Aku menghembuskan napas pelan, menabahkan diriku. Kejadian di sekolah tadi tiba-tiba hadir di kepalaku. Alhasil membuat mataku sedikit berair, akupum mengusap sudut mataku. Kemudian menarik napas dalam, menghilangkan bayangan kalimat jahat yang mereka lontarkan.
Helaan napas panjang lagi-lagi keluar dari mulutku, mengingat hari pertunanganku dan cowok itu tinggal sehari lagi.
Mungkinkah aku bisa bertahan di posisi ini? Lebih tepatnya aku dan Iqbaal. Jelas sekali kalo cowok itu masih menaruh banyak rasa pada Zea. Melihat bagaimana perlakuannya pada cewek itu. Apa bisa ia menerimaku? Aku menggeleng. Kita berdua memang dari awal tidak ada yang menginginkan peristiwa yang akan terjadi esok lusa. Semua itu karena paksaan. Lantas apa yang kita berdua harapkan kalau pertunangan ini dilanjutkan?
Aku memijit pangkal hidung. Tapi kalau dibatalkan, bagai mana dengan keluarga kita yang telah sepakat. Pun aku juga ikut setuju akan hal itu. Dan berjanji untuk menerima semua ini. Bukankah aku harusnya tidak lari? Malahan harus bertanggung jawab atas pilihanku sendiri. Kasian Asisten Jo yang sudah mengorbankan waktunya mengajariku banyak hal. Sia-sia pengorbanannya. Kalau aku kabur ketika acara besok berlangsung.
Aku memejamkan mataku. Mengeratkan genggaman tanganku. Dan tiba-tiba sebuah rencana muncul di kepalaku. Mungkin itu bisa menjadi jalan keluar. Sebuah mantra yang akan membebaskan aku dari kutukan ini. Kutukan yang membawaku bersama Iqbaal—manusia termenyebalkan.
Aku tersenyum, maaf Eyang dan Opa setidaknya Nay sudah menunaikan janji kan? Meskipun sebentar?
👑👑👑
Aku tersenyum menatap selembar kertas di tanganku dengan tinta yang masih basah mengisinya. Kini tinggalah target ke dua. Aku harus menyampaikannya pada Iqbaal—mendapatkan persetujuannya.
Mataku berpendar begitu ke luar kamar—mencari keberadaan cowok itu. Aku menatap kamar Iqbaal yang masih sepi. Biasanya kalau dia pulang pintu kamarnya akan terbuka, tapi tidak kali ini. Apa cowok itu belum pulang? Iya tadi, kita tidak pulang bersama. Iqbaal bilang ada urusan. Ya, aku tahu urusan apa itu, yang pasti dia sama Zea. Jadilah aku dijemput oleh Asisten Jo.
"Siang Nona Nay." sapa Javas ke luar dari kamar Iqbaal.
Aku mengangguk. Kemudian menahan langkah Javas. "Iqbaal di kamarnya?"
Javas menggeleng. "Tadi saya hanya menaruh vitamin dan jadwal harian, bukan menemui tuan muda. Sepertinya dia belum pulang Nona Nay."
Aku menganggukan kepala.
"Mungkin sebentar lagi?" tukas Javas.
"Kalau begitu saya duluan Nona Nay."
Lagi-lagi aku memganggukan kepalaku, mempersilahkan Javas melangkah pergi.
👑👑👑
Dari pada menunggu cowok itu di depan kamarnya. Aku memutuskan untuk duduk di sofa, tempat biasa untuk bersantai. Kira-kira apa respon Iqbaal begitu membaca kertas ini? Tampaknya ia akan sangat setuju. Ya, aku harap begitu. Mungkin.
Ketukan sepatu, mengalihkan perhatianku. Sepertinya cowok itu sudah kembali. Akhirnya, saatnya menjalankan misi. Aku bangkit dari dudukku, menghadanganya supaya menghentikan langkahnya.
"Apaan si?" tukasnya.
Aku merentangkan tanganku.
"Minggir, gue mau lewat. " lanjutnya.
Aku menggeleng tegas. Cowok itu malah mendorongku ke samping lalu berjalan ke kamarnya. Kan? Benar-benar menyebalkan! Dengan cepat aku berlari mengikutinya. Menghalangi pintu kamarnya. Kemudian menunjukkan kertas yang ada di tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Nyonya [IDR]
FanfictionSetiap anak perempuan dalam hidupnya pasti pernah memimpikan dirinya menjadi seorang putri di sebuah kerajaan. Memakai mahkota di kepalanya, memakai gaun cantik, dan memakai sepatu bagus, yang nantinya mengantarkannya bertemu dengan seorang pangeran...