Dengan tangan kananku yang retak ini, aku benar-benar tidak bisa melakukan banyak hal yang biasanya mudah kulakukan sendiri. Misalanya seperti menulis, melukis, makan, main game, sikat gigi, mengikat tali sepatu dan hal lain yang mengharuskan tangan kananku ikut bekerja. Aku benar-benar merasa sebal karena hal ini. Sebab aku harus menunggu dan meminta bantuan, sehingga merepotkan orang lain terutama Asisten Jo dan para servant. Namun, bagaimana lagi? Kondisku memang tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang melibatkan tangan kananku di dalamnya. Dari pada membuat keadaan lebih kacau, lebih baik minta tolong kan?
Sayangnya, orang yang sering aku mintai bantuan, semuanya sedang pergi ke rumah Iqbaal. Makanya kelas sore ini diliburkan. Oma butuh bantuan Asisten Jo dan para servant untuk membantunya menyiapkan acara makan malam besok —mengingat kedatangan Om Evan anak ke duanya, adik dari Irawan—Papah Iqbaal yang pulang dari Singapura. Jujur aku kurang tahu siapa Om Evan, tapi dari yang aku dengar anak kedua Oma itu punya perusahaan realestat di negeri singa, ia cukup terkenal bahkan beberapa kali muncul di TV dan kerap kali juga namanya diseret media, tentu bukan karena sekandalnya melainkan karena prestasinya sebagai pembisnins yang sudah tidak diragukan lagi kesuksesannya. Fakta lain dari Om Evan dia selain pembisnis yang berhasil ia adalah single perent, istrinya meninggal saat melahirkan anaknya yang seumuranku dan Iqbaal. Cuma itu yang aku tahu, selebihnya mungkin bisa kita lihat besok saat acara makan malam.
Aku mengelus perut yang kelaparan. Menghembuskan napas pelan, aku menatap dapur yang sepi. Sebenarnya bisa beli makan melalui aplikasi online. Namun, entah kenapa aku lebih ingin makan ramen instan yang dibuat sendiri. Aku mencoba membuka wall cabinet—tempat di mana aku menyimpan ramen instan juga, mangkuk. Badanku yang sedikit pendek, mengharuskan aku menjinjit untuk mengambilnya.
"Mau ambil apa, biar gue ambilin." kata Iqbaal yang ternyata sudah berdiri dibelakangku.
Aku memutar badanku, sehingga menghadapnya. Sedikit mendongak, aku menatapnya. "Kok di sini?"
"Terus gue harus di mana, pluto?" Iqbaal menaikan alisnya, menyeringai menyebalkan.
Aku menaikan bahu.
"Mau ambil apa, biar gue ambilin. Ntar pecah semua, kalau lo yang ambil Nay."
Aku berdecak. Kemudian minggir, membuat posisiku tidak lagi menghadapnya. "Mau ramen, sama mangkuk."
Cowok itu lantas merogohkan tangannya ke dalam wall cabinet. Mencari sesuatu yang aku minta. "Yang apa?"
"Shin ramyun."
Setelah mendapatkan yang aku maksud, Iqbaal meletakan dua bungkus ramen instan sekaligus dua mangkuk yang di raihnya ke meja. Cowok itu menatapku.
"Kok dua Baal, cukup satu aja." kataku heran.
"Lo pikir cuma lo doang yang lapar Nay?"
Jadi dengan kondisiku ini aku harus memasak untuknya juga gitu? Iqbaal tuh waras gak si?
"Biar gue yang masakin Nay, lagian kenapa si gak pesan makan aja? Ribet."
"Yaudah sana tinggal lo pesan sendiri Baal, orang gue maunya ramen instan." kataku sewot.
Iqbaal memutar matanya. Kemudian mengambil panci dan mengisinya dengan air. Menyalakan kompor, Iqbaal menaruh panci itu di sana, memanaskannya menunggu hingga mendidih.
"Udah minggir Nay, lo duduk di sana aja biar gue yang buatin. Gak percaya gue dengan kondisi lo yang kaya gini bisa-bisa bukan mienya yang jadi, malah dapurnya berantakan." katanya sambil membuka bungkus mie.
Aku memicingkan mataku. "Lihat lo baik gini gue curiga. Lo gak bunuh gue pake racun yang lo taruh di mie kan Baal?"
"Niat awalnya si gitu, tapi kalau lo mati nanti gue gak punya tunangan dong Nay."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Nyonya [IDR]
FanfictionSetiap anak perempuan dalam hidupnya pasti pernah memimpikan dirinya menjadi seorang putri di sebuah kerajaan. Memakai mahkota di kepalanya, memakai gaun cantik, dan memakai sepatu bagus, yang nantinya mengantarkannya bertemu dengan seorang pangeran...