Pagi pun datang, matahari sudah muncul di ufuk timur tapi Jimin masih tertidur dengan selimut tebal membungkus tubuhnya.
Seokjin masuk ke kamar adiknya berniat membangunkan Jimin untuk bersiap ke sekolah.
Seokjin merasa aneh kenapa adiknya belum bangun, padahal ibunya sudah menata sarapan di meja makan dan ayahnya sudah duduk di sana menikmati secangkir kopi dan berita terkini.
Biasanya adik kesayangannya itu selalu membantu ibunya di dapur, tapi pagi ini ibunya bilang Jimin belum keluar dari kamarnya.
Kakinya mendekati ranjang Jimin, lalu dia duduk di tepi ranjang dan menyibakan selimut berwarna abu-abu itu.
"Chim, kau tidak sekolah hari ini?"
Seokjin mengusap pelan wajah Jimin dan betapa terkejutnya dia ketika merasakan suhu tubuh Jimin.
Dengan wajah merah dan bibir pucat, Jimin membuka matanya perlahan.
"Ya, hyung. Aku akan bersiap pergi ke sekolah sekarang."
Jawab Jimin, lemah.
Dia berusaha bergerak dan beranjak dari kasur tapi Seokjin menahannya dan menarik Jimin untuk duduk disampingnya.
"Kau demam? Tubuhmu panas, Chim."
Seokjin menarik Jimin untuk bersandar dipundaknya, tangannya mengelus lembut surai coklat madu Jimin, sementara Jimin kembali memejamkan mata saat kepalanya terasa berdenyut nyeri.
Jimin tidak tahu apa yang salah pada dirinya karena rasa mual tiba-tiba menyerangnya.
Tangannya menutup mulutnya, lalu berlari ke arah kamar mandi dan mengeluarkan semua isi perutnya di kloset duduk.
Seokjin yang panik pun segera menyusul Jimin, dia mengurut pelan tengkuk Jimin.
"Hyung ambilkan teh hangat dulu ya, Chim."
Jimin mencuci mukanya dengan air, berharap bisa merasa enakan. Pantulan dirinya di cermin terlihat pucat.
Jimin berjalan keluar kamar mandi sambil bertumpu pada dinding, lalu kembali ke ranjangnya.
Seokjin dengan cepat membawakan secangkir teh hangat untuk Jimin. Dia membantu adiknya untuk minum dan berganti pakaian.
"Hyung... hyung..."
Suhu tubuh Jimin semakin tinggi, saat ini bahkan dia mengigau dan memegang erat tangan Seokjin.
Seokjin sangat khawatir, dia tidak tahu harus melakukan apa. Kedua orang tuanya sudah pamit pergi bekerja karena memang sedang ada hal penting yang harus mereka selesaikan. Jadi Seokjin dimintai tolong untuk merawat Jimin.
Mereka pikir Jimin tidak akan sakit separah ini, tapi sekarang kondisi Jimin benar-benar mengkhawatirkan.
"Kita ke dokter ya, hyung panaskan mobil dulu."
Tidak mungkin bagi Seokjin merawat Jimin sendiri di rumah. Dia harus segera membawa Jimin ke rumah sakit, jika tidak kondisi Jimin bisa semakin memburuk.
"Tidak mau, hyung disini saja. Chim-chim takut sendiri."
Jimin merengek, memeluk hyung tersayangnya dengan erat sambil terisak pelan. Jimin menyandarkan tubuhnya pada dada bidang Seokjin yang berbaring disampingnya.
"Hyung tidak kemana-mana. Ayo kita pergi ke dokter sekarang."
Seokjin berdiri dari ranjang dan membantu Jimin memakai jaketnya, lalu menggendong Jimin dipunggungnya.
Tubuh mungil itu terlihat rapuh bertengger dipunggung Seokjin. Kepala Jimin terkulai lemas di bahu Seokjin, dengan mata terpejam dan kulit wajah memerah karena demam.
Seokjin memastikan semua jendela rumahnya sudah tertutup, lalu dia mengambil kunci mobil di nakas dan segera pergi keluar rumah.
Baru saja Seokjin selesai mengunci pintu, suara klakson mobil dan derap langkah terburu-buru membuat Seokjin menoleh ke belakang.
Itu Jungkook, turun dari mobil sedan hitam mewah yang berhenti di depan rumahnya.
"Jin hyung, Jimin kenapa?"
Tanya Jungkook, khawatir.
"Jimin sakit, hyung harus membawanya ke rumah sakit sekarang."
Jawab Seokjin, terburu-buru.
"Kalau begitu naik mobilku saja. Ayo hyung cepat!"
Lalu Jungkook membantu Seokjin membawa Jimin ke mobilnya.
Jungkook mengetuk kaca mobil itu, lalu kacanya turun perlahan dan memperlihatkan Taehyung dengan kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya.
"Ayah, bisa antar kami ke rumah sakit?"
"Masuklah. Ayah akan antar kesana."
Jawab Taehyung setenang mungkin, padahal dia juga terlihat khawatir akan kondisi Jimin.
"Terima kasih atas tumpangannya."
Ujar Seokjin, memberi salam singkat lalu masuk ke dalam mobil.
Selama di perjalanan, Taehyung terus-terusan mencuri pandang dari spion tengah hanya untuk mengecek kondisi Jimin yang masih tertidur dipangkuan Seokjin.
"Chim-chim, tunggu sebentar. Kita akan segera sampai di rumah sakit."
Ujar Seokjin sambil menggenggam tangan Jimin dengan erat, lalu mencium punggung tangan itu berkali-kali.
Taehyung mengernyitkan dahinya, dia tidak tahu apa hubungan Jimin dengan orang itu. Dia merasa tidak nyaman melihat sikap lelaki itu terhadap Jimin.
Ada rasa tidak rela ketika dirinya melihat laki-laki lain memeluk bahkan mencium wajah Jimin.
Mereka akhirnya sampai di rumah sakit, Taehyung segera turun dari mobil dan dengan cepat menggendong Jimin sebelum keduluan.
Seokjin yang tidak tahu apa-apa hanya bisa berterima kasih pada ayahnya Jungkook. Dia pikir, ayahnya Jungkook memang baik hatinya karena sudah membantu membawa Jimin.
Tangan Seokjin terus terulur untuk mengelus Jimin, membuat Taehyung berdecak sebal.
Suster pun datang dengan kasur dorongnya, Taehyung menidurkan Jimin diatasnya dan lelaki manis bertubuh mungil itu masuk ke ruang UGD.
Taehyung, Jungkook, dan Seokjin menunggu didepan pintu ruang UGD dengan perasaan tidak tenang. Dalam keadaan genting seperti ini, Taehyung masih sempat-sempatnya menatap sinis ke arah Seokjin yang terlihat khawatir memikirkan kondisi adiknya sendiri.
Taehyung cemburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Om
FanfictionJimin pasti sudah gila karena jatuh cinta pada ayah sahabatnya sendiri. Note : Jika ditemukan perbedaan dengan cerita aslinya, harap mengerti karena gaya bahasa penulis satu sama lainnya berbeda. Terlebih cerita harus disesuaikan agar karakter yang...