2.3 Nasib Buruk Putri Tidur

51 3 1
                                    

Aku melirik Iqbaal yang tengah fokus memegang setirnya. Wajahnya tidak begitu kelihatan, yang ada siluet hitam karena malam yang minim cahaya, namun sesekali terbantu dengan terangnya lampu yang menyorot ke jalanan kota. Meskipun begitu aku akui, entah mengapa dia tetap memesona,walaupun hanya bayangan hitam remang-remang.

"Kayanya ada yang jatuh deh." katanya ketika mobil berhenti di lampu merah sambil menengok ke arahku.

Aku pun mengedarkan pandanganku mencari benda yang jatuh itu.

"Mana? Apa yang jatuh?" tanyaku.

"Mata lo jatuh, abis liatin guenya melotot. Eh malah bukan mata lo aja, kayanya hati lo juga Nay udah jatuh, jatuh suka ke gue?"

Mampus! aku tertangkap basah!ketahuan olehnya kalau sedari tadi aku memperhatikan dirinya yang sibuk menyetir. Untunglah, kebetulan setelah melempar kalimat itu lampu langsung menyala hijau, Iqbaal kembali fokus memegang kemudinya. Untuk itu aku memilih  diam saja, balik lagi menatap ke jendela samping, tak menanggapi gurauannya yang bagiku tidak lucu.

Ponsel Iqbaal berdering panjang. Namun, cowok itu tak kunjung mengangkatnya, sepertinya ia cukup kesulitan, jalanan juga sedang ramai.

"Nay boleh tolong angkatin?" pintanya setelah dering ke dua menyusul berbunyi.

Akupun, meraih ponsel cowok itu dengan nama Zea tertera di layar. Aku diam sebentar, ragu-ragu menekan tombol hijau untuk menerima panggilan. "Dari Zea, gak lo angkat sendiri aja Baal?"

Iqbaal berdeham. Cowok itu langsung menepikan mobilnya. Kemudian mengambil alih ponselnya.

"..."

"Okay tunggu, aku ke sana sekarang. Kamu jangan ke mana-mana yah Ze?"

"Nay kayanya, gue gak bisa ngantar lo dulu. Gue harus jemput Zea."

Aku melotot, tidak terima. Apa makasudnya aku diturunin di jalan atau menunggunya di kafe lagi gitu seperti dulu? Dengan alasan yang sama karena Zea? Iqbaal menyebalkan!

"Lo gila mau nurunin gue di tempat ini?" tanyaku ketika Iqbaal membuka pintu mobil.

Iqbaal mengeryitkan alisnya. "Ngomong apa si? maksud gue, lo pindah ke kursi belakang. Kursi ini biar Zea yang nempatin."

Aku diam sebentar. Tapi cowok itu menyuruhku untuk cepat-cepat tukar posisi. Mau bagaimana lagi? Cuma itu satu-satunya pilihan yang aman. Aku ikut Iqbaal menjemput Zea, jadi nyamuk mereka berdua. Yah daripada aku berdiri di pinggir jalan, mencari taxi atau menunggu taxi online yang mungkin saja sudah tidak ada yang mau menerima untuk menjemputku. Pun lagian jadi nyamuk mereka berdua tak ada ruginya, duduk di belakang malah jauh lebih luas, aku bisa tidur berbaring dengan nyenyak. Bodo amat dengan keduanya. Ya, itu bisa jadi tidak seburuk yang aku pikir? Atau malah sebaliknya?

👑👑👑

Mobil Iqbaal berhenti tepat di depan lobi sebuah gedung, di sana aku bisa melihat Zea dengan gaun lavendernya tengah tersenyum manis menyambut Iqbaal yang keluar dari mobil. Cewek itu langsung lari, menghambur memeluk Iqbaal erat. Aku menghembuskan napas sedikit kasar. Main peluk-peluk tunangan orang! Aku saja yang tunangannya tidak pernah! Yaampun Nay! Apa maksudnya? Kamu cemburu? Aku menggeleng, tentu saja tidak cemburu! Apa yang harus dicemburui? Aku kan hanya tunangan bohongan, sedangkan Zea adalah kekasihnya yang sesungguhnya. Lantas buat apa aku cemburu? Harusnya memang begitu. Namun faktanya? memang si aku merasa ada rasa aneh yang tak enak menyelinap masuk ke hatiku. Rasa itukah yang namanya cemburu? Kalau begitu, baiklah aku akan jujur, dan tidak menyangkal bahwa memang aku cemburu.

Langkah keduanya makin dekat, menuju mobil. Akupun pura-pura memejamkam mata, tidur. Malas saja melihat wajah Zea yang begitu sumringah dengan gaun lavendernya yang tampak manis dipakai di badannya, juga muka Iqbaal yang tersenyum karena bertemu dengan gadis yang dicintainya. Amboi, malang benar nasib mu Nay!

Little Nyonya [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang