{15} Truth Of Feelings

175 43 8
                                    


Bianca menatap ragu pintu tinggi Hospital Wing. Ia sudah berfikir cukup matang selama satu minggu belakangan mengenai keputusan ini. Gadis itu mengetahui resiko apa yang akan dihadapinya jika dia benar-benar melalukan hal ini.

Hukuman

Hinaan

Dan dibenci oleh Oliver Wood

Bianca mendundukkan kepalanya dalam. Ia tidak dalam kondisi baik ahir-ahir ini, dirinya terus memikirkan keadaan Oliver tanpa bisa melihat pemuda itu selain tiga minggu yang lalu, tepatnya saat kecelakaan itu terjadi.

Ia mengalami kesulitan untuk tidur di waktu normal karena dirinya lebih sering menghabiskan malam untuk duduk seorang diri di Menara Astronomi dan memikirkan banyak hal. Terkadang ia menangis saat mengingat sakit yang harus dirasakan Oliver karena dirinya.

Karena hal itulah, Bianca merasa pantas mendapatkan hal-hal yang menjadi ketakutannya selama ini. Ya, dia pantas dan tidak ada orang lain yang bisa menggantikannya.

Gadis itu membuka pintu tinggi dihadapannya sehingga menimbulkan suara decitan keras diantara engselnya yang sudah sangat tua.

Ia mengidarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan yang hanya diterani oleh cahaya bulan dan beberapa lentera besar di beberapa sudut dinding.

Mata gadis itu terperangkap pada sebuah ranjang dengan tirai putih yang tidak tertutup sempurna sehingga memperlihatkan seorang lelaki yang sedang terbaring disana.

Oliver sempat tidak sadarkan diri selama tingga minggu, dan disaat-saat itulah Bianca juga tersiksa karena tidak bisa melakukan hal apapun selain selalu berharap kesembuhan untuk pemuda Gryffindor itu.

Bianca melangkah mendekati ranjang putih tersebut. Ia merasakan dirinya gemetar saat tangannya mulai bergerak membuka tirai putih itu perlahan.

"Aku tau kau akan datang." Ucap Oliver membuat Bianca menghentikan kegiatannya. Jarinya menggenggam tirai itu kuat sebelum ahirnya tirai tersebut terbuka sepenuhnya.

Bianca memaksakan sebuah senyuman diwajahnya, ia senang bisa melihat Oliver dalam keadaan yang lebih baik. Namun hal itu menjadi sangat menyakitkan saat dirinya teringat alasan sebenarnya mengapa gadis itu datang kemari.

Bianca bergumam. "Jadi kau ingin aku datang mengunjugimu?"

"Apa kedengarannya seperti itu?" Oliver balas bertanya.

"Kurasa?" Bianca terkekeh kecil.

"Biar kutebak, selama tiga minggu aku tidak sadarkan diri, kau tidak pernah pergi ke Menara Astronomi bukan?" Tebak Oliver dengan senyuman tipis.

"Atas dasar apa kau berkata seperti itu? Kau bahkan tidak membuka matamu selama itu. Seharusnya kau tidak tau apa saja yang aku lakukan." Balas Bianca ringan.

"Aku hanya berfikir, sangat tidak menyenangkan jika berada di Menara Astronomi sendirian atau jika kau ingin berbicara dengan Bloody Barron." Jawab Oliver membuat Bianca sedikit terhenyak.

"Tidak, aku tidak merasa seperti itu. Justru lebih tenang jika aku hanya disana sendirian tanpa Bloody Barron tentu saja." Ucap Bianca berbohong.

"Padahal kalian bisa menjadi partner bicara yang cocok." Jawab Oliver menahan tawanya.

"Kalau begitu, kau sangat cocok dengan Moaning Myrtle." Balas Bianca tak ingin kalah.

Lelaki itu mengernyit dalam. "Terimakasih, tapi aku tidak terlalu menyukai gadis berkacamata."

Kedua alis Bianca terangkat. "Aku tidak pernah menyangka kau memiliki ketertarikan atau bahkan tipe pada sesuatu yang lain selain quidditch."

"Percayalah, terkadang aku berfikir tentang hal lain juga." Jawab Oliver membuat atensi Bianca teralih kepadanya.

Cold Tears: When The Darkness Separated UsWhere stories live. Discover now