Dari tadi aku mencoba menyibukan diriku sendiri. Ini benar-benar canggung. Canggung sekali. Bayangkan jika kalian duduk berhadapan dengan orang yang sama sekali jarang mengobrol, bukankah itu akan sulit untuk memulai pembicaraan? Lebih-lebih awal bertemu banyak kejadian yang kurang mengenakan. Dari tadi Iqbaal juga sibuk dengan ponselnya. Dan aku sibuk dengan tehku sambil sesekali mengetukan kakiku ke lantai, mencoba mencari topik obrolan untuk mencairkan suasana.
Aku berdeham, membuat cowok itu menatapku. Aku mengulum senyum.
"Lo tau kalau gue itu orang yang Opa lo jodohin?" tanyaku menatapnya.
Cowok itu menatapku, tatapan tidak suka. "Kalau gue tau itu lo, gue juga gak mau. Cewek ceroboh!" tukasnya membuatku menatap tajam padanya.
"Lo pikir gue juga mau, Kalau tau itu lo?"
Iqbaal terkekeh pelan. Dia memajukan wajahnya. "Yaudah batalin aja. Gampangkan?" katanya.
Belum sempat aku menjawab, cowok itu melanjutkan lagi ucapannya. "Atau lo gak bisa karena kalau gak nerima pertunangan ini keluarga lo ga dapet uang?"
"Dan rumah lo disita?" tanyanya membuatku mengepalkan tangan.
"Lo!" tunjukku menatap tajam ke arahnya.
"Apa? gue ganteng? Gue kaya? Iya itu gue."
Aku menarik napas, kemudian menghembuskannya. "Bisa gak si lo gak ngerendahin orang?"
"Gue ngomong fakta ya Kanaya."
Aku memejamkan mataku. Mencoba meredam emosi yang mengukung diriku. "Terus kenapa gak lo yang batalin ini aja?" tanyaku.
"Karena artikel-artikel itu? Kenakalan lo, ulah lo? Yang bikin Papah lo pusing karena sahamnya jadi turun? Gak ada yang invest? Atau karena kabar terbaru tentang lamaran lo yang ditolak. Lo malu?" tanyaku tersenyum balik menatapnya. Tentu saja aku mengetahui itu semua dari apa yang Cika gosipkan di grup chat barusan.
Iqbaal menggeretakan giginya. "Gue ngelakuin ini demi Opa."
"Gue juga lakuin ini demi Eyang dan keluarga gue." balasku.
"Jadi kita impas." lanjutku tersenyum menatapnya.
Iqbaal diam sebentar. Cowok itu mengambil cangkir tehnya lalu meminumnya. "Gue denger lo bakal tinggal di sini?"
Aku membulatkan mataku. Kenapa harus tinggal?
"Itu udah tradisi. Lebih-lebih lo beda. Jadi siap-siap aja." ucap Iqbaal tertawa.
Aku menatap cowok itu bingung.
"Tuan muda, waktunya kelas bahasa asing." kata Javas berdiri di sebalah Iqbaal.
Iqbaal tersenyum. "Hidup di sini ribet. Gue aja gak betah, lo malah masuk." bisik Iqbaal sebelum pergi. Cowok itu tersenyum. "Selamat datang Kanaya!" katanya.
👑👑👑
Malam harinya aku berbaring di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar. Apa maksud Iqbaal barusan? Benarkah aku harus tinggal di rumah besar itu? Bergabung bersama keluarga Irawan? Mataku berpendar menatap setiap penjuru ruangan. Mengulang kembali pertama kalinya aku, Ibu, Ayah, dan Arven pindah ke sini. Walaupun rumah keluarga Iqbaal bagus, tetap saja tak senyaman rumahku. Aku tidak bisa menemukan Ibu, Ayah, dan Arven di sana. Apa aku bisa betah? Aku menghembuskan napas pelan, kemudian bangkit dari acara tiduranku berjalan menuju kamar Ayah dan Ibu.
"Masuk Nay." kata Ibu setelah mendengar ketukan pintuku.
"Nay, mau tidur sama Ayah dan Ibu boleh?"
Keduanya mengulum senyum, mengangguk. Aku menempatkan diriku di tengah. Membiarkan kedua orangtuaku tidur mengapitku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Nyonya [IDR]
Fiksi PenggemarSetiap anak perempuan dalam hidupnya pasti pernah memimpikan dirinya menjadi seorang putri di sebuah kerajaan. Memakai mahkota di kepalanya, memakai gaun cantik, dan memakai sepatu bagus, yang nantinya mengantarkannya bertemu dengan seorang pangeran...