Sesuai perkataan Iqbaal kemarin sore, pulang dari sekolah aku langsung menuju rumahku. Tentu saja tidak diantar cowok itu. Mana mungkin? Aku ke rumah sendirian naik taxi. Aku tersenyum begitu lebar, mungkin lebarnya jalan kalah dengan senyumku. Aku sudah tidak sabar memeluk mereka, dan tentunya memakan masakan Ibu yang sederhana. Aku benar-benar rindu.
Aku melangkah ke halaman rumah setelah pintu gerbang terbuka. Semuanya masih sama. Pot-pot warna putih menggantung di atap, dan beberapa pot ada di rak. Bedanya mereka tampak lebih hijau, lebih rimbun, dan beberapa berbunga. Mungkin Ibu rajin menyiram sekarang. Dulu biasanya aku yang bertugas menyiram tanaman miliknya tiap sore, tapi aku suka lupa. Akhirnya Ibu mengomel dan aku kesal. Namun, tidak berlangsung lama mood-ku jadi baik karenanya.
"Kak Nay?" teriak Arven kaget.
Adik laki-lakiku itu langsung lari menyambutku. "Ngapain si pulang?"
Aku mendengus, membulatkan mataku. Apa dia tidak merindukanku sedikitpun? Aku menjitak kepalanya. Arven meringis.
"Emang ga boleh pulang ke rumah sendiri?" kataku meninggalkannya yang masih mengelus dahinya.
"Tunangan lo?" tanyanya melihat ke arah gerbang.
"Ga ikut? Lo kabur Kak?" tukasnya meraih tanganku.
Aku menghiraukannya. Langsung mengalihkan topik pembicaraan. "Ibu mana?" tanyaku. Tepat saat aku mengajukan pertanyaan itu Ibu keluar dari rumah. Perempuan itu langsung memelukku erat sekali. Rambutku juga dibelainya dengan penuh kasih. Dalam dekapnya mataku jadi basah. Hatiku menghangat karena terlalu bahagia.
"Kamu makin cantik Nay. Padahal baru beberapa hari gak lihat. Ibu sampai pangling loh." katanya mengusap kepalaku.
Aku terkekeh. "Mandi susu tiap hari soalnya Bu." kataku bercanda. Tapi memang beberapa kali pernah.
Ibu ikut tertawa. "Calon tunangan kamu?"
Aku menggeleng. "Gak ikut. Nay ke dalem ya Bu? Kangen deh sama kamar Nay." kataku nyelonong masuk.
👑👑👑
Iqbaal kini duduk di ruang tengah. Ia sedang disidang oleh Papah dan Mamahnya. Selain karena telat pulang, juga karena dirinya yang kerap kali bolos kelas sore. Dan itu terjadi lagi hari ini. Lebih-lebih hari ini karena cowok itu pulang sendiri tanpa calon tunangannya.
Asisten Jo datang mengetuk pintu. "Nona Nay tidak ada di sekolahnya."
Irawan—Papah Iqbaal mengangguk kemudian menatap Iqbaal yang duduk di depannya. Lelaki paruh baya itu menghembuskan napasnya. "Ini yang kamu bilang, dia ada kelas lukis sore?"
Iqbaal diam. Ia menatap ujung sepatunya.
"Baal, Nay itu tanggung jawab kamu sekarang. Kok bisa ditinggalin gitu aja?" tanya Mamah.
"Jadi di mana Nay?" tanya Papah.
Iqbaal menghembuskan napasnya. "Rumah." katanya singkat.
"Asisten Jo bilang dia gak ada di kamarnya. Rumah bagian mana Iqbaal?"
"Rumahnya."
Keduanya langsung membulatkan matanya. Apa tadi mereka tidak salah dengar? Mamah menghembuskan napasnya.
"Kamu yang anter dia?"
Cowok itu menggeleng.
"Baal kita belum kasih izin Nay pulang, kenapa kamu main iyain aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Nyonya [IDR]
أدب الهواةSetiap anak perempuan dalam hidupnya pasti pernah memimpikan dirinya menjadi seorang putri di sebuah kerajaan. Memakai mahkota di kepalanya, memakai gaun cantik, dan memakai sepatu bagus, yang nantinya mengantarkannya bertemu dengan seorang pangeran...