{7} New Beginning

229 54 16
                                    


Oliver menarik kasar sarung tangan quidditchnya yang basah. Ia melirik jubah quidditchnya yang telah dilepaskannya sejak masuk ke dalam kamar mandi. Ia barusaja selesai berlatih quidditch dengan strategi baru yang ia rancang. Tapi tampaknya itu tidak membuahkan hasil yang baik, meskipun ia dan timnya telah berlatih sejak pukul sepuluh pagi hingga pukul tujuh malam.

Keadaan semakin diperburuk dengan hujan yang turun tanpa henti sejak pukul empat sore. Namun itu tak membuat Oliver gentar. Ia memaksakan timnya tetap berlatih hingga tenaganya benar-benar terkuras habis.

Oliver bergidik kedinginan saat sweater quidditch basahnya terkena hembusan angin malam. Ia menarik napas dalam dan membasuh wajahnya dengan air yang memancur dari wastafel di hadapannya. Ini benar-benar hari yang sulit bagi dirinya.

Ia harus membersihkan diri secepatnya jika tak ingin sakit dan memperburuk keadaan timnya.

Laki-laki itu berjalan seorang diri kembali ke asramanya, Oliver meraih stopwatch dari kantongnya. Ini baru pukul setengah delapan malam dan Hogwarts sudah benar-benar sepi. Tak ada siapapun disana kecuali dirinya dan penerangan minim dari obor yang tepasang di dinding bangunan Hogwarts.

Oliver hendak melangkahkan kakinya ke tangga bergerak menuju asrama Gryffindor sebelum sesuatu melintas di otaknya.

Ya, semalam ia sempat mengatakan sesuatu yang konyol kepada Bianca di Menara Astronomi sebelum Bianca kembali ke asramanya. Oliver menghentikan langkahnya. Apakah ia membuat sebuah janji?

Oliver sendiri tak yakin pada apa yang ia katakan mengenai tawarannya membantu Bianca membuat ramuan detensinya sementara ia sendiri tak terlalu hebat dalam ramuan.

"Bodoh, apa yang telah aku katakan?" Umpat Oliver pada dirinya sendiri.

Ia ingat, Gadis itu memberikan alasan padannya bahwa ia hanya datang ke Menara Astronomi hanya karena ingin melihat bintang sambil membuat ramuan detensinya. Namun malam ini hujan, jelas tak akan ada bintang. Itu pertanda Bianca tak akan datang bukan?

Tapi jika ia tetap datang malam ini, pasti ada alasan lain selain bintang.

Oliver memutar langkahnya dan berjalan ragu menuju Menara Astronomi. Matanya bergerak melihat lorong-lorong di sekelilingnya, memastikan tak ada seorang pun selain dirinya. Berjalan di luar asrama di atas jam malam memerlukan kehati-hatian ekstra atau masalah serius akan datang.

Ia berlari kecil di anak-anak tangga yang menuju puncak menara tertinggi di Hogwarts tersebut. Langkahnya semakin lambat seiiring dengan puncak menara yang semakin dekat. Oliver menghirup banyak oksigen saat dadanya tiba-tiba berderu dengan cepat.

Oliver menyentuh dadanya. Ia bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Ini benar-benar tidak wajar.

Ia tak bergeming setelah langkah terahirnya. Bianca datang, sama seperti kemarin. Gadis itu nampak duduk tenang bersama sebuah kuali ramuan dengan api kecil dibawahnya dan beberapa barang pembuat ramuan lain.

Bianca menyadari kehadiaran Oliver. Gadis pirang tersebut meliriknya sekilas.

"Kau datang." Anggap saja itu adalah sebuah sapaan.

Oliver berdehem pelan dan berjalan mendekati gadis itu. "Kau juga datang."

Bianca tak menjawab, ia bahkan tak mengalihkan atensi matanya dari kualinya yang mengeluarkan cukup banyak uap itu.

"Mengapa kau kemari? Malam ini hujan kau jelas tau bintang tak akan muncul." Ucap Oliver menyandarkan tubuh lelahnya pada tiang yang tak jauh dari Bianca duduk.

Bianca hanya terdiam sambil terus mengaduk ramuan befuddlement draughtnya yang mulai menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.

Ia kemudian mendongak menatap laki-laki itu. "Karena saat kau mengatakan ingin membantuku membuat befuddlement draught, ku kira aku bisa mengandalkanmu."

Cold Tears: When The Darkness Separated UsWhere stories live. Discover now