Terkadang memang seperti itu, ya. Kita terlalu sibuk dengan kehilangan sampai melupakan kebahagiaan yang pernah kita dapatkan. Kita terlalu sibuk dengan rasa sakit itu sampai melupakan rasa syukur di kala sempit.
—Fatimah Mafaza Albaihaqi

🍁🍁🍁

Pagi yang cerah tidak memancarkan kehangatan di kediaman Melviano. Bahkan pancaran cahaya mentari yang menembus tembok kaca bening seolah menjadi penghias situasi menegangkan di ruang tamu.

Grey berdehem pelan, menghindari tatapan tajam tuannya. Ia mengangguk patuh pada Rey yang duduk menyilang di hadapannya. "Kami akan melanjutkan penyelidikan, Tuan muda," ujarnya.

Rey tersenyum miring mendengar pernyataan Grey. Ia menghisap rokoknya, lalu menegakkan tubuh sebelum mulutnya mengeluarkan apa yang sedang ia nikmati. Asap yang tercipta mengepul, mengotori udara pagi yang masih suci. "Selalu beritahu perkembangannya padaku," ujar Rey tajam.

"Pelakunya seorang wanita." Rey mengerutkan kening samar. Mengusap dagunya, berpikir. Menerka kembali siapa yang mungkin menjadi dalang di balik pembunuhan delapan anak buahnya. Sayang sekali, otaknya tidak memiliki titik temu. Sebab dia tak merasa memiliki musuh seorang wanita.

Rey menghela napas samar. "Kamu harus cari tahu siapa dia!" perintahnya, menunjuk Grey dengan batang rokok di antara telunjuk dan jari tengah.

Grey kembali mengangguk, membuka dokumen di tangannya. "Apa Anda memiliki perkiraan tentang siapa yang telah membunuh beberapa anak buah kita? Atau mungkin, Anda ingat siapa musuh wanita yang Anda punya—"

"Assalamualaikum."

Suara salam yang terdengar pada pintu masuk memotong omong kosong Grey. Kedatangannya seolah menjawab pertanyaan yang sedang dilontarkan pria paruh baya tersebut.

Rey menoleh, tersenyum tipis memperhatikan langkah anggun yang memasuki ruang tamu. "Waalaikumsallam," bisiknya samar—tak terdengar.

Rey kembali menatap Grey. "Apa aku harus menjawabnya?" Senyum miring Rey kembali tersungging tajam. Ia menaikkan sebelah aslinya. "Aku pikir itu tugasmu." Rey menghisap rokoknya kembali.

"Eh, Rey?"

Rey mengerutkan kening mendengar suara indah tersebut tepat berada di sisinya. Terdengar begitu lembut memasuki indera pendengaran, menggoda Rey untuk menoleh dan tersenyum samar. Ia bangkit dari duduknya. "Putri." Lagi, seolah sudah menjadi kebiasaan, panggilan itu terlontar dari bibir Rey.

Fatimah mengangguk sopan pada Grey yang mungkin berumur sebaya dengan ayahnya. Kemudian gadis itu kembali menatap Rey. Menjewer kedua telinganya sendiri, seperti yang pernah dilakukannya di dapur hari itu.

Shit! Dia melakukannya lagi!

"Maaf karena aku masuk begitu saja. Tapi, tadi di depan aku menghubungi Calista dan dia memintaku untuk langsung—"

"Mencari Queen?"

Fatimah terdiam. Mungkin sedikit terkejut karena pertanyaan Rey yang baru saja memotong kalimatnya. Seolah tersadar, Fatimah menjentikkan jari. "Ah, iya," katanya. Sangat menggemaskan di mata Rey.

"Queenmu ada?" tanya Fatimah menaik-turunkan alis. Gadis itu pintar sekali menggoda Rey.

Berusaha mati-matian tidak terpancing untuk menarik kedua sudut bibirnya, Rey menjaga ekspresinya tetap datar. "Follow me," ujarnya sebelum berbalik badan, diikuti Fatimah di belakangnya.

Dear SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang