{1} Slytherin

516 59 10
                                    


-Hogwarts Express 1991-

Musim gugur tahun ini terasa lebih dingin daripada tahun sebelumnya, Bianca menguap pelan, sambil sesekali melirik ke arah keluar dari jendela kereta api yang tengah melaju dengan kecepatan rata-rata itu.

"Adrian pakai sweatermu, 30 menit lagi kita akan sampai, cuaca semakin dingin"

Bianca berbicara lagi setelah lebih dari setengah jam tenggelam bersama buku tebalnya.

Adrian menghela napas ringan, ia bergegas menuruti perkataan gadis di hadapannya dengan mengenakan sweater hijau beraksen garis abu-abu miliknya, sangat Slytherin.

Pria tampan berambut hitam yang tengah duduk di hadapan Bianca adalah Adrian Pucey. Ia bukan merupakan kekasih Bianca tentunya, mereka mulai menjalin pertemanan sejak Adrian secara tidak sengaja menemukan fakta bahwa Bianca Avery senang membaca buku-buku karya para muggles di pertengahan tahun pertama, kemudian Bianca meminta Adrian untuk merahasiakannya. Memang bukan awal yang baik untuk memulai pertemanan, tapi sejauh ini, mereka sangat dekat dan baik-baik saja.

Mungkin membaca buku muggle kedengarannya biasa saja, namun untuk kalangan Slytherin terutama pure-blood, barang yang berhubungan dengan muggle itu sangat menjijikkan.

Itu sebabnya Bianca selalu memberi sampul pada setiap buku muggle yang ia baca dimanapun ia berada. Ia seringkali menggunakan sampul berwarna gelap agar tidak terlalu mecolok, abu-abu, hitam dan hijau tua adalah pilihan terbaik.

"Bagaimana?" Tanya Adrian, Bianca melirik sekilas kemudian mengguk dengan senyuman kecil.

"Biar kutebak, kau pasti sedang membaca kisah cinta muggle yang tragis?" Tebak Adrian mengalihkan perhatian Bianca.

"Sebenarnya tidak," ucap Bianca beralih menatap Adrian "Aku hanya menangis karena beberapa konflik di dalamnya"

Adrian mendegus "Itu terdengar tidak etis, lebih baik kau mengisi nasibmu jika ayahmu mengetahui kau menyukai buku-buku aneh itu"

Bianca memutar matanya malas, sahabat satu-satunya ini tidak pernah berhenti membicarakan tentang hal itu, dimanapun mereka berada.
"Demi Salazar, aku tidak mau membayangkannya. Lagipula saat dirumah ibuku hanya tau aku sering membaca buku mengenai thestral."

Adrian tertawa pelan "Kau selalu tau itu akan berefek buruk suatu saat nanti, tapi kau tidak pernah berhenti melakukannya"

"Ayolah Adrian, 184 halaman buku ini jauh lebih baik daripada membaca 5 halaman sejarah Hogwarts" ucap Bianca menutup bukunya.

Adrian mendengus "Kau membenci buku sejarah Hogwarts, tapi Professor CuthbertBinns sering memujimu di kelasnya, apa rahasiamu?"

"Mencatat poin pentingnya saja sudah cukup, buku itu beraroma debu dan sangat tua bahkan salinannya dengan parkemen baru pun tidak membuatku berminat membacanya" ucap Bianca, kepalanya mecetak jelas gambaran buku sejarah Hogwarts berdebu setebal 1000 halaman itu.

"Percaya atau tidak aku pernah membacanya sampai 150 halaman dan aku mual" Adrian menahan tawanya

"Bodoh" Bianca ikut tertawa, mata hijaunya menyipit dan gigi depannya sedikit terlihat.

"Kau harus mecobanya-"

Pintu gerbong mereka tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok Marcus Flint sang ketua tim quidditch Slytherin. Mereka satu angkatan tentu saja, sama-sama memasuki tahun kelima saat ini. Ia menampilkan wajah berkerutnya, menandakan ia sedang kesal. Marcus mendudukkan dirinya dengan kasar tepat di bangku kosong di samping kiri Adrian.

"Aku ingat saat kau izin keluar untuk mengganggu Gryffindor satu jam yang lalu, wajahmu terlihat bahagia" Bianca spontan membuka suara, lebih tepatnya mengejek.

Cold Tears: When The Darkness Separated UsWhere stories live. Discover now