0.3 Boomerang

45 3 2
                                    

Sore ini kegiatan Iqbaal berbeda dari biasanya. Harusnya sesuai jadwal rutinnya setiap sore cowok itu pasti berenang di kolam yang berada di samping Mansion. Namun, yang dilakukannya sekarang hanya duduk di samping jendela besarnya sambil melamun. Bahkan kopi di cangkir yang ia minta sudah dingin sejak dua jam lalu.

Iqbaal menghembuskan napasnya pelan. Menatap sebuah kotak berisi barang-barang hadiah dari Zea semasa pacaran. Cowok itu mengelus kotak yang berisi memori tentang Zea. Ia tersenyum getir. Dugaan kawannya benar adanya. Cewek itu menolak ajakan tunangannya. Iqbaal memejamkan matanya. Ia merasa bersalah pada Zea. Pun perasaanya mungkin akan tetap sama. Ia suka dan sayang Zea begitupun di hari-hari yang akan datang. Lalu bagaimana nanti jadinya ia bertunangan dengan orang yang tidak ia cintai, bahkan tidak dikenalinya sama sekali? Ini gila. Benar-benar gila.

Dehaman seseorang membuat Iqbaal mengalihkan pandangannya. Rupanya Javas—asistennya, lebih tepatnya mata-mata yang dikirim Ayah untuk mengawasinya. Umurnya lebih tua sepuluh tahun darinya.

"Maaf Tuan Muda, Tuan Irawan memanggil Tuan Muda Iqbaal supaya ke ruangannya. Ada sesuatu yang ingin dibicarakan."

Iqbaal mengangguk pelan. Ia segera bangkit dari duduknya berjalan menuju ruangan yang sesuai Javas bilang. Ayahnya pasti akan menanyakan bagaimana keputusannya tentang pertunangan itu. Jawabannya sudah pasti, pertunangan itu akan tetap dilaksanakan. Bilapun Iqbaal menolak itu akan tetap berjalan. Pasalnya dan faktanya Zea menolaknya. Cewek itu memilih mengejar mimpinya.

👑👑👑

Aku berdecak pelan. Perasaanku benar-benar kacau. Rasanya melukispun yang biasanya membuatku bahagia dan lebih hidup tidak membuat perubahan apapun. Malahan kanvasku menjadi jelek, tidak ada estetik-estetiknya. Persis seperti gambar anak TK yang tidak ada maknanya sama sekali. Aku melemparkan kuas ke ember yang berisi air.

Melihat keanehanku, Cika dan Jani menarik bangkunya mendekat—duduk mengakipitku.

"Lo kenapa si Nay?" tanya Jani diikuti anggukan Cika. "Iya Nay, gak biasanya lo gini."

"Wajar gak si di umur-umur kita tunangan?"

Keduanya tertawa. Aku mengulum senyum. "Gue random banget yah?"

"Lo abis baca wattpad, nonton drakor, atau apa nih?" tanya Cika.

Aku menunjukkan jajaran gigiku. "D..dua-duanya." ucapku bohong.

"Heum, kalau menurut gue si wajar aja."

"Apa bisa bahagia?"

"Tergantung. Kalau sama-sama suka dan sama-sama siap mungkin asik. Apalagi kalau sepemikiran, sekomitmen. Kaya konek gitu satu sama lain. Kaya yang di wattpad-wattpad. Awalnya ga punya teman cerita jadi punya. Awalnya ga punya orang yang ngelindungin jadi ada. Mau." kata Cika semangat.

"Apalagi kalau itu Iqbaal ya Cik?" ledek Jani.

"Nadhif juga oke, geng elit oke deh Jan."

"Tapi kalau tunangan sama stranger? Menurut lo aneh dan bisa bahagia gak?" tanyaku lagi.

"Masih ada emang kaya gitu?"

"Kalau menurut gue si Nay, kaya jawabannya Cika. Semua tergantung. Kalau belom dijalanin mana tahu kitanya." tukas Jani.

"Iya, yah?"

Cika dan Jani mengangguk. "Hidup emang gak ada kepastian. Yang direncanain bisa aja gagal. Yang ga direncanain bisa jadi malah berhasil. Hidup adalah teka-teki yang banyak peluangnya."

Aku mengulum senyum tipis mengangguk.

"Eh pulang yuk? Lanjut besok. Mamih udah ngomel nih." tukas Cika mendapat persetujuanku dan Jani.

Little Nyonya [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang