Dari jendela kelas aku bisa melihat keriuhan timbul di lantai dasar gedung yang tak seperti biasanya. Ini jauh lebih ramai dari keributan yang ditimbulkan para gadis yang menonton Nadhif main basket, para gadis yang melihat Kevin memamerkan senyumnya ketika lewat koridor, atau para gadis yang mendapatkan lambaian tangan dari Rama. Bahkan, sekarang bukan cuma gadis yang berlarian ke luar gedung, hampir semua lari menyambut sesuatu yang aku tak tahu apa itu. Ada apa sebenarnya? Apa pak presiden datang ke sekolahku sekarang, sampai-sampai membuat mereka heboh bukan kepalang?
"Rame banget Cik, ada apa emang?"
Yang ditanya malah senyam-senyum menatap keriuhan di lantai bawah.
"Sebelum lo ke sini dulu ada satu pentolan sekolah, selain Kevin, Nadhif, dan Rama. Namanya Iqbaal." itu bukan suara Cika, tapi suara Jani yang sedang fokus dengan lukisannya.
"Mereka satu geng. Isinya holang kaya semua. Nadhif ayahnya punya firma hukum terkemuka, juga salah satu mall di sini punya keluarganya. Kevin, Bundanya designer ternama sekaligus punya toko berlian di mana-mana. Rama dia bakal jadi pewaris hotel bintang lima yang udah berdiri di berbagai wilayah dan kalau gak salah dia punya cafe juga. Dan Iqbaal calon CEO perusahaan terbesar dan terkemuka di Asia, selain itu Omanya yang punya yayasan ini. Gila geng elit. Perpaduan yang sempurna."
Cika tersenyum menatapku dan Jani bergantian. "Iqbaal makan apa si?"
Aku mengeryit bingung. Pun dengan Jani ia sama bingungnya denganku.
"Kayanya dia lebih ganteng dari terakhir gue lihat."
Jani menghembuskan napasnya kasar. Ia tak terlalu tertarik dengan topik pentolan sekolah, akhirnya melanjutkan acara melukisnya lagi. Sebenarnya aku juga begitu—sama seperti Jani, tidak tertarik. Malahan aku tidak tahu seperti apa wajah Kevin, Rama, dan Nadhif karena kita beda gedung. Pun aku baru pindah ke sekolah ini dua hari yang lalu. Jadi aku jarang sekali melihat wajah mereka. Pernah sekali melihat mereka, itupun dari jauh dan tertutup kerumunan. Makanya aku masih belum tahu mana Kevin, Nadhif, dan Rama, juga Iqbaal.
Alasanku pindah ke sekolah ini karena Ibu dan Ayah yang menyuruh. Katanya supaya bakatku lebih berkembang lagi di sini. Padahal aku tahu sekolah di sini mahal. Bahkan uang dari toko kue ibu tiap bulan tidak bisa untuk bayar spp sekolah ini. Aku sudah menolak. Namun, kedua orang tuaku tetap kekeuh. Katanya pelanggan tokonya, si pemilik yayasan datang sendiri. Memintaku sekolah di SMA Bhineka ini setelah melihat lukisanku yang terpajang di toko kue Ibu. Aku membulatkan mataku. Tunggu setelah mendengar apa yang diucapkan Jani tentang geng itu? Jadi? Aku baru sadar ternyata, Oma Iqbaal yang meyuruhku sekolah di sini?!
"Eh Iqbaal liatin sini!" teriak Cika percaya diri, membenarkan rambutnya, kemudian melambaikan tangan genit. Aku yang penasaran setelah mendengar teriakan Cika ikut menengok ke bawah curi-curi pandang. Ingin tahu, seperti apa sebenarnya pentolan sekolah yang mereka agung-agungkan?
👑👑👑
Nadhif ikut mendongak, mengikuti pandangan Iqbaal yang mengarah pada kelas balet. Sekarang ia tahu apa yang cowok itu pandang. Rupanya Zea pacarnya.
"Lo belum kasih tahu dia, lo balik?"
Iqbaal mengulum senyum, menggeleng.
Rama tertawa melihat keributan di lantai tiga, gedung sebelah kelas balet. Kalau tidak salah itu kelas lukis.
"Kev, penggemar lo tuh malu-maluin." tunjuknya pada Cika yang melambaikan tangannya heboh di jendela.
Kevin bergidik. "Penggemar lo kali, pake lempar-lempar ke gue."
👑👑👑
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Nyonya [IDR]
FanfictionSetiap anak perempuan dalam hidupnya pasti pernah memimpikan dirinya menjadi seorang putri di sebuah kerajaan. Memakai mahkota di kepalanya, memakai gaun cantik, dan memakai sepatu bagus, yang nantinya mengantarkannya bertemu dengan seorang pangeran...