twenty three

4.6K 500 86
                                    

Sudah hampir setahun aku mengunjungi tempat ini. Dan setiap harinya aku harus melihatnya terbaring lemah tidak berdaya. Aku juga sudah memutuskan untuk kuliah disini dan menunggu Zayn sadar. Walaupun aku tidak tahu kapan Zayn akan bangun, setidaknya aku tidak menyerah. Padahal Mama Zayn sudah menyuruhku untuk melanjutkan hidupku dan melupakan Zayn. Tapi aku gak bisa.

"Candy, masa depan kamu masih sangat panjang. Jangan terus-terusan menyiksa diri kamu kayak gini. Jujur aja tante gak tega. Seharusnya kamu melanjutkan hidupmu dan menemukan laki-laki yang akan mencintaimu bukan nya menunggu sesuatu yang gak pasti. Tante bukan nya melarang, tapi tante gak bisa lihat kamu kayak gini terus."

Kata-katanya masih terekam jelas di otak ku. Mama Zayn memang benar! bahkan dokter saja sudah angkat tangan. Aku juga sebenarnya sudah lelah tapi hati berkata lain.

"Zayn, bangun dong." Aku menggenggam tangan Zayn seraya memandang wajah pucatnya.

"Kamu tidur terus, emangnya gak capek? aku aja capek." Kataku yang mulai melantur dan mataku sudah mulai berkaca-kaca. Tuhkan mau nangis lagi.

"Perasaan dari awal aku jatuh cinta sama kamu, aku terus yang nunggu sampai kamu kayak gini juga aku yang nunggu. Terus kamu kapan? aku capek tapi aku juga gak mau nyerah. Kita gak pernah ada ujungnya, gini-gini aja...nangis, galau, nangis. Terus Kapan bahagianya?" Pertahananku runtuh, aku mulai menangis tersedu-sedu.

"Waktu itu kamu bilang kalau kamu cinta sama aku. Ayo dong bangun kalau kamu emang cinta sama aku, kita mulai dari awal. Jangan kayak gini terus aku capek." Aku menggoyang-goyangkan lengan Zayn pelan sambil terus terisak.

Tetap saja tidak ada respon darinya. Ku pikir aku sudah mulai gila. Aku pun menundukan wajahku, tubuhku terguncang karna tangisanku yang semakin menjadi. Ini memang tidak pernah ada akhirnya!

"Apa sebenarnya kita tidak berjodoh?" Aku bertanya walaupun aku tahu dia tidak akan menjawabnya. Dan aku pun kembali menangis.

Aku bangkit dari tempat duduk ku lalu mencondongkan tubuhku ke arah Zayn. Aku mencium keningnya di ikuti air mataku yang jatuh membasahi keningnya. Aku memejamkan mataku saat menciumnya lalu aku kembali ke tempat duduk ku. Aku menghapus air mataku yang berada di kening Zayn. Setelah itu, aku menggenggam tangan Zayn dan meletakan kepalaku disisi tempat tidur. Mataku rasanya berat sekali, aku memutuskan untuk tidur sebentar.

***

Zayn tidak tahu dimana dia sekarang, semuanya terlihat sama dengan kabut putih yang pekat. Ia mencoba untuk tetap terus berjalan, walau jarak pandangnya sangat terbatas. Semula Zayn harus memincingkan matanya ke arah depan, namun setelah beberapa lama kabutnya mulai menipis. Zayn melihat sebuah cahaya terang di ujung sana, ia berusaha terus berjalan untuk menebus cahaya itu.

Benar saja, cahaya itu membuat Zayn terbebas dari kabut putih yang pekat tadi. Ia memandang sekitar, lalu ia membulatkan matanya. Ini sangat indah, benar-benar pemandangan yang indah. Zayn berdecak kagum melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Ia merasa belum pernah mengunjungi tempat ini. Tapi dia juga bingung, kenapa ia bisa sampai disini? Akhirnya Zayn pun memutuskan untuk mengelilingi tempat ini dengan senyum yang mengembang di wajah tampan nya.

Zayn mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat, sampai akhirnya matanya tak sengaja bertemu dengan sosok gadis cantik mengenakan gaun putih dengan panjang selutut seraya memegang kamera. Gadis itu menoleh ke arah Zayn mata mereka saling bertemu, gadis tersebut tersenyum kepada Zayn sambil menyelipkan anak rambut di belakang telinganya.

Candy? batinnya.

Ia mengerjapkan matanya berkali-kali merasa tak percaya dengan sosok yang ada di hadapannya. Zayn mulai berjalan mendekatinya, memastikan apakah orang itu benar Candy. Zayn baru berjalan beberapa langkah dan harus berhenti di tempat. Dia memang Candy. Perlahan Zayn kembali berjalan mendekatinya, namun dia malah berjalan menjauh dan mulai berlari.

C a n d y • z.m [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang