Bab 12

2.3K 217 10
                                    

Sebelum mulai baca, yuk vote dan mention asal kamu di kolom komen 😍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum mulai baca, yuk vote dan mention asal kamu di kolom komen 😍

***

Zela yang sedang bertopang dagu. Memikirkan Aksa yang akan menjemputnya untuk makan siang nanti, tersentak saat seseorang menepuk bahunya pelan. Mata Zela pun langsung tertuju pada Bagus.

"Kamu kenapa?" tanya Zela cepat.

"Oh itu, kerjaanmu udah kelar?"

Zela mengangguk, "iya. Udah beres semua kok, emang kenapa?"

Bagus menarik napas dalam-dalam saat mendengar jawaban Zela, "jam makan siang nanti, kamu ada waktu? ada hal penting yang mau aku omongin."

Zela tampak berpikir. Namun, akhirnya mengangguk pelan, mengiyakan ajakan Bagus.

Awalnya Zela ingin menolak saja tawaran Bagus. Selain untuk menghindari prasangka buruk ketika Siska melihat mereka berdua. Zela juga tidak enak hati pada Aksa, jika dirinya tiba-tiba membatalkan rencana makan siang mereka.

Namun, mengingat ada hal penting yang belum diketahui Bagus mengenai dirinya. Zela pikir, sudah waktunya dirinya memberitahu Bagus mengenai kondisinya sekarang, toh nanti perutnya juga akan semakin besar, dan pada akhirnya mereka akan tahu juga.

Setelah memastikan pekerjaan kantor selesai, keduanya pun akhirnya menuju ke cafe yang sering Zela kunjungi di waktu makan siang. Selain karena jarak cafe yang begitu dekat dengan kantornya, desain cafe dengan nuansa alami yang dipadukan dengan langit-langit kayu dengan dinding hijau yang dipenuhi tumbuhan, juga merupakan salahsatu alasan kenapa Zela lebih memilih menghabiskan waktu istirahatnya di cafe, guna menyegarkan pikiran setelah berkutat berjam-jam di depan komputer.

Sembari menunggu pesanan keduanya, Zela melirik Bagus yang kini duduk di depannya. Memikirkan cara bagaimana dirinya memberitahu Bagus mengenai kondisinya saat ini.

"Uhmm ... Zela."

"Iya. Kenapa?"

Menggaruk tengkuknya dengan sebelah tangan. Secepat mungkin Bagus mengalihkan tatapan matanya kala tidak sengaja pandangan keduanya bertemu.

"Aku gak tau mau ngomong gimana."

"Eng ... gak jadi deh," ucap Bagus sembari terkekeh pelan, membuat Zela yang mendengar itu berdecak sebal.

"Ais, kalau dari awal gak tau, ya gak usah ngomong. Sekarang kan aku jadi penasaran."

Melirik Zela. Bagus menggaruk sebelah pipinya, bingung.

"Itu ... mengenai gadis yang aku suka." Menjeda ucapannya. Bagus mengangkat wajahnya, menatap Zela untuk melihat dengan jelas ekspresi gadis itu sesaat mendengar ucapannya. Sebelah tangan Bagus pun dengan pelan terangkat, menggenggam tangan Zela yang saat ini menatapnya dengan alis terangkat.

My Protective DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang