{28} Cloud

111 33 3
                                    

Keadaan hening sesaat setelah Bianca menyelesaikan ceritanya dengan tenang. Adrian yang duduk dihadapannya masih tidak memberi respon. Netra kelam lelaki itu menatap Bianca berkaca-kaca namun mulutnya tetap bungkam.

"Apa itu?" Tanya Adrian ketika mendapati Bianca justru tersenyum kecil.

"Apa?" Bianca balas bertanya.

Adrian menghela napasnya, lelaki itu bangkit dari sofa yang semula ia tempati dan beranjak pada sisa kursi kosong yang tersisa disamping Bianca.

Gadis itu melirik Adrian penuh tanya, tanpa mengatakan apapun, lelaki tersebut mendudukkan dirinya dan langsung menarik tubuh Bianca kedalam pelukannya.

Adrian mendekap gadis itu erat. "Mengapa kau tersenyum disaat seperti ini?"

"Bahkan jika aku terus menangis, itu tidak akan merubah apapun." Balas Bianca setengah berbisik di pundak sahabatnya.

Adrian melepaskan tangannya dari tubuh Bianca, ia beralih menjatuhkan pandangannya kepada sepasang mata hijau yang mengguratkan kesedihan yang tidak dapat diungkapkan itu.

Adrian menunduk sambil menggelengkan kepalanya, masih tidak percaya dengan apa yang dialami sahabat perempuan satu-satunya itu.

"Aku tidak tahu apa yang harus ku katakan Bianca.. sungguh. Apa yang bisa kulakukan untuk membantumu?" Ucap lelaki itu kemudian.

"Adrian.." Gumam Bianca. "Terimakasih banyak, tapi aku tidak ingin melibatkan siapapun dalam masalah ini. Tugas ini sepenuhnya adalah tanggung jawabku." Jawab gadis itu diantara putus asa dan lelah.

Tangan lelaki itu bergerak cepat menggenggam tangan Bianca. "Kumohon apapun itu, biarkan aku membantumu. Aku tidak bisa membiarkanmu tenggelam seorang diri."

Bianca menggeleng samar, matanya tak lepas dari wajah Adrian. "Mungkin ada satu hal.." Kata gadis itu. "Jangan tinggalkan aku."

"Apa? Tentu saja tidak." Adrian langsung menjawab.

Bianca memejamkan matanya untuk beberapa saat sebelum kembali membuka suara. "Tapi aku orang jahat, kau tahu itu kan."

Adrian mendengus pelan. "Kau tidak melakukan semua yang mereka perintah untuk mengabdi kepada mereka. Tapi untuk melindungi ibumu, orang yang kau sayangi. Kau tidak jahat sama sekali, Bianca. "

Bianca mengalihkan pandangannya asal ketika mendengar Adrian menyebutkan kata 'orang yang ia sayangi'. Ia merasakan hatinya kembali berdenyut dengan ritme cepat yang menyakitkan saat kembali teringat bahwa ibunya bukanlah satu-satunya alasan Bianca sudi menerima perintah Corban Yaxley.

Akan tetapi, Oliver. Lelaki yang begitu berarti bagi Bianca itu, ikut disebutkan oleh mulut kotor Corban Yaxley dalam seringkaian kata-kata ancamannya. Dan disaat itulah, Bianca tidak bisa berkutik. Bahkan lidahnya terlalu kelu untuk sekedar mencaci si tua Corban. Ia hanya bisa memohon pada pria tua itu untuk tidak menyentuh Oliver apapun yang terjadi.

Gadis itu bergumam. "Kau benar, orang-orang yang aku sayangi.."

"Bagaimana dengan Wood, apa dia sudah tahu?" Tanya Adrian, hati-hati.

Gadis itu nampak menggeleng. "Tidak, sekarang diriku adalah ancaman untuknya. Aku ingin dia baik-baik saja. Kurasa.. aku tidak bisa bersama dengannya lagi." Ucap Bianca sama sekali tidak yakin pada ucapannya sendiri.

Adrian dapat mendengar dengan suara gadis itu bergetar, cukup jelas menandakan bahwa Bianca tengah berusaha menyembunyikan perasaan sakit yang besar dibalik nada bicaranya yang tenang.

"Apa kau yakin itu tidak akan memperburuk keadaan?" Tanya Adrian, khawatir.

Gadis itu melirik Adrian. "Tidak, justru jika dia masih bersamaku. Dia akan terus berada di dalam bahaya. Corban akan terus mengincarnya."

Cold Tears: When The Darkness Separated UsWhere stories live. Discover now