DS 8. I am Your Friend
Mengikhlaskan bukan tentang menghapus, namun melepas. Mengikhlaskan memang membutuhkan waktu.
Tidak akan mudah.
Tetapi jika mampu melewatinya, Allah tidak akan tinggal diam saja.
Allah will give more. Sesuatu yang lebih baik dan istimewa.
--Fatimah Hulya Albaihaqi🍁🍁🍁
Ruangan itu begitu temaram. Gelap. Sunyi. Hanya ada dua sumber pencahayaan di sana. Cahaya itu menyorot sosok pemuda berwajah tegas dengan mata setajam elang yang tengah duduk santai di atas kursinya. Sementara cahaya lainnya menyorot tiga-atau sepertinya lima pria dengan lengan terikat-terduduk di lantai penuh debu dengan bekas darah di mana-mana.
Rey menatap tikus-tikus sialan di hadapannya dengan ketenangan mengerikan. Wajahnya berupa topeng kematian indah. Menjanjikan siksaan tanpa akhir. Tidak ada suara, tidak ada yang berani berbicara. Semua hening. Menunggu Rey dengan kesiapannya untuk menggantikan malaikat maut.
Sebuah suara langkah mendekat. Rey memiringkan kepala, menunggu. Sampai seseorang mengulurkan nampan dengan satu buah botol anggur berikut gelas di atasnya, rahang Rey mengetat. Ada rasa marah mengaliri darahnya-entah karena apa. Lalu pada detik berikutnya, dengan satu hempasan kuat nampan itu terpelanting. Menimbulkan suara pecahan yang begitu kentara. Mengejutkan semua orang sekalipun ruangan tetap hening.
Rey menatap tajam pria pembawa minuman tadi. Wajahnya menunduk penuh ketakutan. Menanti hukuman dari Rey dengan siap. "Kamu melakukan kesalahan." Suaranya tak terbantahkan. Suasana ruangan sempit itu semakin mencekam ketika pandangan mata Rey menggelap.
"Maaf, Tuan Reymond. Tapi, biasanya Anda-"
"Patahkan tanganmu sekarang juga!" Rey mendesis. Kalimatnya sama sekali tidak menerima bantahan. Ia bisa merasakan bagaimana beberapa dari mereka menatapnya penuh kengerian nyata.
Dengan ketenangan mematikan, Rey kembali menatap lima tawanannya. Mengabaikan suara retakkan berikut teriakkan penuh kesakitan di belakang. Iblis itu hanya tersenyum kejam di tempat.
Rey berdehem di antara keheningan. Semakin menggambarkan jika ajal kelima tikus tidak berguna di hadapannya sudah semakin dekat. Siap bermain dengan maut. "Kalian cukup tahu jika...." Rey menatap mereka dengan sebelah alis terangkat. Mulai berpikir tentang apa yang akan ia mainkan dengan tikus-tikus bodoh itu sebelum neraka memanggil mereka. "Tidak ada yang keluar dari ruangan ini dengan kondisi hidup." Rey menjentikkan jarinya. Menatap mereka semakin tajam. "Kecuali jika semesta berpihak pada kalian." Sekalipun Rey tidak ingin itu terjadi. Apa yang dilakukan bajiangan-bajingan itu karena mengikuti adiknya, sudah sangat keterlaluan. Tidak lagi termaafkan.
"Keputusanku benar jika akan lebih menyenangkan bermain dengan kalian dalam kondisi sadar." Suaranya merendah. Rey terkekeh penuh ancaman. Terdengar mengerikan bagi siapa saja yang memperhatikan. "Kalian akan mendapatkan sensasi yang luar bisa, lebih dari saat kalian koma. Aku benar?" Iblis itu menatap lekat satu persatu tikus di hadapannya. Mulai membuas. Sangat siap untuk melenyapkan mereka semua.
Suasana semakin mencekam ketika langkah kaki Rey terdengar mendekat-memutari tubuh mereka. Ketenangannya semakin terasa mengerikan. Sebelum kemudian Rey berdiri tepat di hadapan tawanannya. "Tembakkan adikku luar biasa, bukan? See, kalian bermain dengan gadis yang salah." Seringai yang tercipta benar-benar mencerminkan seorang iblis. Rey menggelengkan kepalanya pelan, menyayangkan nasib mereka yang akan mati sia-sia karena berani bermain-main dengan adik manjanya-dengannya.
"Siapa yang menyuruh kalian untuk mengganggu adikku?" Suaranya sekali lagi terdengar rendah, namun menggambarkan suara kematian yang mengalun indah. Rey mengangkat dagu salah satu dari mereka. Menatapnya tajam. Lebih tajam dari busur panah yang siap mengenai objeknya. "Aku bertanya padamu, siapa yang menyuruh kalian semua?" Suaranya bahkan masih terdengar rendah ketika tikus di hadapannya hanya terdiam dengan wajah ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Surga
General FictionDi atas bentala ini, terkadang sesuatu datang tanpa terduga. Seperti angin yang datang tiba-tiba lalu menumbangkan pohon yang berdiri kokoh. Maka, seperti itulah kedatangan seorang Fatimah Hulya Albaihaqi bagi Rey yang tak pernah diduga olehnya. Gad...