Sudah lebih dari dua jam aku duduk di tepi jendela kamar, menatap pepohon yang bergerak-gerak tertiup angin. Aku menghembuskan napas pelan, mengingat semua kejadian di sekolah tadi. Mereka pikir enak apa terkurung di sini? Lebih sering sendirian, kesepian. Belum lagi kelas-kelas dari Asisten Jo yang kadang bikin pening kepala. Terus ditambah kelakuan Iqbaal yang rese. Jangan pikir aku jadi tunangan Iqbaal, maksudku calon tunangan cowok itu dengan mudah. Tidak sama sekali. Mereka tahunya cuma aku yang buruk rupa bersanding dengan pangeran tampan. Upik abu yang beruntung? Bukankah demikian?
Sebuah benda tiba-tiba berada di sebelahku. Aku menatap arah datangnya benda itu. Rupanya yang mebawa itu Iqbaal. Cowok itu kemudian ikut duduk di sebelahku. Menatap lurus pemandangan yang berada di luar jendela.
"Dari mana?" tanyaku menatapnya yang masih pakai seragam sekolah juga ransel yang masih melekat di punggungnya. Bukannya menjawab cowok itu tetap dengan kegiatannya. Emang yah Iqbaal budeg! Aku memutar mataku berdiri, berniat meninggalkan cowok itu. Emang ada gitu orang yang senang dicuekin?
"Kemana?" tanya Iqbaal mengalihkan atensinya menatapku yang berdiri.
"Urusan lo?" tanyaku.
Cowok itu menggeleng. "Buat lo, dari Rama." katanya menyerahkan bungkusan yang ia lempar tadi.
"Ada hubungan apa sama Rama, dekat banget. Di kantin berduaan tadi? Sampe pegang-pegangan tangan segala?"
Aku menatapnya, membulatkan mataku. Jadi, tadi dia lihat? "Kenapa cemburu?" tanyaku asal.
"Lo calon tunangan gue, kalau lo lupa."
katanya. Kemudian bangkit dari duduknya. Dengan cepat berlalu, melangkah ke kamarnya. Aku cuma bisa menatap punggungnya. Bukannya harusnya tadi aku yang pergi lebih dulu? Kenapa jadi dia? Aku menaikan bahu, menatap benda di tanganku.👑👑👑
Aku menatap hasil lukisanku yang entah apa arti di baliknya, malahan mungkin tidak bermakna apa-apa. Ini semua terjadi karena aku melukis diantara Cika dan Jani yang masih marah kepadaku. Rasanya aneh kalau harus diam-diaman begini. Aku juga tidak enak sendiri. Aku menatap mereka berdua bergantian. Keduanya sama-sama sibuk menyelesaikan lukisannya. Aku mantapkan hatiku. Mungkin ini saatnya aku minta maaf kepada mereka, menjelaskan yang terjadi. Siapa tahu mereka salah paham. Namun, sebelum aku memanggil nama mereka berdua, Jani menyerukan namaku lebih dulu membuat aku menatapnya dengan senyuman.
"Kenapa harus kebongkar dulu baru mau cerita si Nay?"
Cika menggeser bangkunya, ikut bergabung. "Gue ngerasa bego tau gak? Apalagi tiap ngomongin pertunangan Iqbaal."
"Lo anggap kita apa si Nay? Sahabat atau bukan?" tanya Jani.
"Maaf yah, maksud gue bukan gitu sebenarnya. Gue benar-benar minta maaf sama kalian. Gue butuh waktu juga. Please maafin yah?" mohonku.
Jani dan Cika langsung menubrukkan badannya, keduanya memelukku erat. "Dimaafin! Tapi jagain si Iqbaal yah?" tukas Cika.
"Aman." kataku tersenyum.
Cika dan Jani mengeratkan pelukannya. "Kangen banget tahu, gak ada lo ga asik Nay. Padahal cuma sehari."
Aku tertawa mendengarnya.
"Undang kita juga yah ke acara tunangan lo? Gue juga pingin lihat gimana tunangannya sultan."
"Kok sultan, Nay kan mau tunangan sama Iqbaal, Jani! Bukan sultan." tukas Cika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Nyonya [IDR]
FanfictionSetiap anak perempuan dalam hidupnya pasti pernah memimpikan dirinya menjadi seorang putri di sebuah kerajaan. Memakai mahkota di kepalanya, memakai gaun cantik, dan memakai sepatu bagus, yang nantinya mengantarkannya bertemu dengan seorang pangeran...