Chapter 4

549 49 3
                                    

Keesokan harinya, Kia tidak menyangka bahwa Arga akan benar-benar datang lagi. Pria itu masuk dengan senyum lebar sambil melambaikan tangannya. Begitu sampai di hadapan Kia, Arga langsung mengajukan pertanyaan yang membuat gadis di depannya itu tersentak. "Gimana?" satu kata tapi mampu membuat Kia gugup.

"Duduk dulu bisa kali, Kak, langsung main tembak aja" celetuk Nayla yang duduk di sebelah Kia yang kini sudah merona merah entah kenapa. Sedangkan Arga terkekeh, akhirnya menurut untuk duduk di depan Kia. Mereka dipisahkan oleh sebuah meja.

"Kak, Bu Damar nggak ngasih izin buat melihara kucing yang udah diadopsi di sini," ucapan Kia menyebabkan Arga kecewa.

"Aku bakal penuhi semua kebutuhannya, termasuk kebutuhan kucing-kucing lainnya yang ada di sini."

"Bukan masalah dengan kebutuhannya, Nak Arga," suara Bu Damar tiba-tiba terdengar dari salah satu ruangan yang sudah terbuka, menampilkan wanita setengah baya itu sedang berjalan mendekat. Semua mata kompak menatap Bu Damar, "Tapi kasihan kucing lain yang belum diadopsi. Lagi pula, ntar kalau orang lain tahu kalau kami merawat kucing yang sudah diadopsi, para calon pengadopsi bisa-bisa meminta hal yang sama. Mau adopsi aja secara administrasi, tapi nggak mau merawat," lanjutnya.

Arga menipiskan bibirnya, tampak berpikir sebentar, "Jadi ini masalah tempat aja? Berarti Kia boleh kan merawat kucing saya kalau sudah saya adopsi?"

"Ya, itu terserah Kianya aja," Bu Damar dan Arga bersamaan menoleh ke Kia.

Merasa mendapatkan tatapan yang menuntut, Kia spontan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, merasa terintimidasi.

"Saya ada tempat yang bisa digunakan untuk merawat kucing itu."

"Dimana?" tanya Kia.

"Apartemen saya."

***

Pada umumnya, wisuda adalah momen yang paling dinantikan bagi para mahasiswa serta orang tua mereka.

Bagi mahasiswa, mereka menggunakan momen ini sebagai titik akhir perjuangan mereka selama hidup di dunia perkuliahan, sekaligus titik awal fase kehidupan mereka yang baru di mana kerasnya hidup akan benar-benar mereka rasakan saat mereka mulai memasuki dunia kerja nanti.

Bagi sebagian para orang tua menganggap wisuda menandakan bahwa tanggung jawab mereka telah usai. Bagi sebagian yang lain, wisuda juga mereka jadikan ajang adu pamer prestige, untuk membuktikan pada dunia bahwa anak mereka telah berhasil menempuh pendidikan di perguruan tinggi atau universitas.

Sama halnya dengan Wisnu Galanharsa yang menggunakan momen wisuda Reiga kali ini sebagai kesempatan untuk menunjukkan pada khalayak ramai bahwa dia telah berhasil menuntaskan kewajibannya sebagai orang tua. Anak bungsunya akhirnya wisuda, lulus dengan predikat cumlaude, IPK terbaik.

Tapi berbanding terbalik dengan perasaan Reiga saat ini. Dia sama sekali tidak merasa nyaman selama upacara wisuda berlangsung. Beberapa kali dia menghela napas kasar untuk mengendalikan emosinya.

Nata yang duduk di sebelahnya menyadari Reiga sedang gusar. Dia tampak gugup dan juga malas dalam waktu yang bersamaan. "Lo kenapa?" tanya Nata sedikit berbisik, dia agak mendekatkan kepalanya supaya terdengar oleh Reiga.

"Nggak apa-apa."

"Nggak usah bohong, gue tahu lo lagi nggak tenang. Kenapa? Nervous?" tanya Nata mengkhawatirkan keadaan teman di sampingnya itu, pasalnya sebentar lagi Reiga akan maju ke depan podium untuk menyampaikan sambutan mewakili seluruh mahasiswa yang wisuda kali ini.

Reiga hanya menggeleng, tidak berniat menjawab pertanyaan Nata dengan kalimat apapun.

Sebenarnya Nata tidak sepenuhnya salah. Reiga memang gugup, tapi bukan karena sambutan yang seperti Nata sangkakan tadi. Reiga gugup karena seluruh anggota keluarganya ada di ruangan wisuda ini. Tidak hanya itu, ayahnya juga sudah menempatkan beberapa awak media di sudut-sudut ruangan, yang artinya tidak lama setelah acara ini selesai, berita tentang dirinya akan tersebar di masyarakat.

Triptych √ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang