Chapter 34

284 28 4
                                    

Unit apartemen Arga yang luas kini terasa makin sepi dan dingin sepeninggal Kia. Ditambah dengan tidak adanya Kukang karena Arga terpaksa harus membawa kucing itu kembali ke boarding. Aleya sudah menawarkan diri untuk merawat Kukang, tapi Arga menolak, mengingat Reiga yang alergi.

Unit Reiga dan Aleya berada di tower yang sama. Dengan kembalinya Aleya ke apartemen miliknya dan Reiga yang masih jarang mau pulang ke rumah, Arga yakin Reiga akan sering ke unit Aleya untuk memastikan gadis itu baik-baik saja. Oleh karena itu, Arga tidak membiarkan Aleya membawa Kukang. Terlalu sering berada di satu ruangan dengan Kukang, akan memicu alergi Reiga untuk lebih reaktif.

Kembali pada Aleya yang sedang mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut unit yang sudah ditinggalinya selama dua minggu lebih itu. Tempat yang bahkan tidak pernah ada dalam bayangannya justru menjadi tempat paling aman untuknya bersembunyi dari sang ayah.

Ada perasaan tidak rela baginya untuk meninggalkan tempat tinggal Arga itu. Rasa bersalah atas kepergian Kia masih belum bisa dia hapuskan hingga sekarang. Memang benar dia sama sekali tidak ada hubungannya dengan keputusan Kia untuk pergi dari Jakarta. Tapi tetap saja, jika saja saat itu Aleya tetap bersikeras mengantar Kia pergi ke Sukabumi, mungkin ceritanya tidak menjadi seperti ini.

Aleya berdiri di belakang sofa bed di ruang TV, kedua tangannya bertumpu pada kepala sofa. Kepalanya menunduk sambil berusaha menetralkan dadanya yang nyeri setiap kali teringat kejadian yang menimpa mereka kali ini. Dia menghirup napas dalam dan mengembuskannya pelan-pelan.

Tepukan pelan di pundaknya membuat lamunannya terpecah. Aleya mengangkat kepalanya dan menemukan Reiga yang sudah berdiri di sampingnya.

"Kenapa?"

Aleya menggeleng sambil mengulum senyum tipis.

"Udah semua?"

Aleya mengangguk, "Udah. Yuk."

Reiga meraih dua koper besar milik Aleya dan mulai menariknya. Mereka berdua siap untuk meninggalkan apartemen Arga ini. Kakak laki-laki Reiga itu serius dengan kata-katanya yang akan mengembalikan apartemen tersebut pada sang ayah demi untuk mengembalikan uang yang ayahnya berikan pada Kia. Padahal jumlah uang yang diberikan tidak seberapa jika dibandingkan dengan harga apartemen dan mobil Arga.

Aleya balik badan saat dia berada di depan pintu. Sekali lagi dia mengedarkan pandangannya. Sedih rasanya meninggalkan tempat itu. Dia rindu dengan kehangatan unit itu ketika dirinya dan Kia mengobrol sambil bersenda gurau. Saling menceritakan pengalaman masing-masing, tidak jarang juga para lelaki Galanharsa menjadi objek cerita mereka. Secara tidak langsung, Kia menjadi satu-satunya orang yang tahu isi hati Aleya yang sebenarnya. Aleya merindukan Kia.

"Ayo, Cath," suara Reiga lagi-lagi menjadi pemecah lamunannya. Aleya mengikuti Reiga dengan langkah berat.

"Masih berat ya ninggalin unitnya Mas Arga?" tanya Reiga ketika mereka sudah berada di mobil milik Reiga.

Aleya mengangguk, "Gue masih kepikiran Mbak Kia."

Tangan Reiga terangkat untuk mengusap puncak kepala gadis di sampingnya, "Mbak Kia pasti ketemu. Mas Arga nggak bakal nyerah nyariin Mbak Kia. Mas Andra sama Nata juga udah ngerahin anak buahnya buat nyari. Lo tenang aja."

Gadis itu kembali mengangguk dengan kepala yang masih tertunduk dalam.

Reiga mengangkat dagu Aleya perlahan dan membawanya untuk berhadapan dengan dia. "Jangan sedih terus dong, guenya bingung kalo lo kayak gini terus."

Aleya mendongak untuk menatap Reiga, "Sorry. Yaudah, yuk, jalan."

"Beneran?"

"Iya, Abiii~" Aleya menyunggingkan senyum tipis untuk menenangkan Reiga yang mulai terlihat khawatir dengan keadaan dirinya. Gadis itu juga mengusap punggung tangan Reiga.

Triptych √ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang