2.2 Perkara Secangkir Kopi

47 3 2
                                    

Aku langsung menghambur kepelukan ibu begitu sampai di rumah. Iqbaal? Cowok itu tentu saja mengikutiku dengan muka lempengnya yang kemudian berubah sok ramah begitu kedua orangtuaku datang menyambutnya. Ck! Dasar muka dua!

"Kanaya kangen banget sama Ibu." kataku menggelayut di lengannya.

Ibu tersenyum, kemudian menatapku lembut, mengelus pelan rambutku dengan tangannya.

"Nay emang suka gitu manja kalau ketemu kita." tukas Ayah menatap Iqbaal. Yang diajak bicara lantas mengangguk-angguk seperti burung pelatuk yang sedang mencucuki makanannya.

"Sama nak Iqbaal, eh maksudnya tuan..."

"Panggil Iqbaal saja tante."

Ibu mengangguk. "Sama nak Iqbaal pasti juga begitu ya?"

Iqbaal hanya tersenyum menatapku. Seolah mengiyakan ibu. Mana ada aku manja kepadanya? Orang aku diomelin terus atau didiamin terus karena sikap cueknya. Bukannya manja malah berantem mulu yang ada. Ya begitulah hubunganku dengan Iqbaal. Tapi anehnya, aku tetap menyukainya. Bahkan rasanya, rasa suka yang kusimpan itu malah menjadi lebih besar dari sebelumnya. Dan semoga ini bukan boomerang bagi diriku sendiri.

Lamunanku buyar begitu suara ibu terdengar di telinga. "Kalian berdua udah makan?"

Aku menggeleng. "Sengaja gak makan, soalnya kangen masakan Ibu."

"Ah kamu ini, kalau gitu Ibu tinggal ya?"

"Nay ikut bantu masak yah?" kataku lantas bangkit dari duduku begitu mendapat anggukan ibu.

"Nay tolong bikinin Ayah kopi ya? Ayah kangen kopi seduhan tangan kamu, Nak Iqbaal juga mau?" tanya Ayah menatap Iqbaal.

"Boleh Om, biar gak ngantuk."

Ayah tertawa. "Panggilnya Ayah aja, sama Ibu juga begitu. Biar makin akrab."

"Nay kopi dua, sama cookies yang biasa yah. Nanti bawa ke taman belakang." lanjut Ayah menatapku.

👑👑👑

Iqbaal mengikuti langkah Ayah Kanaya yang sudah memimpin di depannya. Ia lantas menjatuhkan bokongnya di bangku yang tersisa, tepatnya di bangku yang ketika Iqbaal duduk Ia bisa menatap wajah lelaki paruh baya yang ternyata hampir mirip dengan tunangannya itu.

"Ini tempat kesukaan Nay dan saya. Kita berdua hampir tiap sore menghabiskan waktu di sini. Entah ngobrol, atau cuma diam-diaman karena kita sibuk dengan urusan masing-masing, Nay sibuk dengan novelnya dan saya sibuk menyeruput kopi buatannya." ujarnya tersenyum menatap Iqbaal.

"Kamu tahu Baal? Semenjak kamu ada saya jadi kehilangan teman mengobrol saya yang super asik itu sekaligus penyeduh kopi terenak saya." katanya sambil tertawa.

Ayah Kanaya menghentikan tawanya. Ia menatap Iqbaal dalam, tersenyum kemudian menaruh tangannya di bahu cowok itu. "Tapi saya percaya sama kamu. Kamu akan menjaga putri saya dengan jauh lebih baik karena kamu masih muda, ganteng pula. Sedangkan saya sudah tua, sudah enggak kuat kalau disuruh jagain Nay." candanya.

Mendengar itu Iqbaal tertawa.

"Saya titip Nay Baal." tukasnya terdengar serius, membuat tawa Iqbaal perlahan menghilang.

👑👑👑

Dari kejauhan aku melihat Ayah dan Iqbaal tengah asik mengobrol, bahkan cowok itu sesekali tertawa. Curiga, akupun mempercepat langkahku menghampiri keduanya. Siapa tahukan Ayahku menceritakan semua hal ajaib alias aib-aibku? Mau ditaruh mana mukaku kalau dia sampai tahu segala hal konyol yang aku lakukan? Iqbaal pasti akan menjadikannya lelucon, meldekku, menyebalkan!

Little Nyonya [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang