{27} Wind

101 34 4
                                    

Jubah Quidditch Oliver yang basah menjuntai bebas dibawah hingga melewati sapu terbangnya, lelaki itu mengenggam keras ujung broomstick yang sedang ia kendarai ke arah salah satu tiang lingkaran Quidditch di sebelah barat.

Tangan lelaki itu terjulur ke depan sambil mencondongkan tubuhnya dengan tajam untuk menggapai sebuah bayangan kabur bola quaffle yang terlihat samar-samar diantara derasnya air hujan malam itu.

Oliver menggeram keras ketika sekali lagi ia salah perhitungan dan kembali gagal mendapatkan quaffle yang entah darimana asalnya.

"Kalian lihat? Itu tadi nyaris sekali." Lelaki itu berteriak keras berusaha mengalahkan deruan air hujan.

"Lihat apa? Kami tidak bisa melihat apapun." Seru Fred dari kejauhan.

Oliver mendesah pelan, ia bergerak dengan sapunya hendak menuju sumber suara Fred, namun terhenti oleh suara nyaring Angelina memanggilnya. Lelaki itu langsung berbalik arah dan mengurungkan niatnya untuk menghampiri Fred.

Pemuda tersebut mengusap wajahnya untuk menghalau air hujan yang menutupi pandangannya. "Ada apa?" Tanya Oliver saat berhasil melihat Angelina terbang ke arahnya.

"Wood sebaiknya kita hentikan latihan ini. Wajah Potter sudah membiru sejak dua jam lalu." Jawab Angelina berusaha menyingkirkan rambut basah yang menutupi wajahnya.

Oliver bergidik saat merasakan angin dingin kembali bertiup menembus jubah dan sweaternya. "Biarkan Harry saja yang beristirahat." Lelaki itu setengah berteriak.

"A..apa?" Angelina memicingkan matanya yang perih akibat terpapar air hujan terus menerus. "Aku tak bisa mendengarmu, kita harus kembali ke markas sekarang!"

Tanpa seizin Oliver, Angelina terbang cepat menjauhi kapten Gryffindor itu seraya berteriak dengan suaranya yang sudah mulai serak, untuk memerintahkan anggota yang lain agar segera terbang rendah menuju markas.

"Apa yang kau lakukan?!" Protes Oliver mengendarai sapunya menyusul Angelina.

Gadis dengan rambut tergerai itu tidak menjawab Oliver yang berhasil menyusul disampingnya, ia fokus mengendarai broomstick menerobos rintik-rintik besar air hujan dan mengarahkan sapunya menuju gerbang samping Hogwarts.

"Angelina, apa maksudmu?! Kita masih bisa melanjutka latihan." Ucap Oliver setelah menuruni sapu terbangnya.

Angelina beralih menatap lelaki itu. "Apa maksudku? Seharusnya aku bertanya apa maksudmu. Tidakkah kau merasa latihan ini hanya sia-sia?" Gadis itu melirik lanpangan Quidditch dihadapan mereka. "Dalam keadaan hujan seperti ini kita bahkan tidak bisa melihat apapun. Apa yang kau harapkan?"

Oliver berkacak pinggang menatap Angelina tajam. "Apakah kau tidak ingat kita pernah berlatih di cuaca yang lebih buruk dari ini?"

"Ya tentu saja aku ingat. Tapi sudah empat hari belakangan cuaca terus seperti ini dan kau terus memaksakan latihan yang sama sekali tidak membuahkan hasil." Sanggah gadis itu mendudukkan dirinya disamping George yang nampak menggigil.

Lelaki itu menghela napas rendah. "Kita memiliki target mengalahkan Ravenclaw dipertandingan mendatang. Dan kau mengetahui sendiri orang-orang cerdas itu menyusun rencana mereka langsung dilapangan. Kita tidak bisa mengalahkan mereka tanpa latihan."

"Ya kau mungkin benar, tapi ini sama sekali tidak efektif. Oliver. Lihatlah, kau bahkan tidak memperdulikan kondisi kami." Angelina mengedarkan padangannya pada teman-temannya yang sedang berusaha mengeringkan tubuh mereka menggunakan handuk.

Oliver menjatuhkan pandangannya pada wajah Harry yang benar-benar membiru. Lelaki itu kemudian melihat Alicia, bibir gadis itu nampak bergetar kedinginan.

Cold Tears: When The Darkness Separated UsWhere stories live. Discover now